08

674 170 7
                                    

Malam itu, Hendry benar-benar datang ke kamar Riel. Semua pelayan Riel sangat terkejut melihat Hendry yang sudah lama tidak datang kemari tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu.

"Apa yang Anda mau dariku?!" Riel masih menyimpan amarah pada Hendry, pelayan Riel mencoba menenangkan tuannya.

"Keluar" hanya dengan satu kata, semua pelayan langsung berlarian keluar dari kamar tersebut, mereka sangat takut terlebih Hendry menatap mereka tajam.

Riel juga bisa mendengar pintunya di kunci dari luar, Riel bergegas berlari menuju pintu.
"Buka!! Siapa saja buka pintunya!" Riel berusaha membuka pintu tapi usahanya sia-sia hingga dua tangan mengurung Riel di antara pintu.

Riel yang terkejut langsung berjongkok lalu berlari menghindari Hendry. Hendry menatap Riel yang berlari ke ujung ruangan, Hendry melepas satu persatu kancing bajunya.

Riel terus bergerak dengan punggung yang menempel dinding, dia berusaha menghindari Hendry yang terus berjalan mengikutinya.

Hingga akhirnya tangan Riel berhasil meraih hiasan kamar yang merupakan pajangan bunga gantung, bunga yang ada disana langsung terjatuh saat Riel mengambil penyangganya.

"Jangan mendekat atau ku tusuk dengan benda ini!" Riel menatap Hendry penuh kebencian karena Hendry sudah membuang satu-satunya kenangan yang Tirta berikan.

Hendry tidak takut, dia semakin mendekat hingga ujung benda itu menyentuh perut Hendry.

Darah perlahan menetes dari goresan luka dari penyangga bunga yang Riel pegang.

"Hah.. hah.. hah.. " nafas Riel terdengar berat saat melihat tetesan darah itu.

"Tusuk lebih dalam dan bunuh aku.. itu yang kamu mau kan"

Raut wajah Riel terlihat sangat panik, dia tidak berniat melakukan itu tapi saat ini dirinya tengah terancam. Di tengah kebingungannya, Hendry memiliki celah untuk menangkis benda yang Riel pegang hingga benda itu terpental jauh.

"Ah!" Riel sangat terkejut tapi belum selesai keterkejutannya, Hendry sudah lebih dulu mengangkat tubuh Riel.

"Tidakk!! Tidaaakk!! Lepaskan aku!!"

Hendry tanpa ampun menghempaskan kasar tubuh Riel ke atas kasur, dia juga tidak memberi celah untuk Riel bisa melawan.

Raja muda ini menarik paksa celana juga membuka baju Riel, paksaan ini tentu membuat pakaian Riel robek, Riel terus memukul bahkan mencakar Hendry tapi Hendry tidak mau mengalah.

Hendry melumuri dua jarinya dengan salivanya kemudian mendorong jarinya masuk ke dalam hole Riel.
"Aaaa Hahhh! Tidaakk mau! Lepaskan aku!! Lepaskan aku!! Tolongg!!"

Tak ada seorang pun berani datang karena mereka takut pada Hendry jadi percuma saja Riel berteriak hingga suaranya hilang, Hendry akan tetap menyetubuhinya hingga dia menyerah meminta tolong.

Kamar yang hanya di terangi cahaya bulan ini menjadi saksi bagaimana Riel berusaha berkali-kali kabur dari cengkraman Hendry tapi dia selalu gagal saat Hendry menariknya kembali ke kasur.

"Tidak...Ah! Sakit.. aku kesakitan! Hentikan ini!! Aaahh! Ha-Aghh!" Riel meremas lengan Hendry yang terus saja bergerak tanpa henti.

Hendry tersenyum, dia meremas pipi Riel dari posisi belakang sementara tangan satunya memeluk tubuh Riel.
"Kamu terus meminta berhenti.. hah.. ah...tapi bagian ini tidak bisa berbohong, Riel..hah.. kamu menyukai p*nis ku.. Mmm~"

Hendry mengigit pelan telinga Riel yang membuat pria muda ini langsung klimaks, ini sudah ketiga kalinya, mata Riel bahkan berkunang-kunang.

Hendry melepas pelukannya yang membuat tubuh Riel langsung jatuh tengkurap di hadapan Hendry, Hendry bisa dengan jelas hole Riel berdenyut-denyut padahal p*nis Hendry belum dia keluarkan.

Riel pikir ini sudah berakhir tapi ternyata, Hendry merendahkan tubuhnya lalu menggenggam kedua tangan Riel.

Hendry berbisik ditelinga Riel.
"Hah.. kita belum selesai" ujar Hendry yang membuat Riel terkejut.

"Aakhh! Tidakk! Tidaaakkkk!! Berhenti! Aku sudah tidak bisa lagi!"

Walaupun Riel menolak tapi Hendry tidak perduli, dia terus menggerakkan pinggulnya hingga akhirnya Riel pingsan tak sadarkan diri.

.
.

Setelah puas, Hendry menutupi tubuh Riel memakai selimut. Pelayan Hendry masuk ke kamar saat dia dipanggil oleh Hendry.

Pelayan Hendry terdiam saat melihat setengah tubuh Riel penuh dengan luka gigitan juga kissmark.
"Ya-yang mulia.. saya pikir, Anda-"

"Keterlaluan?" Sambung Hendry.

Glup.
Pelayan Hendry menelan salivanya berat.

"Maafkan saya yang mulia" pelayan Hendry menundukkan kepalanya.

Hendry melirik Riel yang tak sadarkan diri akibat ulahnya, dia menyibak rambutnya.
"Aku tidak akan mentolerir siapa saja yang sudah menentang kata-kata ku walaupun dia permaisuri ku sendiri"

Pelayan Hendry mengangguk paham, dia tidak berani menatap wajah Hendry yang kemungkinan sekarang penuh dengan ekspresi kekesalan yang tertahan.

"Lalu, bagaimana sekarang? Apakah saya perlu memanggil tabib?" Tanya pelayan Hendry.

Hendry tidak bisa melepas matanya dari Riel, dia menggeser rambut Riel yang sedikit menutupi wajah manisnya.

"Biarkan dia istirahat, besok aku masih disini jadi tidak perlu membangunkan ku untuk sarapan, tunggu perintah ku saja" ujar Hendry.

"Baik yang mulia" pelayan Hendry melangkah keluar dari kamar, sementara Hendry kembali berbaring di samping Riel.

Dia menatap wajah Riel.
"Pembelaan mu sangat menggangu ku Riel, saat ini akulah raja dan suami mu" gumam Hendry.

.
.

Bersambung... 

Under the apple tree (Mpreg 18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang