Berjuta-juta banyaknya bintang di langit secerah apapun cuaca malam setenang angin berhembus menerpa kulitnya tidak ada yang mampu membuat Hyejin melepas beban pikirannya meski seharusnya dirinya tidak serapuh ini. Ia tengah mengandung dan sepenuhnya menjadi seorang ibu jadi tidak seharusnya dirinya seperti sekarang. Melamun tak jelas bahkan sampai memikirkan hal-hal yang hanya membuatnya sedih.
Mengenang masa lalu ketika dirinya pertama kali mengalami hal yang seorang ibu alami. Mengandung di usia muda ketika cintanya telah kandas selepas putus dengan Baekhyun. Pikirannya masih terlalu pendek hingga harapan ingin mati adalah hal satu-satunya yang bisa dirinya lakukan. Mengejar cintanya lagi hanya untuk meminta pertanggung jawaban itu bukan Hyejin mau. Ia sudah cukup melepas Baekhyun waktu itu dan berharap pria itu tidak perlu tahu apa yang terjadi dengan dirinya sampai pada akhirnya kehilangan seorang anak adalah hal yang paling menyakitinya menjadikan Hyejin semakin terpukul dan mengenaskan disaat itulah entah dari mana Baekhyun datang seolah mengulurkan tangannya lagi padanya.
Bodohnya Hyejin tidak pernah berpikir seburuk dan sejauh yang ia tahu bahwasannya mungkin saja Baekhyun kembali padanya atas dasar kasihan. Terlepas kebelengguan hatinya yang hampir meragu namun mau kini berakhir menjadi penuh penyesalan hingga sakit hati tak berkesudahan. Kini pantaskah ia membandingkan penderitaannya dengan apa yang Ahra lalui? Sedangkan Hyejin pun cukup yakin hatinya juga terluka melebihi yang Ahra tahu.
Mendongak menatap langit gelap yang penuh bintang namun air matanya berderai pelan turun membasahi pipi. Mengusap perutnya yang sedikit merasa sakit bercampur mual namun Hyejin menahannya agar Baekhyun tidak terganggu tidurnya. Intensitas mereka untuk bersama mulai merenggang, meski setiap hari keduanya tidur dan bangun di ranjang yang sama ternyata tak seindah yang Hyejin bayangkan. Posisinya yang juga sebagai seorang istri dirinya tahu benar bagaimana menahan rasa sakit ketika seorang suami tidak memperhatikannya, membayangkan Ahra bisa setegar itu dengan kondisinya, Hyejin mengakui dirinya cukup iri bercampur rasa bersalah sekarang.
"Aku benar-benar wanita yang jahat."
🦋
Sepanjang perjalanan selepas makan malam tidak ada yang mulai bicara entah itu Sehun maupun Ahra. Memfokuskan netranya pada jalanan yang cukup ramai Ahra sejenak memejamkan matanya memberi rehat pada tubuhnya yang lelah.
"Aku tidak bermaksud memaksamu." Ucap Sehun berusaha membuka suara di tengah keheningan.
"Aku lelah Sehun."
Hanya itu yang bisa Ahra katakan, ia tak punya cukup tenaga jika harus membahas perihal pengakuan cinta tak terduga Sehun beberapa waktu lalu, karena bagaimanapun juga perceraiannya jauh lebih penting sekarang daripada pembahasan cinta yang datang terlalu tiba-tiba. Tidak ingin menyinggung Sehun Ahra sengaja diam sejak tadi, malas membuka suara.
Sampai di rumah Ahra, wanita itu meminta Sehun menghentikan mobilnya di depan pagar. Tidak ingin membuat kawannya itu salah paham akan sikapnya Ahra sengaja berdiam lama meski telah melepas seltbelt miliknya.
"Aku sungguh akan mentraktirmu makan jika sudah punya cukup waktu. Mianhe." Ucap Ahra menatap sendu Sehun tidak enak hati.
Sehun sendiri pun tidak ingin mengambil pusing apa yang ingin Ahra maksudkan jadi ia hanya mengulas senyum sambil menganggukkan kepalanya. Menatap lama sampai Ahra menutup lagi pagar rumahnya barulah Sehun kembali melajukan mobilnya meninggalkan tempat. Bersamaan dengan itu Nari menelponnya tiba-tiba.
🦋
Chanyeol menegak habis vodka dalam gelasnya dengan sekali tegak. Rasa terbakar panas di tenggorokannya kembali menyapanya meski ini baru 3 tegak gelas dirinya minum. Bukan masalah mabuk yang akan mulai menyelimutinya sebentar lagi meski rasa pening di kepalanya sudah ia rasakan saat ini. Bentuk ketidakwarasan ketika dirinya sepenuhnya mengawang menjadi gila. Ia masih harus pulang dan kembali membereskan pekerjaannya.
Memutar-mutar gelas di tangannya menatapnya lamat sebelum kemudian terambil alih oleh seseorang yang baru saja datang lalu meminumnya hingga tandas. Mata Chanyeol yang pada dasarnya besar kini terlihat semakin membesar lantaran membelalakannya karena terkejut dengan apa yang kini dirinya lihat. Panik tapi bingung harus berkata apa.
"Pesankan aku minuman yang paling keras."
"Yak Byun Hyejin! Kau gila, ha?! Kau sedang mengandung!" Teriak Chanyeol marah.
Barista yang tadi sempat melayani Hyejin pun langsung menghentikan geraknya menatap terkejut dengan apa yang barusan dirinya dengar. Beruntung di tengah kebingungannya Chanyeol menatapnya dan memberi isyarat untuk bekerja melayani pelanggan yang lain. Mengerti akan maksud tersirat yang pria Park itu lakukan membuatnya menundukkan kepala sebentar lalu pergi meninggalkan keduanya.
Tidak mendapatkan apa yang dirinya inginkan, Hyejin tak ragu untuk menuangkan kembali botol vodka milik Chanyeol ke dalam gelasnya meski pada akhirnya pun gelas itu ditarik menjauh dari genggamannya setelah Chanyeol mengambilnya dengan paksaan.
"KAU INGIN MEMBUNUH ANAKMU LAGI, HA?!"
"Tidak ada seorang ibu yang ingin membunuh anaknya sendiri." Lirihnya menggumam.
Musik yang kencang dan kerlapan cahaya hampir menyorot kemana-mana dengan temaram gelap menutupi semuanya menjadikan suasana bising dunia malam teramat jelas untuk kaum para penikmat kehidupan bebas demi melepas penat. Suara amarah Chanyeol yang meneriaki Hyejin tentu tidak terdengar jelas namun gerak bibirnya ia mengetahuinya.
"Aku antar kau pulang sekarang." Ucap Chanyeol seraya menarik pergelangan tangan Hyejin guna mengikutinya.
"Aku tidak ingin melihat Baekhyun menangis, Chanyeol."
"Dia bukan pria yang mudah menangis asal kau tahu."
"Arra.. hanya saja aku mengkhawatirkannya."
"Satu-satunya orang yang perlu kau khawatirkan adalah dirimu sendiri sekarang. Jika Baekhyun tahu kau di sini maka kau yang akan habis karena amukannya." Ucap Chanyeol mulai frustasi.
Hyejin menegak vodka lagi dengan cepat hingga tandas sebelum tangan Chanyeol merebut gelas di tangan wanita itu kalah cepat. Mendesah berat menatap Hyejin penuh iba sekaligus tanya. Sesuatu pasti tengah terjadi padanya, karena jika tidak maka tidak mungkin seorang Hyejin keluar malam tanpa Baekhyun di sisinya seperti ini sedangkan mereka saja selalu bak perangko yang menempel bersama dimanapun.
"Ayo kita pulang. Kau sudah mulai mabuk."
"Aku jadi kasihan padanya."
Oh God.. Chanyeol mulai memejamkan matanya setelah mendengar Hyejin kembali melantur tak jelas.
"Jika aku adalah Ahra maka aku tidak akan pernah melepas Baekhyun sampai kapanpun."
"Ahra? Kau bertemu dengannya?" Tanya Chanyeol dengan raut wajahnya yang terlihat panik.
"Aku kira hanya aku satu-satunya orang yang paling tersakiti di sini, ternyata dia jauh lebih sakit."
"Apa maksudmu?"
"Dia sakit kanker."
[]