5

95 9 0
                                    

Tanpa alasan, Woonhak tidak bisa mengatakan apapun untuk menghindari pertemuan dengan donatur terbesar Panti Asuhannya. Dan dia benar-benar tidak ingin terjebak dalam situasi seperti sekarang.

"Aku berencana mengirim Woonhak untuk menjalani latihan khusus, selama 10 bulan kedepan. Dan itu akan sangat berat, mengingat segala halnya termasuk tentang militer, hukum, perusahaan, politik, dan semua yang diperlukan untuk menjadi pewaris. Anakku terlalu lembut karena dia seorang omega, jadi aku harap Alphanya nanti akan lebih siap membantunya."

Sebuah omong kosong yang tidak pernah Woonhak pikir akan terjadi padanya, dia selama ini dibesarkan untuk bersiap sebagai pasangan pewaris konglomerat yang dia sendiri tidak tahu identitas mereka, karena orang-orang kaya yang katanya terkenal ini bahkan tidak pernah muncul dilayar televisi.

Yah... Biasanya mereka memang menyembunyikan identitas, kecuali para pewaris muda yang belakangan ini mulai memunculkan diri di media sosial untuk memperluas jangkauan generasi baru. Woonhak sendiri tidak terlalu peduli dengan media online, dia lebih suka fokus untuk belajar.

Pria dewasa yang duduk di depannya ini bahkan tidak mengenalkan dirinya dan mau memutuskan segala masa depan hidupnya.

Marah, Woonhak akan marah karena hal ini.

Tapi dia tidak bisa melakukannya, karena sebuah ancaman yang membuatnya berpikir ribuan kali mulai berputar di kepalanya.

"Dia memenuhi semua kriteria, ditambah fakta bahwa dia adalah Alpha Dominan, itu bertambah baik." Hal lain yang terlontar dari mulut pria dewasa tadi membuat Woonhak mengepalkan tangannya kesal.

"Uang sialan." Tanpa sengaja Woonhak melontarkan kalimat itu dan membuat orang di depannya tertawa kecil.

"Pikirkan tawaranku atau Panti Asuhan ini musnah dalam satu malam."

•••••

Tengah Malam
Sekitar pukul 00.12

Suara langkah kaki yang terdengar grasak-grusuk membuat Woonhak menolehkan kepalanya hanya untuk menatap wajah khawatir Taesan kemudian menertawakannya.

"Lo bilang apa tadi?!" Teriak Taesan memastikan kembali ucapan Woonhak yang dikatakannya lewat telepon.

"Gausah teriak-teriak anjing, udah malem."

Lapangan Basket, tempat mereka bertemu ditengah malam yang sunyi tentunya, tempat itu terletak di pusat kota, tapi entah bagaimana benar-benar sepi saat itu.

"Gue yang paling tua di Panti." Belum sempat Taesan duduk di samping pemuda itu, Woonhak sudah mulai membuka mulutnya.

"Dan gue yang ternyata bakal nanggung masa depan mereka semua nanti, jadi gue bakal pergi dalam dua bulan buat hal khusus yang nggak bisa gue ceritain."

Taesan terdiam, mereka masih berusia 17 tahun, dan diusia ini seharusnya mereka memikirkan diri sendiri terlebih dahulu sambil menikmati masa mudanya, tapi kenapa Woonhak harus bertanggung jawab atas orang lain.

"Woonhak-"

"Temenin gue aja, gausah nawarin bantuan, gue nggak suka ngerepotin orang."

Lagi-lagi Woonhak hanya membuat Taesan tambah terdiam, mereka pada akhirnya hanya duduk di sana sepanjang malam hingga seseorang datang sambil mengulurkan dua cup coklat panas.

"Gue papasan sama Taesan pas lari-lari di jalan tadi, terus nggak sengaja lihat kalian di sini." Omega manis yang bergabung di antara mereka berdua mulai menghela napas panjang lalu terduduk di samping Woonhak.

Dia kembali mengulurkan salah satu coklat panas yang dibawanya, karena Woonhak tidak meresponnya cepat, berbeda dengan Taesan yang saat ini sudah mulai menyeruputnya sedikit.

Red String [Tofuz]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang