Letupan Emosi

21 5 1
                                    

"Bagaimana kita mencoba melakukan rehabilitas pada Leonid? Aku sangat khawatir jika ini akan membuatnya kehilangan jati diri Leonid yang sebenarnya." Ucap Erzan pada kedua orang tuanya.

"Tapi Leonid pasti tidak akan setuju." Ucap Gita yang sekarang menatap Leonid yang terbaring di atas tempat tidur dengan selang infus di tangannya.

"Tapi ini semua untuk kebaikan Leonid, aku akan mengurus semua pengobatannya." Erzan tidak ingin jika Leonid melakukan hal yang akan merusak dirinya sendiri.

"Tapi Erzan-"

"Lakukan saja pengobatannya, tapi kita harus meninggalkan Jakarta dan kembali ke Surabaya." Ucap Liam yang mengejutkan Gita dan Erzan.

Liam mendekati Leonid yang sekarang tertidur setelah melewati hari yang sangat panjang. Liam mengambil kotak kecil yang ada di atas meja dekat Leonid.

Liam membuka kotak kecil itu dan Liam menghela nafas panjang saat melihat sebuah kalung dengan bandul kecil di dalam kotak itu. Firasat buruk seakan menghantui Liam saat melihat keadaan Leonid yang sangat buruk.

"Erzan lupakan persidangan kamu dengan Darrel. Kita akan kembali ke Surabaya besok." Ucap Liam dan Erzan membulatkan matanya dengan sempurna.

"Apa maksud papah?! Ini awalnya yang baik buat aku, aku sudah susah payah agar bisa mencebloskannya ke penjara dengan bantuan Leonid. Tapi papah memintaku untuk berhenti sekarang?!" Erzan tidak mengerti kenapa Liam memintanya untuk melakukan hal ini.

"Dengar Erzan, semua yang terjadi pada kita ini adalah karena Darrel. Satu tahun yang lalu Leonid juga terluka saat kamu ingin melakukan persidangan dengan Darrel, dan sekarang Leonid juga terluka di hari yang sama." Erzan terdiam membeku.

"Apa maksud kamu Liam?" Tanya Gita khawatir.

"Darrel menggunakan Leonid untuk melemahkan Erzan. Dia tau bahwa Erzan tidak akan meninggalkan adik laki-lakinya di saat sakit. Karena itu membuat Leonid terluka agar dia bisa lepas dari genggaman Erzan." Jelas Liam.

"Sangat kotor! Aku sangat membencinya! Dia menggunakan adikku sebagai kelemahan ku!" Erzan mengepal kedua tangannya hingga kuku kukunya memutih.

Di saat Erzan marah dengan semua situasi yang menghambatnya, di waktu bersamaan Edith datang menemui Darrel. Edith masuk ke dalam ruangan dimana dia sekarang melihat Darrel duduk dengan santai sambil menyeruput minuman kopinya.

"Aku sangat senang mendapatkan kunjungan dari istri tercintaku." Ucap Darrel yang langsung berdiri dan berjalan mendekati Edith.

"Aku sangat merindukanmu sayang." Ucap Darrel yang memeluk Edith dan mencium ceruk leher Edith penuh kelembutan.

"Bunuh aku sekarang Darrel." Ucap Edith.

Darrel terdiam dan melepaskan pelukannya, Darrel melebarkan matanya ketika melihat Edith yang menangis dengan sorot mata yang kosong. Edith menatap Darrel seperti tatapan saat Darrel membunuh ayahnya tepat di depan matanya.

"Kamu tau betul, kamu tidak bisa mati Edith. Kamu akan selalu bersamaku." Ucap Darrel penuh penekanan.

"Aku sangat membencimu, karena kamu putriku dalam bahaya hari ini. Aku hampir kehilangan putriku hanya karena rencana kotormu Darrel." Edith merasakan bahwa dirinya sudah sangat kehilangan segalanya.

"Apa maksudmu? Apa yang terjadi pada Hoya?!" Seketika perasaan khawatir muncul pada diri Darrel.

"Kamu sudah menyentuh Leonid, menurutmu apa yang akan dilakukan Hoya?" Sontak Darrel teringat perjanjian dirinya dengan Hoya.

"Tidak! Putriku baik-baik saja!" Darrel berusaha tenang meski emosi menjalar masuk ke dalam tubuhnya.

"Dia bukan putrimu Darrel, dia putriku dengan Sebastian. Jika Hoya dalam bahaya, kamu akan melihat pemakamanku Darrel!" Edith menepis tangan Darrel yang menyentuh tangannya lembut.

Rose War (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang