9

537 91 40
                                    

"Kita mau kemana sekarang?". Chika mengeratkan pelukannya di belakang. Meletakkan kepalanya di pundak Ara.

"Mau ke curug Non, Non suka? Air terjunnya bagus banget". Perjalanan mereka kali ini terasa santai dan sangat menikmati.

"Dimana itu?". 

"Saya juga gak tau tempatnya, kata bang Dimas gitu, kita ikutin mereka aja ya". 

Chika mengangguk. Motor mereka mulai masuk ke pedesaan.Terasa sangat sejuk. Terdapat banyak rumah, tetapi sangat jarang jarang, hanya satu dua yang bersebelahan dan berdempetan.

Pemandangan yang sangat asri. Sangat bersih tidak terlihat adanya polusi udara atau semacamnya.

Semakin menanjak lama lama tambah tinggi. Mereka sudah berada di atas puncak. Cuaca tidak sejuk berlebihan atau panas, biasa saja. Motor Ara berhenti di antara pemotor lainnya.

"Sampe". Ara tersenyum seraya melihat sekeliling.

"Mana air terjunnya?". Chika turun dan membuka helmnya.

"Bisa Non?". Tangan Ara terangkat untuk membantu membuka pengait helm Chika yang sepertinya susah untuk terlepas.

"Harus masuk kedalam kalo mau liat air terjunnya, mau masuk?". Ajak Ara meletakkan helm Chika di dekat helm nya.

"Ngeri gak? Gue takut kalo ketemu setan". Chika memeluk dirinya sendiri. Membayangkan jika nanti dirinya menemukan sesuatu yang mengerikan di dalam sana.

Ara terkekeh, padahal Chika lebih ngeri daripada setan. Ara menggeleng ketika memikirkan yang tidak tidak untuk Chika. Jika Chika sampai tahu isi kepalanya, habislah dia.

"Gak, Non, makannya jangan jauh jauh dari saya, semuanya aman". Ara terkekeh ketika Chika memukulnya untuk kesekian kalinya.

"Hati hati". Sejak tadi masuk jauh lebih ke dalam hutan, Ara selalu mengingatkan Chika agar hati hati dengan langkahnya. Tidak semua yang ikut ingin melihat curug, yang lainnya ada yang ingin menetap diluar dulu untuk mengistirahatkan tubuh mereka.

Berjalan diatas tanah yang hanya setapak, sedikit membuat Chika dibuat uji nyali. Sebelahnya tebing, sebelahnya lagi jurang, meski tidak dalam jika jatuh juga bisa membuat trauma juga kan?

"Hati hati, Non". Ingatkan Ara lagi.

"Iya loh iya, gue tahu, udah berapa kali lo bilang hati hat-".

"Aww, aduhh". Chika terpeleset pantatnya menghantam akar pohon yang besar. Jantungnya Chika langsung terpompa dengan cepat.

"Kan". Ara berdecak. Chika ini tidak bisa di bilangin sungguh sangat keras kepala.

Chika bangun menepuk nepuk pantatnya membersihkan dari tanah yang menempel disana. Matanya menatap Ara yang sudah menatapnya.

"Apa? Mau marah? Gue udah hati hati ya, jalannya aja yang licin sendiri. Chika cemberut, jika Ara memarahinya dia akan kembali ke luar saja.

Ara berjalan di depan Chika. Tadi setelah mengiyakan perkataan Chika yang ingin berjalan didepannya karena takut jika di belakang tetapi tidak berakhir dengan baik.

Ara meraih tangan Chika dan menuntunnya dari depan. Chika terdiam melihat tangannya yang di genggam Ara.

"Kok gak sampe sampe, kaki gue pegel". Chika berhenti sesaat, memukul mukul pelan pahanya yang terasa keram.

"Mau di gendong?".  

Chika mendelik tajam Ara, apa apaan perkataannya itu.

"Non sini, cepet, liat". 

Chika, tadi yang melepaskan tangannya dari Ara melihat arahnya. Langkahnya yang gontai malas di seretnya hingga berdiri disamping Ara.

Mata Chika membulat tampak kagum melihat air terjun yang menjulang tinggi di hadapannya dan lumayan deras.

Mine DRIVER (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang