19. Potongan Kenangan

7 4 0
                                    

Elysia mendatangi apartemen Lumiere untuk mengantarkan  beef wellington dan pakaian Lumiere yang sudah bersih.

"Kamu lagi?"

Lumiere tampak keheranan melihat Elysia sudah berdiri di depan apartemennya.

"Aku mengantarkan pakaianmu yang sudah bersih ..." Elysia menyodorkan sebuah totebag berisi pakaian Lumiere yang sudah bersih dan harum.

Lumiere menaikkan salah satu alis tegasnya dan menatap rumit Elysia, "Kamu bisa mencuci dan membuatnya bersih dan rapi hanya dalam waktu satu jam?"

"Ehh? Itu ... sebenarnya aku menggunakan mesin cuci baruku. Jadi bisa lebih cepat." Elysia berkilah asal.

"Uhm ... aku juga datang untuk mengantarkan beef wellington untukmu. Aku hanya menambahkan 1 tangkai  sage segar dan tidak menambahkan kaldu asli karena kamu tidak menyukainya." Elysia menyodorkan masakannya untuk Lumiere.

"Aku juga memasakkan kacang hijau almond untukmu. Biasanya kamu akan sangat menyukainya ketika menikmati beef wellington."

Lumiere hanya menatap rantang keemasan itu dengan tatapan penuh selidik. Dia sungguh tidak mengerti mengapa gadis di hadapannya begitu memahami makanan kesukaannya.

"Elysia ... sebenarnya siapa kamu?!" Lumiere mengalihkan pandangannya menatap gadis bermanik hazel di hadapannya.

"Eh? Aku? Aku adalah Elysia Callestera. Bukankah kamu sudah cukup lama mengenaliku, Lumiere?"

"Kamu tentu sangat paham dengan maksudku, bukan?!"

Keduanya terdiam dengan tatapan yang masih saling bertaut.

"Jika aku mengatakan aku adalah seorang putri dari kerajaan Callestera yang datang untuk menjemputmu yang tak lain adalah tunanganku yang sedang bereinkarnasi di dunia ini ... apa kamu akan percaya padaku, Lumiere?" ucap Elysia berhati-hati.

Lumiere mendengus dalam tawa singkatnya, "Apa kamu selalu menggunakan cara yang sama pada pria lain yang sedang kamu dekati? Ada berapa banyak pangeran yang kamu sebut sebagai tunanganmu? Apakah Aiden juga termasuk salah satunya?" Lumiere memojokkan.

Elysia menunduk dengan senyum getirnya, "Sudah kuduga kamu tidak akan mempercayaiku ... tidak masalah ... perlahan kamu akan mengingat semuanya."

"Makanlah selagi hangat ... aku akan kembali." Elysia berbalik dan kembali ke kamarnya.

Beberapa saat Lumiere masih saja menatap datar pintu kamar apartemen yang baru saja dilalui oleh Elysia. Namun pada detik ke-sekian, dia memasuki kamarnya dengan terburu dan mengambil sesuatu dari laci mejanya.

"Elysia selalu saja berbicara aneh. Namun, Elysia juga begitu memahamiku. Bahkan hal kecil mengenai bumbu masakan yang aku sukai maupun yang tidak aku sukai. Elysia memahamiku seperti dia yang sangat memahamiku ..." Lumiere menimang sebuah tassel bulan sabit dan memandanginya lekat.

"Ughhh ... mengapa aku sama sekali tidak bisa mengingat wajahnya dengan baik ..." gumamnya berusaha mengingat sesuatu.

***

Hari demi hari berlalu. Elysia sama sekali tidak pernah menyerah untuk kembali mengukir kenangan masa lalu, berharap Lumiere akan mengingatnya kembali.

Namun, Elysia masih belum berhasil membuka segel ingatan Lumiere.

Disaat mereka berlatih anggar untuk seni bela diri, Elysia juga sengaja melakukan beberapa gerakan latihan yang sama persis seperti saat mereka berduel pedang di Callestera Accademy.

Swushhh ...

Lumiere menghunuskan pedang tumpulnya ke arah Elysia.

"Hiathhh ..."

Elysia dengan sangat gesit menghindarinya. Putri cantik itu melompat tinggi dan melewati Lumiere di udara. Lumiere menengadahkan wajahnya ke atas. Sementara wajah cantik Elysia menghadap ke bawah. Pandangan mereka bertemu beberapa detik.

Mengapa aku merasa sangat tidak asing dengan semua hal ini? Aku ... seperti pernah berduel dengan seorang gadis dengan pergerakan yang sama persis seperti ini ...

Batin Lumiere ketika Elysia melewatinya di udara tepat di atasnya.

HUPP ...

Elysia mendarat dengan sempurna. Dengan cepat dia memutar tubuhnya dan mengayunkan pedang tumpulnya. Namun, dia menghentikannya tepat di hadapan wajah Lumiere yang masih membeku menatapnya.

"Aku menang! Aku berhasil mengalahkanmu, Lumiere!" Elysia mengukir senyum penuh binar.

Lumiere membeku. Beberapa potongan ingatan memenuhi angan pikirannya saat ini. Namun, dia tidak bisa melihat wajah wanita itu dengan jelas.

"Ayo coba sekali! Kali ini aku pasti akan mengalahkanmu, Pangeran Lumiere!" seorang gadis yang mengenakan seragam akademi sebuah kerajaan berkata.

"Hhm? Lagi? Tapi kita sudah 127 kali melakukannya. Apa kamu tidak merasa lelah?" balas Lumiere yang juga mengenakan seragam akademi serupa.

"Apa kamu sedang meledekku karena aku sudah 127 kali kalah darimu, Pangeran Lumiere?" tantang gadis itu kembali. "Aku tidak boleh lemah! Aku harus melindungi mereka!"

"Ughhh ..." merasa kepalanya terasa sakit dan pusing luar biasa, Lumiere menjatuhkan  pedang anggarnya.

Niat hati ingin menolongnya. Namun, Elysia mengurungkannya kembali karena melihat Azel lebih dulu berlari menghampiri Lumiere.

"Lumiere, apa kamu baik-baik saja? Kamu terlihat pucat, aku akan mengantarmu beristirahat ..." ucap Azel membantu Lumiere meninggalkan ruang latihan.

Elysia mengikutinya karena mencemaskan Lumiere.

Dia juga meminta salah satu pelayan kantin untuk membuatkannya teh peppermint. Tidak membutuhkan waktu lama, pelayan kantin datang ke depan ruang medis membawakan secangkir teh peppermint hangat.

"Ini tehnya, Nona ..."

"Hhm. Terima kasih. Ini untukmu ..." Elysia memberikan beberapa lembar uang yang bernilai lebih dari cukup untuk pelayan wanita itu.

Elysia memasuki ruang medis kampus dimana Lumiere beristirahat. Namun, dia malah berpasasan dengan Azel.

"Lebih baik kamu pergi! Lumiere sedang ingin beristirahat! Dan dia tidak menginginkan siapapun ada di sini!" tegas Azel dengan angkuh.

"Hhm. Aku hanya datang mengantarkan teh ini untuknya ..." Elysia menjawabnya ramah dan tetap melenggang.

Karena kesal, Azel malah dengan sengaja menjegal kaki Elysia. Elysia cukup terkejut. Namun, dia berhasil menggunakan sihir kecilnya dan menangkap secangkir teh peppermint itu tanpa tumpah  sedikitpun.

Azel menatapnya penuh kebencian. Dia meninggalkan Elysia dengan langkah yang dia hentak-hentakkan.

Elysia mendekati brankar. Terlihat Lumiere sudah terduduk dan menatap jendela.

"Pergilah ... saat ini aku tidak ingin bertemu dengan siapapun ..." tegas Lumiere tanpa menatap Elysia.

"Aku akan pergi. Tapi minumlah ini. Teh pappermint ini akan membuatmu lebih baik." ucap Elysia lembut sembari meletakkan segelas teh itu di atas nakas.

"Teh peppermint ini akan membuatmu merasa lebih tenang. Jangan mengkhawatirkan Callestera dan Luminara lagi. Mereka pasti bisa bersatu kembali ..."

Potongan ingatan seorang putri bergaun putih keemasan yang mengatakan untaian kata itu kini memenuhi angan Lumiere. Lumiere kembali memegangi kepalanya yang terasa sakit.

"Lumiere ... apa kamu baik-baik saja?" Elysia yang cemas menyentuh  kening Lumiere. Dan disaat itu juga rasa pusing yang Lumiere rasakan reda.

Lumiere menengadahkan wajahnya menatap Elysia, "Tinggalkan aku sendiri ..." lirihnya.

"Tapi kamu—"

"Pergiiiiii ..." lirihnya kembali penuh penekanan.

Elysia tidak menjawabnya lagi. Dengan sangat terpaksa Elysia meninggalkan ruang medis.

Elysiaaaa ... sebenarnya siapa kamu? Mengapa kamu begitu mirip dengannya?

Callestera Princess Crosses the WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang