Sesuai janji, Juna mengajak Sasha menuju Malang. Menaiki kereta, sesuai keinginan dari sang istri. Sepanjang perjalanan, Sasha terlihat bahagia. Sesekali memainkan jemari milik Juna lalu mengecupnya.
Di hari pertama, sesuai dengan tujuan utama Sasha. Mereka berdua mampir untuk mencicipi makanan yang ingin sekali Sasha makan. Juna pikir, hanya satu kedai mie yang Sasha akan kunjungi. Ternyata wanita itu lapar mata. Sasha seakan ingin bernostalgia semasa jaya keluarganya dahulu.
"Kamu dulu tinggal di Malang, Sha?" Tanya Juna membuka obrolan.
Sasha yang sedang memperbaiki riasan di kursi kemudi mengangguk dan menjawab seadanya saja.
"Heem."
"Kok nggak pernah ngomong jawa? Kayaknya aku nggak pernah liat, deh."
"Ngapain ngomong jawa kalo lo nggak ngerti gue ngomong apa? Mikir, deh!" Omel Sasha yang sedang fokus memakai eye liner.
Juna berdecih. Kan, mulai lagi sensitifnya. Padahal Juna hanya bertanya baik-baik. Mengapa Sasha masih menganggapnya musuh, ya? Padahal Juna sedari dulu berusaha baik di depan Sasha.
"Aku kan cuma nanya, Sha. Bisa aja dijawab 'aku takut orang nggak tau aku ngomong apa'. Lagian aku juga dari Jawa Timur, kok. Keluarga ibu aku orang Surabaya tau, terus aku dari kecil sampe SMA juga di sini. Baru ke Jakarta karena disuruh Ayah buat kerja. My great, great, great grandpa juga dari sini!"
Sasha merotasikan kedua mata. "Juna." Panggilnya, membuat si empu menoleh.
"Ra takon aku, Cok. Ora usah kemenggres koen, Jancok!"
(Nggak tanya aku. Nggak usah sok inggris kamu!)
Mendapat bentakan dari Sasha, membuat nyali Juna menciut. Dia lantas menunduk. Apa kini Juna sudah tergabung ke dalam kelompok suami takut istri?
Mobil berhenti di depan lokasi yang memungkinkan untuk parkir. Sasha sudah berulang kali mengingatkan untuk membawa motor saja agar lebih efisien. Tapi Juna menolak, karena ia merasa gengsi jika dibonceng. Dan kemampuannya baru sebatas menyalakan motor dan berkendara di area kompleks perumahan.
Sasha berusaha tidak menjadi emosional ketika melangkah masuk. Kedai ini adalah kedai yang sering Sasha kunjungi bersama kedua orang tuanya. Bahkan ketika sang ibu sakit dan ekonomi makin menurun, sang ayah masih sempat menyisihkan uang untuk membeli makanan favoritnya.
Tangan Sasha bergetar saat memegang sendok. Seakan alat makan tersebut mempunyai berat yang setara dengan batu besar. Sasha tak ingin menjadi emosional, namun apa daya. Air matanya luruh terlebih dahulu, mengingat kenangan di masa lampau.
"Anak Ayah suka banget ya sama cwie mie?"
Ayah tengah menatap Sasha yang lahap memakan satu mangkok mie kesukaannya. Tangannya tak segan untuk memberikan elusan pada puncak kepala Sasha. Tidak sia-sia ia menyisihkan dari hasil jerih payahnya bekerja serabutan.
Sasha kecil megangguk, senyumnya masih mengembang menatap makanan kesukaannya tersebut. Setelah seminggu penuh ia hanya makan sayur dari kebun. Lalu menjaga sang ibu yang terbaring di rumah sakit.
"Nanti kalau Mama udah sembuh, kita makan bareng lagi. Terus jalan-jalan ke Taman Safari, biar kamu bisa liat singa."
Nyatanya semua itu janji palsu. Ibunya meninggal, sang ayah menyusul di kemudian hari. Hingga sekarang Sasha tak pernah menginjakkan kaki di Taman Safari. Pernah sekali dirinya pergi sendiri, tapi Sasha merasa hampa. Hanya menatap keluarga bahagia di seberang sana. Berakhir Sasha mengepulkan asap rokok sepanjang malam, memikirkan betapa sialnya hidup yang ia jalani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Options
ChickLitAwalnya, Arjuna mengira bahwa rencana pernikahan kontrak adalah rencana yang brilian. Hingga rencana itu malah membuatnya berurusan dengan Alisha, wanita selicin belut dan selicik ular.