Bab 1: Pertemuan

11 7 0
                                    

Aku harap kalian semua puas dengan Prolog dan Bab 01 ini ya! terimakasih sudah berkunjung untuk membaca & memberikan vote🤍

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku harap kalian semua puas dengan Prolog dan Bab 01 ini ya! terimakasih sudah berkunjung untuk membaca & memberikan vote🤍

[Maaf jika typo bertebaran]


Pagi itu, aroma kopi panas dan roti panggang menyebar di udara kafe kecil di Distrik Mapo. Lee Nari sedang sibuk membersihkan meja di sudut ruangan, mengenakan seragam putih dan celemek hitam yang sudah mulai pudar warnanya. Tangan mungilnya bergerak cepat, menyapu remah-remah dari meja sebelum pelanggan berikutnya datang.

"Ya, aku tahu! Aku akan mengantarnya ke Gangnam nanti!" seru Park Mina, salah satu rekan kerjanya, yang berdiri di dekat konter sambil berbicara di telepon. Suara Mina terdengar nyaring, membuat beberapa pelanggan melirik sekilas.

Nari hanya menghela napas dan kembali fokus pada pekerjaannya. Mina selalu seperti itu—ramai, ceroboh, tapi entah bagaimana, tetap bertahan di pekerjaannya.

“Yah, aku tak punya waktu! Hei, Nari!” panggil Mina tiba-tiba sambil menutup telepon.

Nari menoleh dengan alis terangkat. “Apa lagi sekarang, Mina?”

Mina mendekatinya dengan wajah penuh senyuman yang mencurigakan. “Aku butuh bantuanmu. Ada pesanan kue untuk acara di Hotel Grand Hyatt di Gangnam. Aku harus ke bank untuk urusan penting. Bisa kau gantikan aku mengantarnya?”

Mendengar nama hotel mewah itu membuat Nari terkejut. “Hotel Grand Hyatt? Kau serius? Kenapa kau tidak meminta Jihun saja?”

“Jihun sedang sibuk di dapur, dan kau tahu dia tak bisa menyetir,” jawab Mina cepat. “Tolong, Nari. Kau hanya perlu mengantar kue ini, menyerahkannya pada resepsionis, dan selesai. Mudah, kan?”

Nari menghela napas panjang. “Baiklah, tapi ini terakhir kali aku menutupi pekerjaanmu.”

Mina tersenyum lebar. “Kau penyelamatku!” katanya sambil menepuk pundak Nari sebelum bergegas pergi.

---

Dua jam kemudian, Nari berdiri di lobi megah Hotel Grand Hyatt. Lampu kristal besar menggantung dari langit-langit, memancarkan cahaya keemasan yang memantul di lantai marmer yang mengkilap. Nari merasa kecil dan tidak pada tempatnya dengan seragam kafe sederhananya. Ia membawa kotak besar berisi kue, yang terbungkus rapi dengan pita emas.

“Permisi,” katanya kepada petugas resepsionis, seorang wanita muda dengan rambut hitam mengkilap yang diikat rapi.

Wanita itu menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kaki, seolah-olah Nari adalah tamu tak diundang. “Ada yang bisa saya bantu?”

“Saya dari Café Maple. Saya di sini untuk mengantar pesanan kue untuk acara grand opening,” jawab Nari sambil mencoba tetap tenang meski merasa canggung.

Wanita itu mengangguk singkat dan mengarahkan Nari ke sebuah aula besar di sisi kanan lobi. “Acara berlangsung di sana. Anda bisa menyerahkan kue ini pada staf kami di dalam.”

“Terima kasih,” kata Nari, kemudian melangkah menuju aula.

Begitu ia memasuki ruangan, Nari terpesona. Aula itu dihias dengan mewah; bunga mawar putih dan ungu menghiasi setiap sudut, sementara meja-meja panjang ditutupi kain satin dengan makanan-makanan lezat yang ditata seperti karya seni. Aroma wangi daging panggang dan roti menguar, menggoda perut kosong Nari yang belum sempat sarapan.

Namun, suasana ini juga membuatnya semakin merasa tidak pada tempatnya. Ia menundukkan kepala dan berjalan cepat menuju meja yang terlihat seperti tempat untuk meletakkan kue.

“Nona, kau tersesat?”

Suara berat itu menghentikan langkah Nari. Ia menoleh dan mendapati seorang pria muda berdiri di dekatnya. Dia tampak berbeda dari orang lain di ruangan itu. Dengan setelan jas hitam yang sempurna dan aura percaya diri, dia memandang Nari dengan alis terangkat.

“Ah, tidak, saya hanya mengantar kue pesanan untuk acara ini,” jawab Nari terbata-bata.

Pria itu mengangguk pelan, tapi matanya tidak meninggalkan wajah Nari. “Namamu siapa?”

“Lee Nari,” jawabnya ragu.

Sebelum pria itu bisa mengatakan apa-apa lagi, seorang staf hotel datang menghampiri. “Tuan Kim, acara akan segera dimulai. Semua tamu sudah menunggu.”

“Tuan Kim?” gumam Nari pelan, menyadari bahwa pria di depannya bukan sembarang orang.

Pria itu tersenyum tipis. “Kim Taehyung. Jangan lupa namaku.”

Nari hanya bisa mengangguk kikuk, lalu segera menyerahkan kue pada staf hotel sebelum melangkah keluar dari aula. Ia tidak ingin berlama-lama di sana, terutama setelah merasa diperhatikan oleh pria yang tampaknya sangat penting itu.

Di luar hotel, hujan mulai turun rintik-rintik. Nari berdiri di bawah kanopi, menunggu taksi untuk membawanya kembali ke Distrik Mapo. Pikirannya masih melayang pada pertemuan singkatnya dengan Kim Taehyung.

“Dia pasti berpikir aku aneh,” gumamnya sambil menghela napas.”

To Be Continued!

Please Marry Me Mr.Kim!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang