Hati perlu diselami, tapi kata sebagian tak perlu diungkap. Itu yang Daan rasakan ketika pukul setengah dua malam mendapat telepon dari Rumah Sakit tempat Jane dirawat. Seorang perawat perempuan terbata-bata menjelaskan bahwa perempuan itu mendatangi Rumah Sakit sendirian dengan darah berceceran lalu berpesan untuk menelponnya sebelum ia tumbang. Daan dipenuhi kebingungan sendirian, haruskah ia menghampiri Jane atau memegang teguh perkataannya untuk tidak menemui wanita itu lagi pada Sonya. Hatinya sekarang seperti dibelah dua, dilema.Ia melirik Sonya yang masih tidur tenang. Dengkurannya halus, anak-anak rambut berantakan di antara pipinya yang belakangan makin gembil.
"Nya," ia mengelus lengan Sonya yang terbuka. Sonya menggeliat sedikit tapi tidurnya masih berlanjut.
"Sonya,"
"Hng?" sahut Sonya pelan tanpa membuka mata.
"Jane, masuk Rumah Sakit."
Perkataan Daan mengundang seluruh sukma Sonya untuk pulang. Wanita itu kini duduk, rasa kantuknya hilang seketika, Sonya sadar seratus persen. Satu nama itu begitu canggih, membuat semua organ dalam tubuh Sonya langsung siap siaga karena waspada.
"Kenapa?" tanyanya. Ini pukul dua malam, seekor ayam saja bahkan belum bangun tapi kenapa perempuan itu selalu membawa ketidaktenangan dalam hidup Sonya.
"Ikut aku." ajak Daan.
"Apa? nggak. Pergi saja kau sendirian."
"Kau mau membuatku berduaan dengannya?"
Sonya menatap Daan yang sudah bangkit dari ranjang. Raut wajahnya kalang kabut penuh kekhawatiran. Sonya cemburu, bahkan di pukul dua pagi pun Daan masih tak merasa keberatan untuk direpotkan oleh Jane.
Mau tak mau, Sonya ikut saja. Entah dorongan darimana yang membuatnya menyetujui ajakan Daan padahal dirinya dongkol setengah mati. Ngantuk dan kesal, selama perjalanan ia mendengus-dengus macam banteng siap menyeruduk siapa saja yang berani mengibarkan bendera walaupun bukan warna merah.
Setelah bertanya informasi tentang pasien dan nomer kamar yang dihuni oleh Jane, mereka berdua berjalan dengan langkah yang berbeda. Sonya dengan kecemburuan, Daan dengan kekhawatirannya.
Singkatnya begini, ada patroli gabungan TNI-Polri yang harus Jane ikuti malam ini, menjelang akhir tahun balap liar di jalanan juga tawuran anak-anak muda makin tidak terkendali. Ia bersama satu orang dokter militer dan enam prajurit matra darat juga enam personil dari kepolisian diturunkan ke jalan untuk menertibkan kerumunan-kerumunan juga berjaga di jalan-jalan rawan begal, karena Surabaya adalah kota dengan tingkat kriminalitas cukup tinggi. Tawuran memang ada, namun masih bisa dibubarkan dengan mudah karena rata-rata mereka hanyalah anak-anak sekolah yang otaknya belum jadi, tapi bentrok dengan para pembegal tidak bisa dielak, Mereka bersenjata tajam yang tidak bisa dilawan dengan gegabah karena bisa membawa celaka, dan mala petaka itu datang pada Jane ketika wanita itu lengah ia terkena peluru nyasar dari senapan angin salah satu pembegal di bagian perut.
Hanya ada satu rekan Jane yang menemani wanita yang belum siuman itu di kamarnya. Tapi si tentara yang menunggui Jane lekas pamit setelah kehadiran Daan bersama Sonya. Jane tak kunjung sadar, meski lukanya tidak parah tapi kata rekan Jane wanita itu kehilangan banyak darah.
Yang ada di kamar itu hanyalah kesunyian yang mencekam yang melingkupi hati Sonya. Daan juga tak berkata apapun hanya tangannya saja yang bergerak resah menggenggam tangan Sonya sambil sesekali meremasnya seperti tengah mencari suatu ketenangan.
Sonya sudah setengah tidur ketika ia mendengar suara lemah Jane yang memanggil Daan. Daan hanya menawari Jane minum namun wanita itu menggeleng tanpa suara sembari melirik sinis pada Sonya. Genggaman tangan Daan yang makin kuat hanya membuat Sonya makin gelisah, ia mencoba melepaskan tautan tangan mereka tapi Daan menahannya kuat-kuat. Tak peduli dengan tatapan bengis yang Jane layangkan pada mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into You, I Melt
RomanceKisah mereka yang berangkat dari suatu hal tidak menyenangkan dan berakhir serba membingungkan.