MAIRA POV
Suara alunan piano menggema keseluruh ruangan. Rasa sedih, kesal, dan amarah bercampur menjadi satu. Luapan emosi yang aku pendam terbang bersama iringan musik. Jariku terus menari di atas tuts piano membentuk sebuah melody.
Aku bukanlah seorang profesional dalam musik. Hanya seorang amatir yang belajar secara otodidak. Tapi aku begitu mencintai musik. Karena inilah caraku meluapkan emosiku. Musik adalah temanku, Cerminku, tempatku meluapkan segala emosi dalam diri.
Rasa sakit dan marah, kenangan saat aku bertemu dengan Yvonne tadi siang ikut terbang bersama dengan melody yang keluar. Hingga saat hatiku mulai tenang, lagu ini mancpai ujung perjalanan.
Jariku masih tetap tidak berpindah dari Tuts piano yang indah. Nafasku tersenggal, aku lelah tapi hatiku menjadi lebih tenang.
Prok- prok- prok-
Suara tepuk tangan menyadarkankanku. Aku menoleh ternyata Si Sulung sudah pulang. Dibelakang juga ada kak Riana yang mengikuti.
"Keren sekali Maira. Hebat, musik yang sangat indah" Kak Belinda memberi pujian dengan semangat. Dia mengacungkan kedua jempolnya padaku. Senyumnya sangat lebar hingga mata Sipit itu kini menghilang.
"Terimakasih kak" Ucapku sedikit malu dengan antusias kak Belinda.
"Suatu saat kamu pasti menjadi musisi yang sangat hebat" pujian mengalir lancar dari mulut kak Belinda. "Tapi kenapa kamu belum tidur? Ini sudah larut, Jika mau jadi profesional istirahat dan bekerja harus seimbang"
Ya, inilah Si Sulung. Setelah memuji dia kembali berceramah. Padahal mereka sendiri juga selalu pulang larut.
"Ini juga mau istirahat kak" Jawabku asal.
"Baguslah kalau begitu. Yang lain pasti juga sudah beristirahat."
"Cuma kak Binar sama Nasya. 2 lainya belum pulang." Keluhan mengalir lancar dalam mulutku. Aku sendiri sedikit terkejut setelah mengatakan itu.
Kulihat raut wajah kak Belinda berubah, ada rasa terkejut dan kemarahan disana.
"Apa maksudmu Ra?" Kak Belinda menatapku meminta jawaban.
Lidahku tiba tiba menjadi kelu. Sangat sulit menjawab pertanyaan sederhana dari Kak Belinda. Aku melirik kearah Kak Riana untuk meminta bantuan. Tapi Kak Riana hanya diam menatap kami.
"JAWAB KAKAK MAIRA! KENAPA YVONNE DAN OPHELIA BELUM PULANG?!"
.
.
.
.
.
.
.tick- tock- tick- tock-
Detak suara jam dinding menjadi lagu yang menghiasi kesunyian.
Terduduk diam melihat kearah semua orang. Kak Belinda yang sedang menunduk dengan tangan menutup wajah Cantiknya. Si Sulung terlihat sangat frustasi setelah mendengar keseluruhan cerita.
Disisi Sofa lain ada Nasya yang mencoba bersembunyi di balik tubuh kak Binar. Gadis kecil itu terus memegang lengan kak Binar. Dia begitu ketakutan dengan situasi saat ini. Ini mungkin pengalaman yang tidak pernah dia rasakan dirumahnya sendiri.
Teriakan menggelegar dari kak Belinda membangunkan seluruh penghuni rumah. Termasuk Kak Binar dan Nasya. Teriakan itu sangat menakutkan aku kembali gemetar ketika mengingatnya.
Ku alihkan pandanganku ke Sisi sofa yang lainya. Satu-satunya orang yang tetap tenang dalam kondisi ini, kak Riana. Selama tinggal disini aku belum pernah melihat kak Riana kelihalangan ketenangannya. Seakan semua masalah yang ada disini tidak ada urusannya dengan dia.
Entah itu karena sifatnya atau dia tidak peduli? Tapi karena kak Riana, kak Belinda bisa lebih Tenang. Kak Riana juga yang mendudukkan kami disini untuk memperjelas cerita sembari menunggu kedua saudari Silverlake pulang.
Ditengah keheningan ini, samar samar aku mendengar langkah kaki mendekat. Sepertinya salah satu tersangka utama kita sudah pulang.
"Dari mana Yvonne?"
Sambutan hangat kak Belinda menyambut kedatangan tersangka kita.
Langkah Yvonne berhenti, dia menatap pada kami semua.
"Dari mana Yvonne?" Kak Belinda kembali menanyakan pertanyaan yang sama. Kali ini dengan sedikit penekanan.
"Ada Urusan."
"Urusan apa yang buat kamu selalu pulang larut?"
"Apa urusannya sama Lo?"
"Aku yang tertua disini Yvonne, kakak kalian. Kalau Ada apa apa sama kalian itu tanggung jawabku"
"Heh" Yvonne tersenyum sinis. "Sepertinya kalian suka sekali dengan permainan Rumah-rumahan ini. Kalau suka main aja sendiri, gak usah ikut campur urusan orang"
"Kamu tinggal dirumah ini, berarti kamu ikut aturan dirumah ini." Kak Belinda menatap Yvonne dengan tegas. Kalimat ini tidak hanya untuk Yvonne tapi untuk kami semua.
"Hahahaha"
Perkataan Kak Belinda tidak membuat Yvonne gentar, justru malah membuatnya semakin sinis.
"Bukankah sebelumnya kalian tidak peduli? Sebelumnya kita jalani urusan kita masing masing? Kita hanya sebatas orang-orang tinggal dirumah yang sama? Kenapa sekarang tiba tiba peduli?"
Nada suaranya seakan ada rasa kecewa? Apa awalnya dia juga berharap kami bisa menjadi keluarga?
Yvonne menatap kami sebentar kemudian berbalik hendak pergi kekamar.
"Yvonne aku belum selesai bicara. Juga dimana Ophelia?"
Langkah kaki Yvonne berhenti setelah mendengar kak Belinda. Dia berbalik, kalian ini bukan tatapan sinis yang muncul dari manik mata indah itu. Melainkan Rasa terkejut dan tanda tanya.
.
.
.
.
.
.
.
-------
House of Hope
KAMU SEDANG MEMBACA
House Of Hope
Fiksi PenggemarDatanglah dan tinggal didalamnya, maka semua harapanmu akan terwujud. "omong kosong!! siapa yang akan percaya dengan penipuan seperti ini!!." "Gimana kalau kita coba ini?" "Menarik" "Semoga ini bisa jadi solusi" "Mari kita coba, tidak mungkin lebih...