5 | Hengki

714 194 10
                                    

Vote dulu ... hehe, kangen nggak sama gue? Baru up lagi nih

Oke, sekarang langsung aja!

Happy reading!

.

.

.

"Anjiir ... lama banget ngakat telponnya? Baca WA gue astagaa ...," gerutu gue detik Hengki angkat panggilan di seberang sana.

Dia ketawa. "Ya sorry, gue masih kerja, Dip ... baru sempet buka HP ini," jawabnya.

"Baru selesai kerja? Ini jam sepuluh, babi! Boss lo nggak ngotak amat ngasih lo tambahan waktu, kan dia tahu lo masih sekolah!" maki gue ke bos Hengki yang nggak waras itu, gila kali om-om itu mempekerjakan Hengki semena-mena, biasanya jam sembilan udah pulang soalnya.

Tapi Hengki malah ketawa garing doang denger gue marah-marah sekarang, sialan emang.

"Balik nggak lo! Tolong bantuin gue ngerjain PR nomer tiga, matematika jam pertama besok kalau lo nggak inget."

"Ee ... nanti agak maleman bisa nggak, Dip? Gue juga belum ngerjain, sih ... tapi ini gue bawa di tas, kok ... gue bawa buku PR gue."

"Eung? Lo nggak pulang? Lo mau ke mana lagi anjir, udah malem." Sedikit curiga, jangan-jangan ini anak mau ambil job lagi nih di tempat lain.

"Hehe ... anu, gue mau nge-cat tebok TK Yakobus," sedikit cengar cengir gue tahu pasti dia di seberang sana. Nadanya ringan, tapi nggak tahu di dada gue rasanya berat.

Gue tarik napas dalem.

"Anu! Kalau lo mau tidur, tidur aja ..." potongnya sebelum gue mau ngomong, "besok pagi-pagi banget gue bisa ke rumah lo, nanti lo nyalin aja PR gue. Gimana? Kita nggak bisa vc-an dulu buat ngerjain tugas bareng ... gue harus-"

"Tunggu, gue ke situ." Lalu gue matiin sambungan sepihak. Kemasin buku PR dan alat tulis di hadapan buat gue masukin ke tas terus raih kunci mobil di atas nakas. Keluar rumah dan kebetulan emang mobil belum gue parkirin ke garasi jadi bisa langsung pergi.

Iya, Hengki itu paling pinter di antara kami bertempat, dia banyak ngajarin gue mata pelajaran apa pun yang nggak gue bisa, gue selalu chat dia kalau ada soal sulit yang perlu gue selesaiin dan dia pasti bakalan ngajarin dengan senang hati langsung vidio call gue kasih tutor menyelesaikannya.

Tapi gitu, Hengki bisa dikatakan kurang beruntung, ayahnya setruk, dan ibunya buruh cuci rumah tangga sementara dia masih punya dua adik. Jadi mau nggak mau dia ambil kerja part time buat bantu ekonomi keluarga.

Masih sambil hela napas dan nggak habis pikir gue nyamperin Hengki ke tempat kerjanya, kebetulan itu coffee shop nggak jauh, 15 menitan nyampe kalau dari rumah gue.

Tepat sampai di depan Coffee shop tanpa gue masuk ke pelataran, Hengki nyerngir nunjukin seluruh barisan gigi rapinya, dia jalan mendekat dengan bawa dua cup kopi di kedua tangannya yang dia angkat setinggi dada kasih liat ke gue.

Gue yang buka kaca jendela mobil dan nyorot dia ini cuman kerutin idung isyarat gue jengkel ceritanya.

Hengki masuk dan duduk di sebelah gue. "Mau yang latte atau kayu manis?" Dia sodorin keduanya. "Atau mau cicip dulu dua-duanya biar bisa milih." Dia lalu sibuk tusukin sedotan ke dua kopi itu.

Gue lajuin mobil lagi.

"Cicip dulu mau yang mana?" Dia sodorin satu-satu buat gue sedot gantian meski tetep pasang muka jengkel datar dan fokus ke jalan.

"Latte atau kayu manis?" tanya Hengki lagi dengan masih sepenuhnya nyerongin tubuh hadap gue.

"Latte," jawab gue.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dipta and 3 IdiotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang