Seorang pria berkulit coklat tertawa puas setelah dirinya bertemu dengan teman lamanya. Pria itu tidak menyangka kalau sahabatnya telah kembali ke Indonesia setelah hidup di Belanda dalam waktu yang lama.
"Bukannya kau sudah nyaman tinggal di Belanda?" tanya pria berkulit coklat sambil mempersilahkan pria itu dan anaknya menaiki kapal miliknya.
"Yah, kau tahulah Doyok. Aku kembali ke Indonesia karena ada pekerjaan yang mendadak. Lagipula, aku juga kangen dengan negaraku sendiri," balas pria dengan membawa beberapa kotak berisi catatan penelitiannya.
Seusai menaruh beberapa kotak ke atas kapal. Pria itu meminta anak perempuannya menaiki kapal secara perlahan. Dia agak khawatir dengan anaknya yang kikuk.
Doyok bertanya pada Dika. Apakah pria yang bekerja sebagai peneliti itu mempunyai barang tambahan atau tidak hingga membuatnya menunggu dengan waktu yang lama. Sebab Doyok tidak ingin pulang kemalaman dengan cuaca di laut yang tidak menentu.
Dika menggelengkan kepala dan menunjukkan jempolnya dengan mantap. Semua peralatannya sudah dia masukkan ke dalam kotak. Kemudian dia menyodorkan sebuah minuman kopi kaleng kesukaan Doyok.
"Kau pikir, aku akan menerima ini? Zaman sekarang butuhnya duit kali," ejek Doyok dan mulai menyalakan baling-baling kapalnya.
Dika tertawa melihat tingkah laku Doyok yang terlihat tidak berubah, "Siapa yang ingin menyogokmu dengan kopi murahan itu? Aku memberikan kau kopi ini sebagai tanda pertemuan pertemanan kita yang abadi."
Mendengar penjelasan Dika. Doyok membuka minuman kopi kaleng dan mulai meneguknya. Dia merasa lega karena dirinya sudah lama tidak meminum minuman kopi kaleng tersebut.
Disisi lain, seorang gadis dengan rambut panjang pirang menatap daratan yang menjauhi kapal mereka. Biasanya orang akan gembira saat pulang ke kampung halaman mereka. Namun, berbeda dengan gadis itu. Dia masih memikirkan tentang ekspresi ayahnya yang mematung seusai membaca sebuah surat dari Brazil.
Gadis itu bercita-cita ingin menjadi peneliti lautan seperti ayahnya. Dia selalu melihat dokumentasi penelitian ayahnya yang terlihat menyenangkan. Tetapi, malam itu, tatapan ekspresi ayahnya yang melihat surat dari seorang peneliti lautan asal Brazil membuat rasa penasaran gadis itu sangat memuncak.
Keanehan lainnya disaat ayahnya melarang dirinya ikut ke Indonesia. Ayahnya melarang gadis itu untuk ikut bukan karena khawatir tentang tidak bisa berbahasa Indonesia. Ayahnya menjelaskan kalau semuanya terkait pekerjaan dalam bidang peneliti laut.
Secara tiba-tiba, Dika menghampiri anak perempuannya yang sedang menatap daratan di kejauhan. Dika mengelus rambut anak perempuan satu-satunya itu dengan wajah yang ketakutan.
"Ada apa, Ayah?" tanya gadis itu, "Apakah semua ini terkait surat itu?"
"Aku sebenarnya tidak ingin membuatmu terseret, Vera," balas Dika dengan suara yang bergetar, "Aku sudah cukup menderita karena kehilangan Ibumu dan Kakakmu yang menjadi korban dalam kecelakaan itu. Sebab itulah, Ayah tidak ingin kehilangan siapapun lagi."
"Kalau begitu, aku juga tidak ingin kehilangan Ayah...." kata Vera dengan suara yang pelan.
Di tengah hubungan ayah-anak yang menghangatkan. Doyok memotong momen itu karena penasaran dengan arah yang ingin dituju oleh Dika. Sebab sejak awal, Dika tidak pernah memberitahunya.
Dika langsung berdiri dan membuka kotak yang dia bawa. Dia membuka secarik kertas bergambar peta yang sudah ditandai oleh dirinya. Melihat peta yang berbentuk kertas membuat Doyok tertawa kecil.
Doyok mengkritik pemikiran Dika yang kuno karena masa sekarang internet sudah menjangkau lautan. Cukup dengan membuka ponsel, semua orang dapat melihat peta yang dipancarkan dari satelit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heat Zone
Ficção CientíficaSuatu wabah misterius melanda kota terpencil yang berada di pinggir pantai. Wabah ini diduga berasal dari teritip jenis baru yang menginfeksi tubuh ikan. Orang yang terinfeksi langsung jatuh sakit. Semuanya semakin berantakan disaat orang-orang yang...