14. Tiga Telur Dari Dua Tangga Nada

0 0 0
                                    

Angin bertiup kencang membawa hawa dingin yang menyelimuti hutan malam itu. Membuat sebagian makhluk enggan keluar dari sarangnya. Namun ada seekor Ibu Burung Kukuk yang dengan mengendap-endap mendekati sebuah pohon mangga besar ditengah hutan. Ternyata ada sarang seekor Burung Pipit disana. Melihat sang pemilik sarang tak ada ditempatnya, Ibu Burung Kukuk dengan cepat menaruh dua buah telurnya di sarang itu.

Begitulah seekor Burung Kukuk melepas tanggung jawabnya sebagai orang tua. Ia akan menaruh telurnya ke sarang burung lain agar anaknya dibesarkan dan diasuh oleh sang pemilik sarang. Anak Burung Kukuk yang malang tak akan pernah tau fakta bahwa yang merawatnya bukanlah ibunya yang asli.

Setidaknya itulah yang terjadi pada anak burung kukuk lainnya. Entah karena ada kaitannya dengan cuaca dan musim yang berganti tak menentu saat itu, seekor Anak Burung Kukuk yang baru saja menetas mengedipkan matanya beberapa kali ketika melihat induk Burung Pipit sedang mengasuhnya. Ada perasaan ganjal di hatinya. Anak Burung Kukuk dengan warna hitam dan corak seperti petir di sayapnya itu melihat sekitarnya. Ada dua ekor anak burung lainnya disana. Satu berpenampilan persis seperti dirinya, satunya lagi mirip dengan sang ibu.

"Hai Kuna" sapa sang ibu kepada dirinya sambil mengelus kepala sang anak.

'Ah, ternyata namanya adalah Kuna' pikir Anak Burung Kukuk tadi. Semua pikiran awalnya tentang perbedaan penampilan dirinya dengan beberapa saudaranya yang lain tadi langsung melayang begitu saja. Kasih sayang dari sang ibu yang ditujukan padanya membuat ia melupakan hal lain dan hanya ingin merasakan kasih sayang itu saja.

Beberapa waktu berlalu. Ketiga anak burung dengan rupa yang berbeda itu menginjak usia remaja. Walau diasuh dengan kasih sayang yang sama rata, mereka tumbuh menjadi pribadi yang berbeda-beda. Kuma, tumbuh menjadi seekor anak burung yang pintar, bijaksana, dan rajin membantu ibunya. Saudaranya yang mirip dengan sang ibu, Vina, tumbuh menjadi anak yang ceria, suka membantu, dan memilki rasa penasaran yang tinggi. Sementara saudara Kuma yang mirip dengan dirinya, Kuna, tumbuh menjadi anak yang egois, dan pemalas.

Ketika Kuma menghabiskan waktunya untuk belajar atau membantu sang ibu mencari makan bersama Vina, Kuna akan bermain seharian sampai tiba waktunya makan. Setelah makan ia akan kembali bermain hingga matahari tenggelam. Hal itu membuat sang Ibu sering memarahi Kuna. Sang ibu takut itu akan menjadi kebiasaan sang anak hingga dirinya tiada.

Namun Kuna tak pernah mengubah sikapnya. Ia hanya menganggap peringatan dan kemarahan sang ibu sebagai sesuatu yang tak perlu dituruti. Toh walau tak perlu melakukan apapun ia bisa makan tepat waktu setiap harinya karena ada sang ibu dan dua saudaranya itu yang akan mencarikan makanan untuk dirinya.

Hingga pada suatu pagi yang ditutupi oleh awan gelap, ketika Kuna sedang duduk-duduk didekat rawa seperti biasanya, seekor burung tua menghampiri dirinya. Burung itu berpenampilan persis seperti dirinya. Hal itu membuat Kuna terkejut, namun beberapa kemudian menganggapnya lucu. Ia tertawa didalam pikirannya hingga sang burung tadi mengatakan suatu hal yang membuat dunianya seperti hancur seketika.

"Anakku? Kau adalah anakku yang malang" ucap seekor burung kukuk tua sambil memeluk Kuna.

Kuna yang terkejut langsung menghempas pelukan burung itu. "Apa-apaan kau ini? Aku ini bukan anakmu! Kau lihat pohon mangga disana? Itu rumahku, seekor burung pipit yang tinggal disana adalah ibuku!" Teriak Kuna penuh kesal.

Burung kukuk itu menangis, "iya, aku sengaja meninggalkanmu disana karena aku dulu tak siap membesarkanmu. Akan tetapi, ibu sungguh merindukanmu nak..."

"Berhenti memanggil dirimu ibu! Ibuku hanya satu! Enyahlah, aku bukan anakmu!" Setelah mengatakan itu Kuna langsung terbang kembali ke sarangnya.

Kuna menjadi gelisah sendiri setelah mendengar perkataan burung kukuk tadi. Bahkan setelah kepulangan ibu dan kedua saudaranya Kuna tak bisa menyembunyikan perasaan gusar itu. Kini ia melihat segalanya menjadi sesuatu yang berbeda. Pantas saja dia dan Kuma tak mirip dengan sang ibu. Penglihatan Kuna menjadi hitam, kini apapun yang dilakukan ibunya kepada Vina dianggap kasih sayang berlebih karena Vina adalah satu-satunya anak kandung. Kuna berpikir keras untuk melakukan sesuatu yang bisa membuat dirinya tak dibuang suatu saat nanti. Lalu muncullah sebuah rencana jahat di kepalanya.

'Kuma pasti akan berterima kasih kepadanya suatu saat nanti' batin Kuna.

Keesokan paginya, tak seperti biasa, Kuna merengek mengajak Vina bermain bersamanya. Biasanya dia tak pernah melakukan itu. Vina tentu saja menolak karena dia lebih suka membantu ibunya. Atau belajar bersama dengan Kuma. Akan tetapi Kuna berjanji akan memperlihatkan fenomena alam yang sangat menakjubkan kepada Vina. Karena penuh dengan rasa penasaran akan hal baru Vina langsung menyetujui ajakan Kuna. Ibu mereka pun tak melarang dan membiarkan saja keduanya bermain hari itu.

Pergilah Kuna dan Vina ke tempat yang jauh dari sarang mereka. Disanalah Kuna ingin melancarkan aksinya. Tempat yang mereka datangi adalah tempat para pemburu liar sering menembaki burung yang lewat. Kuna berniat menjadikan umpan agar Vina dapat dibidik oleh para pemburu.

"Kau harus memutari pohon jambu ini selama tujuh kali, aku akan menunggu dibalik semak-semak itu" ujar Kuna menginstruksikan kepada Vina. Vina mengangguk setuju, ia tak memilki pikiran buruk tentang saudaranya itu.

Akan tetapi, yang tak diketahui oleh Kuna adalah Kuma mengikuti mereka dari jauh. Kuma tahu persis tempat seperti apa yang mereka datangi itu. Melihat Vina yang mulai memutari pohon jambu membuat Kuma dengan cepat terbang mendekati Vina dan mengajaknya menjauh dari tempat itu. Sementara Kuna yang terkejut melihat penampakan itu langsung keluar dari tempatnya. Bagai bom waktu, tepat saat Kuna keluar dari persembunyiannya seekor pemburu datang dan menembak tepat di sayapnya. Kuna yang malang langsung terkapar di tanah.

Mendengar suara tembakan, Vina dan Kuma dengan cepat mendatangi asal suara itu. Karena Vina teringat Kuna yang bersembunyi di semak-semak. Dan benar saja, mereka melihat tubuh Kuna yang terkapar dengan darah melumuri sayapnya. Vina dan Kuma pun langsung menggendong saudaranya itu, menjauh dari kejaran sang pemburu.

Kuma dan Vina membawa Kuna ke sarangnya. Dengan pengetahuannya tentang obat-obatan dengan cepat Kuma mencari dedaunan yang bisa dipakai untuk mengobati Kuna. Setelah sadarkan diri Kuna menatap kedua saudaranya itu. Perasaan malu dan bersalah mendekap hatinya erat. Kenapa kedua saudaranya itu masih mau menyelamatinya?

"Apa yang tadi ingin kau lakukan?" Tanya Kuma.

"Maaf Kuma, tidak, maaf Vina. Tahukah kamu?bahwa aku dan Kuma bukanlah saudara kandungmu. Seekor burung kukuk baru memberi tahuku fakta itu kemarin. Aku takut ibu akan membuangku suatu saat nanti" ujar Kuna sambil terisak.

Baik Kuma dan Vina hanya terdiam. " Dasar bodoh, kau pikir ibu tak tahu itu?" Ucap Kuma. Dengan cepat kepala Kuna mendongak terkejut. Apakah ibunya mengetahui hal itu?

"Ibu mengetahuinya. Aku belajar tentang spesies kita, dan bertanya kepada ibu karena jelas kita adalah spesies yang berbeda dengan ibu. Ibu menjelaskan kalau dia tahu seekor burung kukuk menaruh telur di sarangnya, namun ia merawatnya dengan baik. Kau merasakan hal itu juga kan?" Jelas Kuma kepada Kuna.

"Betul, mau bagaimanapun kita telah besar bersama, kita adalah saudara mau bagaimanapun asalnya" susul Vina.

Ucapan kedua saudaranya sungguh menohok bagi Kuna. Berkali-kali ia menyesali perbuatannya yang kekanak-kanakan dan egois itu. Ia kembali meminta maaf kepada Vina dan Kuma. Mereka bertiga merahasiakan kejadian itu dari ibunya. Mulai saat itu juga Kuna bertekad mengubah sikap kekanak-kanakannya. Ia akan menujukkan kasih sayangnya kepada ibunya yang merawatnya. Sejak saat itu juga Kuna mengubah sikap malasnya, ia kini menghabiskan waktu untuk membantu ibu dan saudaranya mencari persediaan makanan.

Kidung Rimba: Lantunan Kisah Tak Terukir Para Fauna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang