"Setidaknya, aku mau menjadi ibu sebelum mati."
"Maaf ya, Akio," ucapku dengan lirih.
Aku dengan kesadaran yang perlahan hilang dikelilingi Akio, Mahoro, Katsuma, dan Sakuya.
"Maaf, kakak gagal menjadi kakak yang baik. Begitu saja sudah gagal, apalagi kakak yang mencoba menjadi sosok ibu untuk Akio. Selalu begini..." Aku tersenyum, lalu aku pun mengusap Akio yang memeluk erat diriku yang bersandar di perbatuan. "Kakak juga harus meminta maaf pada Hikari, karena tidak sempat mengucapkan selamat tinggal."
Akio menggeleng.
Aku mengusap pipi Akio yang basah. "Akio pria yang hebat, kakak tunggu Akio berhasil jadi hero hebat, ya. Aduh, jadi teringat kakak yang menghadiri pertemuan orangtua kelas Hikari. Kakak malah dikira ibu Hikari, lalu dibicarakan ibu-ibu bahwa kakak terlalu muda untuk menjadi seorang ibu—Kakak seibu-ibu itu, kah?" tanyaku sambil tertawa lemah.
Akio menangis tanpa suara, dia menggelengkan kepalanya.
Katsuma memegang tanganku, dia berusaha mengobatiku. "Katsuma, tidak perlu, itu sia-sia," ucapku.
Sakuya duduk menatapku kosong. Tapi aku tahu dia sangat terpukul. "Maafkan aku, Sakuya, karena membuatmu merasakan banyak hal menyakitkan," ujarku.
Bakugo dan Todoroki berjalan tertatih ke arahku. "Quirk-mu berhasil membunuh Nine," ujar Todoroki pelan. "Tapi—" Todoroki terhenti, dia menangis.
"Bodoh! Bodoh! Untuk apa? Sok pahlawan? Kau akan mati?! Yang kau lakukan tetap hal bodoh!" teriak Bakugo kesal.
Todoroki menoleh pada Bakugo, dia tidak mengerti darimana datang ucapan kasar Bakugo di saat begini. "Hei, hentikan," ucap Todoroki.
Aku tertawa lirih, tawa yang mengandung keletihan. "Terima kasih, sudah mengkhawatirkan aku," ucapku sambil tersenyum lemah. "Terima kasih..." ulangku dengan lemah.
Aku menutup mataku.
Kau tidak perlu mati dan bereinkarnasi untuk bahagia.
Seterah apa katamu.
Ami? Stop mendongkol, dan dengarkan aku. Aku mau jadi motivator barangkali sebentar. Dengarkan dan berhenti mendongkol. Oke, ulang.
"Kamu tidak perlu mati dan bereinkarnasi untuk bahagia, Kaguya... Maksudku, Ami."
Aku terbelalak. Aku mengangkat kepalaku susah payah. Di depanku berdiri Ami, sosok Ami. Tanpa kusadari sekeliling sudah kosong. Hanya aku dan Kaguya di sini. Aku panggil Kaguya, oke? Soalnya diakan dulunya memang Kaguya dan aku dulunya Ami.
Aku menatapnya.
Dia menatapku.
"Kamu mendatangiku karena aku akan mati?" tanyaku. Lalu aku terkekeh lemah.
"Barangkali iya," jawabnya. Dia kemudian mengusap wajahnya, kemudian menatapku lamat-lamat. "Tapi barangkali aku hanya sekadar mampir."
Aku mengangguk. "Apa yang akan terjadi setelah ini? Aku benar-benar tiada atau kembali ke tubuh yang sekarang kamu gunakan itu?" tanyaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALICE IN BOKU NO HERO / {BNHAxOC}
Fantasía(Jangan baca dulu, karena aku dalam proses penelitian dan analisis terhadap karakter di boku no hero.) "Apa yang sebenarnya yang ingin disampaikan jiwa kedua itu?" Gadis itu mati. Gadis kecil yang bernama Ami itu mati. Ia ad...