☘️☘️☘️
Jingga yang sudah terduduk lemas bersandar di balik pintu, merasa lega saat mendengar suara seseorang di luar sana. Dia berusaha berteriak sekuat tenaganya, agar orang itu mendekat dan menolongnya."Tolong ...."
Dengan napasnya yang tersisa, Jingga meminta tolong pada orang yang ada di luar. Beberapa saat kemudian, terdengar suara tidak asing yang memanggil namanya. "Jingga? Kamu di sini?"
Hati Jingga semakin lega, bibirnya tersenyum tipis saat mendengar suara pemuda itu yang seperti secercah harapan untuknya. Di saat dia berada dalam keadaan genting.
"Langit ... ini aku ..." lirih Jingga sambil menggedor-gedor pintu dengan tenaganya yang tersisa.
Kepalanya berdenyut sakit, wajahnya dipenuhi keringat dingin dan dadanya terasa sesak. Inilah yang terjadi apabila asmanya kambuh. Jingga merasa, kalau sebentar lagi dia akan segera kehilangan kesadarannya. "Sa-sakit ..."
"Minggir dari pintu, Jingga!" seru Langit dari luar ruangan pengap itu.
Tubuh Jingga bergeser dengan lemah dari balik pintu, agar Langit bisa membuka pintunya. Tak lama kemudian, suara pintu terbuka itu terdengar kencang, karena Langit mendobrak pintu tua itu dengan kakinya. Bukan mendobrak, lebih tepatnya menendang pintu itu.
"Jingga!" Kedua mata Langit terbuka lebar, saat melihat Jingga tampak kesakitan, terbaring dengan posisi tubuh memiring dan memegang dadanya.
Wajahnya begitu pucat, terlihat dari bibirnya yang putih dan basah oleh keringat. Jingga gemetaran, tapi yang paling membuat Langit khawatir adalah napas Jingga yang tersengal-sengal.
"Haah ... haahh ..."
Pemuda itu menaikkan kepala Jingga ke atas pangkuannya, mencoba untuk menenangkannya. "Inhaler kamu mana? Kamu bawa, kan?"
Inhaler itu sendiri Obat yang berbentuk semprotan yang digunakan untuk mengatasi serangan asma. Inhaler dapat mencegah dan meredakan serangan asma. Inhaler memiliki beberapa jenis, seperti dosis terukur, serbuk kering, dan kabut lembu. Jingga memilki benda itu dan Langit tahu, kalau Jingga punya penyakit asma.
"La-Laura ...haahh ... dia yang ..."
Belum sempat Jingga menyelesaikan perkataannya, gadis itu sudah jatuh tak sadarkan diri. Kedua matanya terpejam, tangannya terkulai lemah. Langit panik melihat Jingga tidak sadarkan diri.
"Jingga! Jingga!"
"Damn!" desis Langit. Pemuda itu lalu menggendong Jingga, sekilas wajahnya terlihat marah. Ya, dia marah karena nama Laura disebut oleh Jingga. Pasti gadis itu yang sudah berulah.
Beberapa siswa dan guru melihat Jingga digendong oleh Langit. Dia melewati lorong dan ruang guru.
"Langit. Jingga kenapa?" tanya pak Eko seraya menghampiri Langit dan Jingga. Pak Eko terlihat mengkhawatirkan murid kesayangannya itu yang tidak sadarkan diri digendongan Langit.
"Asmanya kambuh Pak. Saya harus segera bawa dia ke rumah sakit," jelas Langit singkat, dengan raut wajah khawatirnya yang terpatri jelas.
"Naik mobil saya aja. Saya yang akan antar. Ayo!"
Langit tidak memiliki waktu untuk menolak tawaran dari pak Eko untuk menolong Jingga. Dia tidak boleh menolaknya, karena Jingga sangat membutuhkan pertolongan dengan cepat.
Kemudian Langit dan Pak Eko membawa Jingga ke rumah sakit. Langit bersama dengan Jingga dikursi belakang, sementara Pak Eko di depan dan menyetir mobil. Beberapa siswa-siswi melihat kepergian mereka dari sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Biru Jingga
Teen FictionDi malam pertama pernikahannya, Jingga dikhianati dan dihabisi dengan kejam oleh kedua orang yang dia sayang. Namun, Jingga tidak benar-benar mati, dia terbangun dan kembali ke masa lalu, saat usianya 17 tahun. Aneh tapi nyata, dia benar-benar kemb...