"aku tahu dunia itu sulit untuk dipahami, tapi apakah seorang manusia boleh terus menerus di permainkan oleh dunia?"
-Tania Syifa Alkhaizan-Sesampainya gadis itu di rumahnya, ia langsung dihadiahi tatapan tajam oleh ayah dan kakak laki-laki nya.
"....ap-"
*plak
Sebuah tamparan mendarat di pipi gadis itu sehingga kepalanya tertoleh ke samping.
"saya sudah bilang berapa kali untuk fokus pada nilai mu! Apa kau masih tidak mengerti Tania?!"
Sang kepala keluarga berkata dengan tegas dan lantang. Sedangkan sang kakak hanya duduk di sofa sambil memainkan ponselnya, acuh tak peduli dengan adiknya yang dimarahi bahkan disakiti
"pah... Nia udah-"
"sekali lagi papa melihat nilai akademik mu hancur, papa akan beri pelajaran untuk kamu! Ingat itu." sang papa pergi keluar dari rumah, dan kembali menuju kantornya.Tania tertunduk lesu, ia melirik kakaknya.
"kak..." lirih Tania
Dhika hanya diam dan beranjak dari duduknya. Ponsel yang digenggam nya kembali dimasukkan ke dalam saku almamater nya lalu pergi keluar dari rumah meninggalkan Tania seorang diri.
"lagi lagi... Mereka kembali ke rumah cuma buat nyakitin gue. Selalu seperti itu..."
Tania meneteskan air mata nya, ia menatap kertas nilai ujiannya yang turun dari sebelumnya. Ia mengusap air matanya dan berjalan menuju kamarnya. Dia membanting tubuhnya ke ranjang dan menghela nafas berat. Gadis itu menatap langit langit kamar nya dengan sayu.
"lama-lama mental gue hancur juga..."
Gadis itu tertawa tanpa sebab sambil memandangi bingkai foto di dinding, foto satu keluarga lengkap dengan kehangatan dan senyum yang dipancarkan oleh setiap orang di dalamnya. Tapi apakah kehangatan itu akan kembali? Kapan lagi dirinya bisa merasakan semua itu? Apa benar dia hanya seorang pembunuh? Apa benar dia hanya seorang pembawa sial?.
Ayahnya selalu diam dan tak peduli, dia lebih baik dipukul atau disiksa daripada didiamkan atau tak dianggap ada, karena tindakan itu justru lebih fatal mengakibatkan mental dan batin nya rusak secara perlahan karena rasa bersalah, putus asa dan kesedihan yang terus mendominan terhadapnya.
"...... Gue emang goblok!"
Tania segera mencari sebuah benda yang selalu berhasil membuat dia tenang dan terlampiaskan.
"Gue benci diri gue sendiri!" gadis itu mulai menggores lengan nya dengan silet tajam andalannya
Darah mulai bercucuran menetes pada lantai membuat abstrak yang tak beraturan di keramik putih itu. Tania tersenyum sambil memandangi tangannya yang terdapat cukup banyak goresan disana. Sejenak dia terdiam lalu segera menaruh kembali silet itu.
"... Fallera pasti bakal tau... Kalau gue nyakitin diri lagi" lirih nya
Tania selalu bermain rapih dalam menyembunyikan luka fisik maupun batin, tapi kenapa dia harus selalu ekstra dalam menyembunyikan semua itu terhadap sahabat yang dia kenal selama 3 SMP itu?. Fallera terlalu peka dan memiliki insting yang sangat kuat terhadap suatu perasaan seseorang. Tania harus lebih berwaspada pada temannya itu.
Gadis itu segera menuju ke kamar mandi, membasuh lukanya dan memperban luka luka itu.
"Mau gimana pun, gue gak suka ngeliat temen gue khawatir in orang yang bahkan gak pantas di pandang ini"
🐣
"Huft... Capek banget gue hari ini..."
Dengan lesu dia membuka pintu rumah nya. Dia langsung disuguhi sebuah sapu, pengki, dan kain lap. Gadis itu mengernyit menatap ibunya yang tiba-tiba menyodorkan alat alat tersebut
"Kenapa mah?" tanya nya heran
Sang ibu menatap tajam putri tunggalnya itu.
"Anak mu buang tai di mana aja!" ketus wanita paruh baya itu
"Anak? Nay gak punya anak, gimana mau punya anak? Belum kawin, nikah aja gak"
"Ck.. Bukan gitu maksudnya cantik.."
Tiba-tiba seekor kucing putih anggota melintas di belakang ibu Naura
"Nah! Dia buang air besar dimana aja tuh!!" ibu Naura menunjuk kucing kesayangan Naura dengan tatapan permusuhan
"Leo? Ah masa sih" Nayra tidak percaya
"Mau ibu masukin tai nya ke dalam mulut kamu Nay?" sang ibu kesal dan langsung memberikan alat alat kebersihan yang digenggam nya
"Sekarang bersihin pup nya Leo! Jangan ada yang tersisa dan harus kinclong!"
Sang ibu pergi meninggalkan Nayra yang bete sambil menggenggam pengki dan sapu di tangannya.
"Ck yaelah si Leo pake berak dimana aja! Gue kan capek bjir! Aaargh!!" batin Nayra menjerit
Gadis itu menaruh tasnya ke sofa, lalu menghampiri sudut ruangan yang ada lemari besar di dekatnya. Tercium bau tidak sedap dan kotoran yang menumpuk di lantai
"Huaaa!! Leo kamu gak akan dapet jatah makan malem ini!!" Nayra mengutuki anaknya dengan kesal sambil mulai membersihkan kotoran yang cukup bau itu
"Nasib ya nasib... Oh Tuhan!!"
🐣
"
Le, mending lo jagain tuh Anak daripada dapet masalah lagi ntar!"
".... Anak siapa bang?"
Lerga menggenggam ponsel nya di telinga agar dapat mendengar jelas suara dari senior Zeandeous itu
"Samuel njir"
Lerga mengernyitkan keningnya
"Tapi bang, buat apa gue jagain bang Samuel? Harusnya juga dia yang jagain junior nya, bukan junior yang jagain senior" cibir pemuda itu
"Lo bisa gak sih nurut aja sekali ini!?"
"Sans aja, bang Iwan napa sih esmoci terus sama adek manis kayak gue"
"Mau gue masukin ke kandang Aspheir?"
Lerga merinding
"Gak bang, oke gue akan nyari bang Samuel."
Seketika telepon tertutup secara sepihak. Lerga menghela nafas karena beruntung Iwan kali ini tidak melemparnya ke kandang Aspheir -Singa keluarga Iwan- seperti dahulu kala.
"Gue harus nyari bang Samuel di mana ya?terus emang bang Samuel mau ngapain sampai bang Iwan nyuruh gue buat jagain tuh orang? Kenapa gak bang Iwan aja yang jagain?!" Lerga menggerutu dan akhirnya keluar dari rumah nyamannya memulai pencarian.
🐣
KAMU SEDANG MEMBACA
Meaningless Relationship
Fiksi RemajaAku akan menjadi egois ketika segala yang kumiliki di renggut paksa. . . Rumah bukan selalu menjadi tempat kita pulang, keluarga bukan orang yang akan selalu disampingmu, teman tidaklah selalu menjadi tempat bersandar terbaik. Namun mereka lah ya...