34

443 59 6
                                    

Ketika Jaehyun akhirnya membuka mulut untuk menyuruh seseorang masuk, semua mata tertuju pada pintu. Namun, yang muncul justru bukan orang yang ia maksud.

Pintu perlahan terbuka, mengungkapkan sosok lain yang sama sekali tak terduga. Keheningan mendadak menyelimuti ruangan, dan udara terasa lebih berat. Tatapan Jaehyun berubah sekilas—terkejut, atau mungkin marah—tetapi seperti biasa, ia dengan cepat menyembunyikannya di balik wajah dinginnya.

"Ceklek."

Seseorang melangkah masuk, langkahnya sedikit ragu, tetapi tatapannya mencoba tetap tenang. Di dalam ruangan, seluruh keluarga besar telah berkumpul, duduk dalam keheningan yang penuh makna. Namun, fokusnya segera tertuju pada satu sosok—Jaehyun, kepala keluarga, yang berdiri tegap di tengah.

Tatapannya menusuk, sulit ditebak. Ada sesuatu di matanya yang membuat udara terasa semakin berat, seperti badai yang menunggu untuk dilepaskan.

"Maaf, aku sedikit terlambat," ucapnya pelan, suaranya terdengar tenang saat ia memasuki ruangan.

Dia adalah Sehun—pria berparas tampan dengan postur tinggi yang memancarkan karisma. Kulitnya seputih porselen, dan sorot matanya memikat siapa saja yang melihatnya. Sebagai seorang dokter, ia tidak hanya dihormati karena kemampuannya, tetapi juga dikagumi oleh banyak wanita yang terpesona akan kepribadiannya yang tenang dan penuh wibawa.

Arsen berdiri tak jauh dari pintu, menatap Sehun dengan sorot mata penuh kemarahan. Rasanya seperti dia ingin menghancurkan wajah tampan itu tanpa ragu.

"Kamu ke mana saja? Kami punya informasi penting yang harus kamu tahu," ujar Taeyong, nada bicaranya terdengar mendesak, meski ada sedikit ketidaksabaran dalam suaranya.

Namun, sebelum Sehun sempat mengajukan pertanyaan tentang apa yang dimaksud, suara Jaehyun memotong pembicaraan.

"Tidak perlu memberitahu dia soal ini," ujar Jaehyun, dingin dan tegas. Tatapannya tajam, dan suaranya mengandung kekuatan yang mampu membuat siapa saja terpaku. "Dia jauh lebih tahu daripada aku, atau kalian semua."

Seisi ruangan seketika terdiam, tercekam oleh atmosfer yang dibawa oleh pernyataan Jaehyun.

Sehun berdiri kebingungan. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang sedang terjadi, apalagi alasan Jaehyun memanggil mereka semua untuk berkumpul di sini.

Arsen tampak tidak peduli lagi dengan keadaan sekitarnya. Matanya justru tertuju pada satu hal yang jauh lebih penting—Baba-nya.

"Dimana Baba? Itu nggak mungkin Baba... Baba sudah pergi," jawab Arsen dengan suara terbata, matanya penuh kebingungan dan ketidakpercayaan. Ia terlihat sangat terkejut, tubuhnya sedikit gemetar.

Namun, setelah pertanyaannya terucap, semua orang baru menyadari bahwa arah pembicaraan mereka telah terpotong begitu saja oleh kedatangan Sehun yang tiba-tiba.

"Katakan! Dimana Baba?" suara Arsen bergetar, emosinya hampir tumpah. "Itu bukan Baba, kan? Jelas-jelas Papa dan Mama bilang bahwa Baba sudah meninggal! Sebenarnya, apa yang kalian lakukan di sini? Aku... aku tidak  mengerti sama sekali!"

Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya, suara tangisnya hampir pecah, tetapi ia berusaha menahan semuanya, berjuang keras untuk tetap teguh di tengah kekacauan ini.

Taeyong, Winwin, dan Yuta tampak mencoba mencerna pembicaraan yang terasa kacau balau bagi mereka, para orang tua. Keadaan semakin sulit dipahami, dan mereka seakan berusaha mencari benang merah dari semua yang terjadi.

"Ini... tidak mungkin," kata Doyoung dengan suara yang sedikit gemetar, mencoba menegaskan keyakinannya. "Renjun jelas-jelas telah meninggal."

Kekehan pendek keluar dari bibir Doyoung, tetapi suaranya dipenuhi kekhawatiran yang jelas terlihat. Meskipun dia berusaha tampak tegar, ingatan tentang melihat jasad adiknya terkubur masih membekas kuat dalam dirinya. Kenangan itu datang menghantui, menciptakan kegelisahan yang tak bisa dia tutupi hanya dengan senyum kecil.

"Kalian telah dibohongi oleh Sehun," jawab Jaehyun dengan suara yang tegas, matanya tajam menatap mereka satu per satu.

"Dia memalsukan kematian Renjun, seolah-olah dia benar-benar meninggal. Dan yang lebih parah, dia menjadikan Arsen sebagai alat untuk membalas dendam pada seseorang yang telah melukai Renjun," lanjut Jaehyun, suaranya mengandung rasa marah yang terkendali.

Tatapan Jaehyun sejenak melirik ke arah Jeno, sebuah tatapan penuh arti yang langsung ditangkap oleh Jeno. Dia menyadari bahwa Jaehyun Daddy ny tengah mengarahkannya padanya, dan seketika itu juga, rasa cemas menyelusup dalam dirinya.

Doyoung kehilangan kendali. Sebelumnya, ia duduk tenang sambil menggenggam tangan swaminya, mencoba tetap tenang di tengah kekacauan ini. Namun, begitu fakta baru saja ia dengar, tangannya terlepas begitu saja.

Mulutnya terbuka, tetapi kata-kata tak kunjung keluar. Semua yang ia dengar seolah menghancurkan ketenangan yang telah dia usahakan. Pikiran dan emosinya bergejolak, dan sesaat dia merasa dunia ini seperti runtuh di sekelilingnya. Ia menatap Jaehyun dengan tatapan kosong, tak bisa mempercayai apa yang baru saja dikatakan.

Bahkan Arsen pun tak bisa mempercayai kata-kata yang baru saja keluar dari mulut Jaehyun. Rasanya seperti dunia berputar terlalu cepat, dan otaknya sulit mencerna kenyataan yang begitu mencengangkan.

Tak heran, om Sehun menyuruhnya untuk menemui pria itu kemarin. Semua ini... jadi benar apa yang dikatakan Sehun? Tapi jika memang begitu, kenapa Sehun tidak mengatakan semuanya sejak awal?

Kenapa dia harus menyembunyikan Baba darinya? Bukankah ini seharusnya jadi kenyataan yang paling penting untuk Arsen? Kepalanya dipenuhi tanya, perasaan bingung dan terluka berbaur menjadi satu, membuat dirinya semakin tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

Dia telah kehilangan Baba—orang yang melahirkannya, orang yang telah berjuang keras untuk membuatnya hadir di dunia ini. Namun, kenyataan yang lebih menyakitkan datang begitu saja. Orang yang selama ini ia panggil "Om," orang yang ia percayai sepenuh hati, ternyata telah mengkhianatinya.

Teganya dia, orang yang selama ini Arsen anggap pelindung, justru menyembunyikan kenyataan berharga ini dari dirinya. Semua itu demi balas dendam, demi sesuatu yang bahkan Arsen sendiri tak sepenuhnya mengerti. Bagaimana bisa seseorang yang seharusnya menjadi bagian dari keluarga, menutup-nutupi kebenaran yang begitu penting?

Perasaan bingung dan marah bercampur aduk dalam dirinya, membuatnya merasa semakin terasing dan terluka. Seolah dunia yang selama ini ia kenal, runtuh begitu saja.





.







.
Next:.....

Duri FaktaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang