03. Punishment

20 5 2
                                    

Sekolah telah usai. Chenle mulai menjalani hukumannya seorang diri di gudang.

Iya, setelah pulang sekolah. Dia di suruh buat bersihin gudang. Sebenarnya engga sendiri, Jeno ama temennya kena marah juga. Tapi entah kemana mereka.

Suara pintu gudang berbunyi cukup keras. Geruntu geruntuan kesal pun mulai terdengar.

Haechan menendang benda di sekitar sana karena kesal.

Chenle hanya menoleh sekilas. Dan tak lama, Jaemin menghampiri nya.

"Kenapa lo nyebut nama kita!!" Bentak nya sambil mendorong tubuh Chenle.

Haechan yang sedari awal berniat menghajar Chenle habis habisan jika hal ini terjadi pun maju.

"Maaf..." Lirih Chenle pelan.

"Halah!"

BUGH!

"Akshh..." Sudut bibir Chenle mengeluarkan darah.

BUGH!

"Itu karena lo udah bikin kita di marahin"

BUGH!

"Itu karena lo gak bawa mangganya"

"Dan..."

Hendak melayangkan satu pukulan lagi. Tangan Haechan di tahan oleh Jeno.

"Jan gila, kalo dia ngadu gimana!?" Sentak Jeno sambil menarik Haechan.

Pipi dan bibir Chenle terasa kebas serta panas. Ia mencoba untuk duduk. Tak terasa jika satu tetes ais mata mengalir di pipinya.

Haechan masih mengatur nafasnya. Jaemin dan Jeno hanya menatap sementara Renjun melangkah maju dan berjongkok dihadapan Chenle.

"Gitu aja udah nangis, cowo apaan lo" ejeknya namun tak mendapatkan respon.

Melihat Chenle yang hanya menunduk membuat Renjun kesal. Renjun mencengkram dagu Chenle agak kuat supaya lelaki berkulit putih itu mengangkat kepalanya.

"Lo ngadu sama dengan lo pengen kita ngehajar lo sampe mati" kata Renjun dengan mata dengan menatap tajam. "Tutup mulut, oke?"

Dengan terpaksa Chenle mengangguk. Setelah mendapatkan respon itu, dengan kasar Renjun menghempas kan cengkraman tangan nya.

"Dah lah ayo cabut" ajak Renjun santai.

"Ni gudang gimana?" Tanya Jaemin.

"Biar tu b*ti aja yang ngebersiin" kata Jeno dan menyusul Renjun.

Haechan masih menatap tajam dengan bibir yang membentuk seringai.

"Yok lah, Chan" Jaemin pun keluar.

Haechan melangkah dan berjongkok di hadapan Chenle.

"Gue suka" bisiknya tepat di telinga Chenle. "Gue suka ngeliat lo menderita"

Setelah nya dia ikut pergi dari sana.

Setelah pintu gudang di tutup, pencahayaan disana sangat minim. Chenle meringkuk sambil menahan agar air matanya tidak semakin tumpah.

Tak mau belama lama disana. Dia pun mulai membersihkan gudang itu seorang diri sambil menahan sakit dan tangis.
















































































Malam harinya.

Chenle dan sang Daddy duduk di meja makan. Kalian pikir disana ada pembantu? Salah, disana enggak ada pembantu.

'✓Pleace, Stop [Chenle]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang