4

118 31 2
                                    

Chloe sudah akan berlindungi dibalik tubuh Yohan. Itu lebih baik dari pada pergi meninggalkan. Tapi panggilan Dean membuat dia tidak dapat bersembunyi.

"Chloe, kemari," tegas Dean.

Chloe menatap Yohan.

"Kenapa menatapku? Mau aku menggendongmu ke sana."

Gadis itu mendengus dan beranjak ke arah kakaknya. Dia menyibak orang yang menghalangi jalannya dan kini berdiri di dekat Wanda. Pesta ini sendiri untuk kalangan anak muda. Jadi ibunya tidak ada di sini. Chloe sudah siap dengan tepuk tangan tapi Dean malah meraih pergelangannya dan membawanya berdiri di sisinya. Menyingkirkan Wanda yang membuat semua mata terkejut melihatnya.

Tapi Chloe tentu saja tidak ingin berada dalam posisi yang sulit, dia mengambil sisi kiri kakaknya dan mempersilahkan Wanda ada di sisi kanannya.

Dean menatapnya dengan tidak yakin. "Kakak, cepat, semua orang menunggu."

Dean memang cukup ketat soal posisi. Di kanan biasanya yang paling penting untuknya. Makanya dia menaruh Chloe di sana. Karena bagi Dean, Chloe di atas segala-galanya. Bahkan Wanda tidak akan dapat disandingkan dengan adiknya itu.

Tapi saat ini Chloe sendiri yang memilih sisi kirinya, membuat Dean tidak dapat melakukan apapun.

Tepuk tangan sudah dilantunkan. Lagu ulang tahun di nyanyikan dan kue di potong. Dean mengambil satu potong kue dan membawannya dengan tangan, dia bergerak ke sisi kirinya menyuapi adiknya kue pertama.

"Kakak, berikan Wanda dulu," ucap Chloe mengingatkan.

"Kau baru pulang dan kembali ke kami. Kue ini untukmu."

Chloe resah.

"Makan, Chloe, senang kau bisa kembali," timpal Wanda kemudian.

Chloe akhirnya menerima kue itu, memakan ujungnya dengan pelan. Dia seperti tersedak tapi menahannya. Karena semua mata kini menatapnya. Masalahnya, mereka memberikan pandangan seolah Chloe tidak tahu malu.

Apalagi saat Dean sendiri memakan sisa kue bekas bibir Chloe. Membuat semua orang semakin membicarakan mereka di belakang sana.

Wanda sendiri kemudian diberikan potongan kue yang lain. "Terima kasih, Dean. Kita sudah dua kali merayakan ulang tahunmu, kuharap tahun depan dan depannya lagi, aku masih akan berdiri di sisimu merayakan ulang tahun kita berdua."

Dean menepuk bahu Wanda. "Terima kasih."

Chloe kemudian menyingkir melihat kemesraan dua orang itu. Dia mengambil tempat di sudut dan tidak terlihat. Lebih baik tidak ada yang memperhatikannya, itu akan lebih baik untuk keamanan jantungnya sendiri yang bisa-bisa serangan jantung karena terlalu banyak mendengar ocehan mereka.

"Bagaimana rasa kuenya?" tanya Yohan yang datang dengan segelas minuman.

"Kau membawanya untukku?" Chloe menatap minuman itu.

"Hah?"

Dia tidak mengatakan apapun saat mengambil minuman itu dari tangan Yohan. Meneguknya setengah dan menyerahkan sisanya kembali ke tangan Yohan. Wine tanpa alkohol itu terasa menyenangkan di leher Chloe.

Yohan menatap gelasnya kemudian dengan agak terkesan.

"Bukan untukku, ya?" tanya gadis itu yang baru sadar. "Maaf, aku akan menghabiskan yang itu dan mengambilkanmu yang lain." Chloe sudah hendak merebut kembali gelas. Tapi Yohan tidak memberikannya.

Yohan malah segera menghabiskan sisa minumannya sampai gelas itu tandas. Itu membuat Chloe hanya menatap dengan kerjapan tidak yakin.

"Itu bekasku?"

"Kenapa? Merasa berciuman denganku? Lalu bagaimana dengan kakakmua yang menghabiskan kue bekasmu. Kau merasa berciuman juga?"

"Apa yang kau katakan?" Chloe mencibir. "Tidak masuk akal."

"Sungguh?"

"Ciuman itu antara empat bibir yang bertemu. Mana bisa disebut ciuman kalau rasa bibir saja tidak tahu. Tidak masuk akal, bukan?"

"Lalu kau mau mencobanya?"

Chloe terbatuk. "Yohan!"

"Kurasa kau belum merasakannya. Empat bibir yang bertemu itu."

"Hentikan candaanmu. Tidak lucu."

Yohan hanya terkekeh dan tidak mengatakan apapun. Dia menatap Chloe yang sedang menatap ke arah kakaknya. Kesedihan bergelayut di sepasang mata indah itu. Membawa luka bagi siapapun yang menatapnya. Terutama bagi mereka pengagum mata tersebut.

"Apakah menurutmu mereka akan bahagia?" tanya Chloe tidak yakin. Dia tidak tahu kenapa mempertontonkan dukanya di depan Yohan. Dia hanya tahu kalau pria ini tidak seperti yang lainnya, Yohan tidak akan pernah membicarakannya di belakangnya. Jika pria itu mau mengatakan sesuatu maka dia akan mengatakannya di depan Chloe. Yohan tidak pandai menjaga perasaan seseorang. Apa yang ada di bibirnya bisa keluar dengan mudah tanpa tersaring.

"Kau tidak ingin mereka bahagia?"

Chloe menatap Yohan. Dia coba mencari di kedalaman mata pria itu. Apa yang dia inginkan apakah dia bisa melihat di mata itu. Hanya ada kegelapan di mata itu, kegelapan yang tanpa ujung. Kegelapan yang dapat menyesatkan siapapun yang menatap terlalu lama. Chloe berdehem, berusaha tidak tampak mengakui kalau mata pria itu memiliki cerminan keindahan tanpa ujung. "Mana mungkin, aku mau kakakku bahagia. Siapapun pilihannya. Tapi saat aku melihat Wanda dan menemukan dia begitu mencintai Dean, aku tahu kalau kakakku sudah memilih perempuan yang tepat."

"Itu membuatmu kecewa?"

"Sedikit." Chloe tersenyum dengan masam. Ada yang mencintai kakaknya seperti dirinya, jelas membuat dia tidak dapat bahagia. "Tapi aku juga bahagia karena kakak menemukan yang tepat. Aku tenang melepaskannya."

"Sungguh rela?"

Chloe mengangguk.

"Baguslah, jika memang sudah rela, jangan terpaku di masalalu. Bergerak maju dan jadikan masalalu sebagai pelajaran. Itu lebih baik dari pada menyesalinya."

Chloe tersenyum mendengarnya. Dia tidak tahu kalau Yohan bisa begitu dewasa dalam menanggapi perasaannya. Seolah segalanya lebih indah saat pria ini bersamanya. Tapi Chloe tahu, ada bisa beracun yang akan membuatmu sangat terluka kalau kau tidak hati-hati dengannya. Lidah Yohan berbisa.

"Kau bisa bersamaku jika memang tidak dapat melupakan kakakmu itu. Dari segi mana pun, aku lebih baik darinya. Termasuk di ranjang."

Chloe memberikan pandangan membunuh. "Yohan!"

Yohan hanya terkekeh mendengar namanya yang sepertinya lebih banyak disebut Chloe dari pada nama kakaknya. Mereka baru melakukan pertemuan dua kali, tapi Chloe sudah beberapa kali menegaskan namanya di lidahnya. Dia harap gadis itu akan segera terbiasa.

"Chloe? Yohan? Ayo, kita akan main game."

Chloe yang mendengar segera melirik ke arah anak-anak yang sudah berkumpul dengan sofa yang diletakkan di tengah dan ada meja bundar. Yang baru saja bicara adalah teman Dean dan Yohan, Leon. Dia memberikan gerakan agar dua orang yang belum bergabung itu segera mengambil posisinya.

Berjalan mendekat, Chloe sudah akan memilih tempat di pojok seperti biasa.

"Chloe, di sini," panggil Dean menepuk tempat di sisinya yang masih kosong. Wanda sendiri ada di sisi lainnya.

Chloe terpaksa mendekat dan mengambil tempat di sisi Dean. Sementara Yohan menyingkirkan Leon dan duduk di samping Chloe. Gadis itu menatap ke arah Yohan, yang ditatap malah hanya menatap ke depan tanpa peduli. Seolah dia tidak melakukan apapun.

***

Tamat di karyakarsa
Tungguin e-booknya
Bisa beli pdf : 35.000

My Beloved Baby (MIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang