22. Batu, Kertas, Gunting

11 3 0
                                    

Beberapa saat tertidur, akhirnya Elysia mulai membuka sepasang matanya kembali. Elysia melihat Aiden masih menemaninya. Pemuda itu duduk di samping brankar sembari menyibukkan dirinya dengan bermain game online.

Menyadari Elysia sudah terbangun dan berniat untuk duduk, Aiden langsung membantunya.

"Kamu sudah terbangun, Princess ... syukurlah." Aiden terlihat lega, "Kamu ketiduran saat perawat mengobati lukamu. Sepertinya kamu juga terlalu kelelahan ... kamu sering begadang?"

"Tidak kok. Entah mengapa tiba-tiba saja aku merasa mengantuk saat suster mengobatiku  ..."

Elysia menatap sekitarnya, seolah sedang mencari keberadaan seseorang. Namun, dia tidak menemukan siapapun di sini kecuali dirinya dan Aiden.

Dia tidak di sini? Apa dia benar-benar tidak peduli denganku?

Batin Elysia terlihat murung. Perasaan sedih menyelimuti hatinya karena memikirkan Lumiere yang terlihat sangat tidak peduli dengannya.

"Ziel baru saja kembali ke aula untuk kelas selanjutnya. Jadi ... hanya ada aku di sini." ucap Aiden seolah bisa memahami jika Elysia sedang mencari temannya. Padahal Lumiere-lah yang sedang dicari oleh Elysia.

"Hhm. Terima kasih sudah menemani dan menjagaku, Aiden." ucap Elysia tulus.

"Bukan hal besar kok! Kamu selalu berbuat baik padaku. Maka aku juga akan melakukan hal yang sama ..."

Elysia tersenyum tipis. Dia beralih menatap lengan kirinya yang terlilit perban. Perlahan Elysia mengusapnya.

Terima kasih, Ulysses. Berkat kamu, identitasku tidak terbongkar. Aku belum bisa meninggalkan dunia manusia ini, karena aku belum bisa membuat pangeran Lumiere kembali mengingatku ...

Batin Elysia masih menatap nanar lengan kirinya.

"Ini sudah menjadi tugasku, Tuan putri. Aku akan selalu melindungi tuan putri sampai nafas terakhirku. Tapi ... sihir kecilku ini hanya bisa bertahan selama kurang dari 1 jam. Kemungkinan para manusia ini akan melihat warna darah yang sebenarnya. Tuan putri harus menghindari mereka untuk melihat luka itu." ucap Ulysses menyarankan.

Kupu-kupu bersayap kebiruan indah itu kini hinggap di atas bahu kiri Elysia.

Hhm. Aku mengerti ...

Batin Elysia mengusap lembut lengannya.

"Apa lukanya masih terasa sakit? Mau aku panggilkan dokter?" tanya Aiden karena melihat Elysia yang terus memandangi dan mengusap lengannya yang terluka.

Elysia menggeleng samar, "Tidak ..."

"Uhm ... princess, main batu, kertas, gunting yuk! Kalau kamu kalah, kamu harus menurut saat aku menjagamu ketika kamu sakit!" Aiden mengusulkan.

"Kalau aku menang?"

"Kalau kamu menang, aku akan mentraktirmu makan beef wellington terlezat di kota ini! Tapi ... lukamu harus sembuh dulu! Bagaimana?"

Elysia mengkerutkan sepasang alis indahnya, "Hhm? Kalah dan menang tidak ada yang bedanya? Kamu terlalu baik, Aiden ..." celutuk Elysia gemas sendiri menghadapi pemuda berkarakter ceria itu.

"Hehe ... yang penting kita bermain bersama dan kamu bisa terhibur! Yuk!"

"Hm ... oke deh!"

Mereka berdua menyembunyikan dan mengepalkan tangan masing-masing dan bersiap untuk memilih salah satu dari ketiga pilihan yang ada.

Aiden memulai memberi aba-aba, "Batu ... kertas ... gunting ... yaaaa ..."

Keduanya bersamaan mengeluarkan  pilihannya. Elysia membuka telapak tangannya karena memilih kertas.

Callestera Princess Crosses the WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang