15. Goresan Kidung Penutup

0 0 0
                                    

Angin mengalir melewati daun-daun pohon kopi yang mengeluarkan aroma harumnya. Disanalah sebuah kisah bermula, tentang seekor luwak dan hobinya dalam menciptakan lagu-lagu yang indah dengan lirik-lirik mendalam dalam setiap baitnya. Ia akan selalu mengambil pena dan selembar kertas tiap kali ide muncul di kepalanya.

Diantara tumpukan dedaunan kering yang tersembunyi jauh dari pepohonan kopi, sang luwak berlari masuk ke sarangnya. Saat ia sedang menghabiskan waktu untuk makan malam, tiba-tiba melodi indah terputar dikepalanya. Hal itu menandakan ada sebuah lagu yang akan ia buat. Dengan cepat luwak mengeluarkan pena dan kertasnya. Tangannya dengan cepat menulis bait-bait lirik sambil sesekali menyanyikannya dengan lantang. Dan begitulah bagaimana sebuah lagu bernada menggembirakan tercipta saat itu juga. Dengan bangga sang luwak memeluk kertas itu erat.

Setelah menyelesaikan menulis lagu, luwak tersebut langsung berkunjung ke sarang temannya yang tinggal disebuah kebun binatang, tepat disamping perkebunan kopi dimana ia tinggal. Memang biasanya luwak sering bercengkrama dengan hewan-hewan kebun binatang lainnya. Terutama para hewan nokturnal seperti burung hantu, trenggiling, ataupun enggang. Luwak berniat mendengarkan lagu ciptaannya itu kepada teman-temannya.

Luwak menyelinap masuk menuju kandang burung enggang terlebih dahulu. Sahabat karibnya itu selalu bersemangat untuk mendengarkan lagu-lagu ciptaannya. Kali ini pasti sama, Luwak sudah tak sabar ingin mendengarkan pendapat sang burung enggang. Sesampainya disana, Luwak langsung menyapa temannya dengan riang.

"Hei Enggang! Aku menciptakan sebuah lagu baru, kau harus mendengarkannya, aku yakin kau pasti suka" ucap Luwak.

"Akhirnya, sebuah lagu bar, aku sungguh menantikannya!" jawab Burung Enggang antusias.

"Ini liriknya" ucap Luwak memberikan secarik kertas berisi lirik lagu ciptaannya, lalu ia mulai menyanyikan lagu itu.

Burung Enggang yang mendengar nyanyian sang Luwak dengan spontan langsung menari-nari girang. Lagu itu sungguh membuat dirinya secara tak sadar menggerakkan kaki-kakinya untuk mengikuti alunan nada. Sungguh sebuah lagu yang asyik untuk didengarkan. Setelah Luwak selesai menyanyikannya, Burung Enggang dengan cepat mendekati Luwak.

"Spektakuler! Lagu yang kau ciptakan ini bagaikan angin yang menggerakkan seluruh pohon hingga mereka ikut bergoyang. Bahkan lagu itu terus terputar dikepalaku" ujar Burung Enggang sambil mengibas-ngibaskan sayapnya semangat.

Luwak yang mendengar ucapan Burung Enggang itu tersenyum bangga. Ia sungguh senang lagu buatannya bisa membuat orang lain bahagia. Malam itu pun dihabiskan Luwak dengan mengajari Burung Enggang menyanyikan lagu itu. Burung Enggang memberi usul judul untuk lagu buatan Luwak itu, yaitu 'Lompatan Dopamin'. Luwak setuju dengan usul sahabatnya, dan begitulah akhirnya lagu tersebut tercipta dengan lengkap.

Keesokan paginya, Luwak yang masih bersemangat tentang lagu yang ia ciptakan semalam kembali mendatangi sahabatnya. Ia berniat untuk menciptakan lagu lainnya. Namun belum sampai ia di kandang Burung Enggang, seekor Burung Bulbul menyapanya hangat.

"Selamat pagi tuan Luwak! Lagu buatanmu sungguh menakjubkan" ucap Burung Bulbul, lalu ia menyanyikan sedikit bait.

Luwak pun terkejut, bagaimana bisa Burung Bulbul itu mengetahui lagu buatannya? Padahal semalam ia hanya mendengarkannya kepada Burung Enggang. Luwak pun hanya tersenyum malu, lalu ia segera pamit dan berlari menuju sahabatnya. Ia ingin bertanya apa yang sedang terjadi. Dan yang tak diketahui Luwak adalah lagu buatannya itu sedang hits diantara hewan-hewan lainnya. Berawal dari Burung Bulbul yang menyanyikannya lalu terdengar oleh Katak, dan kemudian dinyanyikan kembali hingga sampai ke telinga seluruh hewan lainnya. Setelah mengetahui fakta itu Luwak makin gembira, kepercayaan dirinya semakin meningkat.

Hari itu juga Luwak pulang ke sarangnya, ada ide lain yang muncul dikepalanya. Ia kembali menuliskan sebuah lagu bernada minor dengan lirik yang menyayat hati. Entah mengapa walau perasaannya sedang gembira, ada sedikit goresan kesedihan meluap sedikit demi sedikit. Seperti kebiasaan sang Luwak, ketika malam datang ia kembali mendengarkan lagu ciptaannya itu kepada sahabatnya, Burung Enggang. Lagi-lagi Burung Enggang mengepakkan sayapnya tanda menyukai lagu buatan sang Luwak. Namun kali ini dengan air mata yang mengalir karena terbawa emosi dari lagu buatan Luwak.

Saat pagi hari tiba, lagu buatan Luwak itu kembali menjadi perbincangan hangat hewan-hewan lainnya disana. Mereka sangat menyukai lagu-lagu ciptaannya, bahkan memuji keterampilan sang Luwak dan berharap akan ada lagi baru lainnya. Luwak pun makin bersemangat, ia semakin sering menciptakan lagu-lagu baru yang selalu menjadi trending diantara hewan kebun binatang lainnya.

Namun lama-kelamaan Luwak berada  di titik dimana ia bosan melakukan semua itu. Awalnya ia menciptakan lagu karena hobinya ditengah kebosanan. Akan tetapi belakangan ini ia merasa semua itu sudah seperti hal yang wajib ia lakukan. Tak jarang para hewan di kebun binatang mengeluh tentang lagu-lagu ciptaannya. Mereka bilang bosan dengan lagu tentang kesedihan yang sering dibuat oleh Luwak. Sejak saat itu Luwak mulai menciptakan lagu-lagu bernada riang yang cocok diputar saat berpesta. Namun lagi-lagi ada saja beberapa hewan yang tak puas dengan hasil jerih payah sang Luwak.

Pernah suatu hari sarang Luwak dipenuhi oleh hewan-hewan di kebun binatang yang sudah berkumpul didepan rumahnya. Mereka meminta kepada Luwak untuk belajar tentang nada-nada agar bisa menciptakan lagu baru yang bisa sesuai dengan harapan mereka. Namun tak lama setelah kawanan hewan dari kebun binatang pulang, datang segerombolan burung pipit yang tinggal didepan kebun binatang. Ternyata mereka juga mendengarkan lagu ciptaan sang Luwak. Mereka datang untuk menyampaikan kepada Luwak tentang usulan untuk membuat lagu berteman tentang cinta.

Entah mengapa semua usulan itu terasa memberatkan bagi Luwak. Menulis lagu kini tak menjadi aktivitas yang menyenangkan baginya. Bahkan sang Luwak sering kali menangis tiap kali ide yang muncul dikepalanya tiba-tiba hilang begitu saja sesaat dia berniat untuk menggoreskan dalam bentuk tulisan.

Malam itu ada yang berbeda dari malam-malam lainnya. Biasanya setelah bulan sudah tergantung tinggi di atas langit Luwak akan segera mendatangi Burung Enggang untuk mendengarkan lagu barunya, namun kali ini Luwak hanya duduk di sarangnya sambil menatap secarik kertas. Setelah mengetuk-ngetuk jarinya ke meja beberapa kali, barulah sang Luwak menulis dengan semangat yang membara. Dalam menulis lagu itu ia terkadang tersenyum, namun sesekali menangis juga. Setelah selesai, Luwak langsung beranjak ke kasurnya untuk tidur.

Pagi hari pun tiba. Luwak yang terbangun dari tidurnya bergegas pergi ke kebun binatang. Suasana kebun binatang masih sangat sepi kala itu, bahkan para petugas pun belum datang. Luwak langsung menyelinap masuk ke dalam pusat informasi. Tangan lihainya bergerak cepat menghidupkan sebuah microphone yang terhubung ke speaker di seluruh sudut kebun binatang.

Luwak menarik nafasnya dalam, "Tes, untuk para penikmat lagu buatanku, aku persembahkan lagu terakhir dariku...." Ucap Luwak berbicara di microphone yang menyala.

Sontak para hewan yang mendengar ucapan Luwak melalui speaker didekat mereka langsung menyimak apa yang akan Luwak katakan selanjutnya. Beberapa hewan yang masih tidur pun ikut terbangun dan penasaran dengan apa yang sedang terjadi.

Bukan sepatah dua patah kata yang berikutnya terdengar, melainkan suara merdu katak menyanyikan sebuah lagu dengan melodi riang. Para hewan ikut menggerakkan kepalanya mengikuti ritme musik melalui tepuk tangan sang Luwak. Namun tak berapa lama lagi tersebut berubah menjadi nada sedih penuh haru. Sungguh sebuah lagu dengan lonjakan emosi yang aneh. Akan tetapi entah kenapa terdengar sangat dalam.

"Terima kasih semuanya" Ucap Luwak setelah menyelesaikan nyanyiannya.

Setelah kejadian hari itu tak terdengar lagi kabar dari sang Luwak. Luwak memutuskan untuk pindah ke tempat yang jauh dan beristirahat sementara dari menulis sebuah lagu. Ia tak ingin hobi favoritnya itu menjadi mimpi buruk yang ia hindari. Para hewan-hewan di kebun binatang juga menjadi sadar setelah kepergian Luwak tentang tuntutan mereka yang tak ada habisnya kepada Luwak.

Kidung Rimba: Lantunan Kisah Tak Terukir Para Fauna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang