Chapter 7

61 9 4
                                    

Kini keduanya sedang berjalan ke kelas Marva untuk mengambil buku yang memang menjadi tujuan Jean sebelumnya.

"Kita adain rapat setelah MPLS selesai aja, gue diskusikan bareng osis yang purna dulu, biar nanti rapat udah ada bayangan. Karena acaranya juga ngga sedikit."

Jean hanya mengangguk-anggukan kepala, ia tak sanggup membayangkan betapa berat pundaknya untuk event ini. 

"Kita butuh kerja sama, apalagi lo sebagai ketua dan gue wakilnya. Jadi, please, lo mah jangan ngajak gue duel mulu."

Jean mengangkat satu alisnya, "excuse me? Yang ada lo yang mancing emosi gue mulu."

"Gue cuma ngasih tau yang benar," tegas Marva sama sekali tak merasa bersalah.

"Lah gue juga ngga ada ganggu lo padahal," ucap Jean tak mau disalahkan.

"Tapi lo melanggar aturan." Setelah berucap, Marva menghentikan langkahnya di depan UKS.

"Dan lo bikin gue emosi," Jean ikut menghentikan langkahnya.

Ia tak mendapat jawaban lagi dari Marva, karena anak itu malah memasuki UKS setelah mengatakan, "sebentar," padanya. Jean bergeming. Ia tahu siapa yang akan ditemui oleh Marva. Sudah pasti itu Ichan.

Setelah bergelut dengan pikirannya sendiri, Jean akhirnya memutuskan untuk masuk juga ke dalam UKS. Entah ia akan menyesali perbuatannya atau tidak, yang jelas ia sangat amat ingin tahu sekali banget apa yang dilakukan Marva.

Namun, belum juga menemukan Marva, Jean sudah dikagetkan dengan sentuhan pada telapak tangannya. Lalu setelahnya ia ditarik keluar dari UKS. Orang itu Marva.

Tanpa melepas tautan mereka, Jean berucap, "ngapain ke UKS dulu?"

Marva menyempatkan menengok ke arah Jean yang memang berada di belakangnya, "nggak."

"Oh."

Saat mencapai tangga, Marva melepaskan genggaman tangannya pada Jean.

"Jangan bikin perkara dulu, baru dah kalo udah selesai semua, lo mau apain gue silahkan," ucap Marva tiba-tiba, meneruskan percakapan mereka yang sebelumnya terhenti.

"Ck, iya. Lo juga jangan mancing emosi gue."

"Gue ngga pinter mancing, noh si Levi jago, kalo mancing lele di tempat Pak Jaehwan dapet seember."

"Bajigur. Lawakan lo garing."Marva hanya tertawa menanggapinya.

Mereka sudah sampai di kelas Marva. Kelas Marva kosong, sepertinya semua sedang di kantin karena memang waktu istirahat. Jean masuk mengikuti Marva menuju tempat duduknya.

"Nih bukunya, udah komplit tinggal disetor. Jangan lupa minta tanda tangan Bu Irin di laporan osis juga. Komdis yang sekarang juga jangan lupa siapin buku baru dan konsultasi ke Bu Irin," pesan Marva panjang lebar.

Jean berdecak karena malas mendengar ceramah mantan ketosnya itu, "iya, paham gue," jawabnya menerima buku dari Marva.

Marva terlihat mengeluarkan sesuatu lagi dari dalam tasnya, "nih."

Jean mengangkat satu alisnya, bertanya, "apaan?"

"Buat lo. Gue dapet dari temen, tp ngga suka. Gue denger dari Hayden lo suka banget jelly."

Jean sempat terdiam beberapa detik, kemudian ia mendecih dan balik meninggalkan Marva pada tempatnya tanpa mengembalikan kotak jelly yang diberikan Marva, "sok baik lo," ucapnya saat mencapai pintu.

Sepanjang jalan kembali ke ruang osis, Jean sedikit melamun. Kenapa juga ia menerima jelly dari Marva? Lalu kenapa pula ia kepo dengan siapa yang Marva temui? Dan lagi, kenapa Marva tiba-tiba jadi baik padanya? Baik yang dimaksud yaitu dalam artian tak begitu menyebalkan.

Karena dulu, setiap Jean mendapat pelanggaran, selain akan memberikan ceramah panjang lebar, Marva juga akan bersikap menyebalkan. Terkadang Marva akan mengejeknya. Atau saat Jean diobati karena terluka, Marva akan di sana menakut-nakutinya dengan berkata yang tidak-tidak tentang lukanya.

Jika ia ketahuan membawa rokok, Marva tak segan untuk menyitanya. Dan jika ia ketahuan akan bolos, Marva akan menyeretnya ke ruang kepala sekolah, melaporkan langsung pada omnya. Intinya, bagi Jean, Marva sangat menyebalkan.

"Ey, dah balik lo. Ayo kantin, kita makan," Joan yang memang sedang berada di meja sekretaris milik Rey, langsung menyapa saat melihatnya masuk.

Jean berdehem, lalu mengeluarkan buku pelanggaran ke hadaapn Rey yang juga di sana, "tolong salinin lembar terakhir Rey, buat laporan osis."

"Siap, sayang."

"Heh! Yang, kenapa kamu panggil si curut ini sayang, sih," kesal Joan tak terima pacarnya memanggil sayang ke orang lain, apalagi kembarannya.

"Cih, gue juga ngga mau sama pacar lo,"  ucap Jean menolak Rey.

"Iya, soalnya lo sukanya Hayden, move on dong, Jey," Rey dengan santainya berucap. Untung di ruangan tersebut hanya ada mereka bertiga.

"Bajingan!"

"Sama abangnya aja boleh tuh, dia sebelas dua belas kan sama Hayden. Malah bang Marva tuh definisi perfect sesungguhnya."

"Anjir Rey, lo gue tampol ya," Jean tak habis pikir dengan pemikiran Rey.

"Kamu jangan ngomongin bang Marva dong, aku cemburu nih," Joan ingat sekali bahwa Rey pernah mengagumi seorang Marva dan membuatnya berkali-kali ditolak oleh Rey.

"Alay," seru Rey lalu kembali mengembalikan buku pelanggaran ke arah Jean. Dan karena itu, matanya menangkap satu kotak Jelly di tangan Jean. "Lo beli di mana? Perasaan di kantin ngga ada yang jenis ini," tanya Rey, menunjuk pada tangan Jean yang terdapat Jelly.

"Dikasih," jawabnya jujur.

"Sama siapa?" Rey dan Joan berucap bersamaan.

"Ck, udahlah, ayo makan," alih Jean, kalo dia bilang dari Marva, ya apa ngga diejek sama mereka.

Saat mau melangkah, Joan menghentikannya, "kok ada tulisan buat Kak Marva?" ucap Joan setelah merebut jelly tersebut dari tangan Jean.

Jean langsung terdiam mendengarnya. Kenapa ia tak sadar kalau ada note yang tertempel di sana? Tadi ia langsung pergi begitu saja setelah Marva memberikan kotak itu pada tangannya.

"Katanya tadi dikasih?" tanya Rey.

"Oh! Jangan-jangan lo dikasih sama dia?" tanyanya lagi setelah sadar bahwa jelly itu adalah milik Marva sebelumnya.

Meski Jean anak yang begajulan dan nakal, tapi ia memang sulit untuk berbohong. Ia selalu berkata jujur sesuai yang dilihatnya, dirasakannya, dan yang ia dengar. Jadi ia berdecak dan dengan malas menjawab, "iya."

"Widih tumben akur," seru Joan takjub dengan berita mengejutkan ini. Jean diberi Jelly oleh Marva, dan tak ada huru-hara keributan tentang mereka.

"Ngga tau tuh dia, tobat kali."

"Si anjing, yang ada lo yang harusnya tobat." Joan menoyor kepala Jean, "ayo dah makan, gue udah laper nih," lanjutnya.

"Gue mau setor langsung aja deh ke bu Irin, kalian aja yang makan," tolak Jean.

"Lah lo belum makan dari pagi njir, sekarang udah jam 10."

"Gue udah makan roti tadi dikasih--" Jean menghentikan ucapannya. Marva, kalau dia mengucapkan nama itu lagi, sudah jelas ia akan mendapat ejekan dari Joan dan Rey.

"--sama orang. Gue duluan." Tanpa basa basi, ia langsung meninggalkan ruang osis sebelum ditanya lebih detail.

Tbc.

Up lagi kalo ngga Rabu, Kamis ya..
Thank You

MARVA(J/Z)EAN [NEW VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang