Tanpa mereka ketahui sebab penampilan maupun sikap Airin agak lain dari biasa. Kadang-kadang bawahannya sampai menyerngitkan dahi. Tentu saja di belakang Airin. Di depannya? Mana mungkin berani. Airin memang terkenal cantik sekaligus pintar kendati itu. Dia judes. Keras. Ketambahan perfeksionis sejati. Dan belakangan terakhir lebih menjadi-jadi.
"Makin galak aja cici."
"Seharian marah-marah terus!" Gerutu seorang staff wanita jengkel. "Hamil kali!"
"Barangkali ada masalah rumah tangga jadi kita yang kena semprot."
"Sst! Cici datang." Bisik Theo yang sedari tadi diam mendengarkan ocehan mereka sambil pura-pura menyibukkan diri.
"Theo. Email yang dikirim pak Yuda waktu lalu sudah solved?" Tanya Airin dengan suara datar.
"On progress ci masih sama mas Batara."
"Astaga, sudah berapa lama ini?" suara Airin langsung meninggi dan Theo berdebar-debar takut ikut didamprat. "Panggil Batara ke ruang meeting! kamu juga ikut Theo."
"Baik ci." sahut Theo patuh.
Airin meninggalkan ruang itu. Dan melangkah garang ke ruang meeting.
"Semuanya mesti serba cepat."
"Mampus deh gue." Theo menyeringai masam.
"Lebih mampus jadi suaminya." timpal staff lain.
"Hush! galak-galak gitu cici cover kalian kalau kena omel client." Bela Theo yang benar adanya. Dibalik kegarangannya yang dianggap menyebalkan. Berkatnya project berjalan mulus sampai go live. Client-client lambat yang merusak schedule project dapat Airin atasi, ia benar-benar tahu bagaimana menangani client problematis. Dan semuanya jadi lebih matang dalam segi persiapan.
Sebab kesibukan Airin di kantor, Bian merasa tersisihkan lagi. Terlebih Airin sering menolak ajakannya pergi keluar. Kalaupun dia ikut ke bioskop, dia selalu sudah tertidur sebelum film selesai. Dengan alasan sudah lelah, Airin selalu mengajaknya cepat-cepat pulang padahal tengah diluar waktu akhir pekan. Dan kerap sudah terlelap setiap kali Bian keluar kamar mandi setelah mandi dan berganti pakaian. Padahal telivisi di depan tempat tidur masih menyala.
Lama-lama Bian merasa jenuh. Bahkan dipernikahan kakak perempuannya Wendy dibiarkan dia datang seorang diri. Pekerjaan memang nomor satu baginya, senin sampai jumat seperti kurang puas. Bahkan akhir pekan begini Airin masih menghadiri workshop yang diselenggarakan kantor di luar kota. Janjinya memang menyusul, tetapi Bian tidak terlalu berharap lebih. Airin pasti sudah lelah dan lebih memilih pulang ke rumah.
"Bian, kamu sendirian?" Sapa Wendy menghampiri mejanya setelah menyapa beberapa tamu undangan lain.
Bian tersenyum pahit. "Airin lagi ada keperluan."
Dugaan Wendy takkan meleset, pasti seputaran dari urusan kantor. Nasib Bian malang sekali. Kalau bersama dirinya tidak dibiarkan pria terkasihnya dicampakan seperti ini. "Urusan pekerjaan ya?"
"Ada acara workshop dari kantor."
"Ngga nyangka gue, kirain setelah nikah Airin bakal berubah. Ternyata masih tetap ambisius!" Celoteh mulut usil Megan yang berdiri di dekat tempat Bian berkumpul. Bekas teman kuliah Airin dulu. Megan belum lama kena PHK dari salah satu perusahaan start-up. Dimana kakaknya Wendy juga satu angkatan dengan Airin.
"Kamu pasti kesepian. Jangan sampai kurang belaian ya Bi." Sambung wanita berambut pirang itu meledek.
"Bian, suka ditinggal tidur enggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi biru | BaekRene
ФанфикKisah pasangan suami-istri yang berjuang bersama melewati persoalan rumah tangga. Airin seorang istri sekaligus wanita karir, sementara suaminya Bian terpaut 5 tahun lebih muda. Semuanya terasa berbeda semenjak Airin mendapat promosi di perusahaan t...