Canny, seorang gadis kecil berusia lima tahun, harus menghadapi kenyataan pahit setelah di tinggal pergi oleh ibunya dan keenam kakak perempuannya. Hidupnya berputar di sekitar perawatan perawatan ayah yang sakit dan berjuang dengan keterbatasan eko...
Suara deru mesin mobil berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Dari dalam, seorang gadis dengan wajah tanpa ekspresi turun tanpa sepatah kata.
"Canny! Aku akan menjemputmu nanti!" teriak Ruka dari balik kemudi. Namun, gadis itu tak menggubrisnya sama sekali. Ia terus melangkah memasuki gerbang sekolah, tak menoleh sedikit pun.
Ruka hanya bisa menghela napas sembari menggelengkan kepalanya. Meskipun sikap adiknya masih dingin, ada secercah rasa bahagia di hatinya. Setidaknya, hari ini ia berhasil sedikit lebih dekat dengan Canny--meski hanya sekedar mengantarkan adiknya ke sekolah. . . . . . Di sisi lain, Canny berjalan menuju kelas dengan langkah berat. Setibanya di pintu kelas, matanya menangkap pemandangan yang ia hindari seminggu terakhir. Ella sedang duduk bersama Yunjin, Eunchae, dan Sakuya, terlihat akrab dalam perbincangan mereka. Canny tak berkata apa-apa dan langsung menuju kursinya di sudut kelas.
"Ella, sabar ya," ujar Yunjin sambil menepuk pundak Ella, yang wajahnya tampak kecewa melihat sikap dingin Canny. "Kami akan coba berbicara dengannya nanti."
Ella hanya mengangguk kecil. Napas panjang keluar dari mulutnya, menahan rasa frustasi yang semakin menumpuk selama seminggu terakhir. . . . . . .
Jam pelajaran pun di mulai. Namun perhatian guru dan murid perlahan teralihkan pada seorang gadis di sudut kelas.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Canny tertidur di mejanya, wajahnya terlihat lelah. Bu Hanna, wali kelas mereka, memperhatikan Canny dengan pandangan penuh pengertian. Ia tahu betul keadaan Canny yang sering bekerja hingga larut malam demi memenuhi kebutuhannya sendiri.
Namun, kali ini berbeda. Untuk pertama kalinya, Canny sampai tertidur di tengah jam pelajaran.
"Eunchae," panggil Bu Hanna dengan nada lembut. "Bantu Canny ke UKS, ya. Sepertinya dia butuh istirahat."
Eunchae mengangguk dan segera menghampiri Canny, mengguncang pelan bahunya. "Canny, ayo ke UKS. Kamu terlihat tidak sehat."
Mata Canny perlahan terbuka, tampak berat. "Tidak perlu," gumamnya pelan, meski suaranya nyaris tak terdengar.
"Ini perintah Bu Hanna," Eunchae bersikeras dengan nada lembut. "Ayo, biar aku bantu."
Di sisi lain, Ella yang memperhatikan dari jauh merasa gelisah. Ia ingin mendekati Canny, ingin menjadi orang yang membantu, tetapi ia tahu jika ia mendekat, itu hanya akan memperburuk keadaan. Untuk kali ini, ia memilih diam dan membiarkan Eunchae melakukannya.
Canny akhirnya menyerah dan berjalan perlahan ke arah pintu kelas, di papah oleh Eunchae. Bu Hanna mengamati dengan mata yang penuh simpati, berharap Canny bisa mendapatkan sedikit ketenangan di tengah kesulitannya.
Namun, di hati Canny, ada rasa lelah yang lebih dari sekedar fisik. Ada luka dan dingin yang tak mudah di cairkan, terutama kepada orang-orang yang kini mencoba mendekat--termasuk Ella. . . . . . . .