BAGIAN 22 - MALAM ITU

164 10 0
                                    

"Gue balik dulu, ya? Salam sama Tante, sorry gak bisa mampir."

"Iyaa, nanti disampein. Hati-hati di jalan!"

Sore itu, mobil Revan melaju pergi setelah menurunkan Shaka juga Karel di depan gang. Keduanya terus memperhatikan hingga mobil itu hilang di tikungan.

"Yuk!" Karel berseru, merangkul akrab pundak itu namun tidak disambut baik.

Yang bersangkutan mendelik, "Apa yak yuk yak yuk?"

"Pulang, lah!"

"Yaudah sana, ngapain ngajak-ngajak?" Shaka melepas rangkulan di pundaknya, mengusir halus Karel tapi pemuda itu malah kembali menempel padanya.

Kali ini merangkul lengan dan memohon, "Pulang ke rumah lo. Gue nginep, ya?"

Jelas Shaka kaget, langsung melepaskan tangan Karel dari lengannya lalu menolak keras, "Gak gak, gak boleh!"

"Boleh donggg??? Udah sore, gak ada angkutan umum." wajah Karel memelas, berharap Shaka luluh tapi dirinya justru diberi tatapan penuh selidik.

"Motor lo mana?" tanya Shaka.

"Di bengkel, tadi aja gue ke rumah lo nebeng sama bokap. Boleh ya nginep?"

Shaka memutar bola matanya malas, tahu sekali jika itu hanya alasan semata. "Di dunia ini ada yang namanya ojek online, Karel," balasnya setengah kesal.

Namun Karel tetap kukuh, "Gak mau!! Nginep aja, ya?? Di rumah gue sendirian, masa lo tega?"

"Tega aja sih, toh biasanya juga sendirian kan di rumah?"

Iya, Shaka tahu orang tua Karel sibuk bekerja, sangat jarang ada di rumah seakan lupa mereka masih punya satu putra yang harus diperhatikan.

"Kan bedaaa. Sekarang gue ada pacar, gak terbiasa sendirian."

Shaka menyerah, memilih berbalik untuk pulang ke rumah tanpa mengatakan apapun lagi. Dirinya juga tidak melarang saat Karel mengikuti di belakangnya.

Merasa mendapat lampu hijau, Karel sumringah, "Boleh?"

"Bilang sendiri tapi sama mama."

Dan ketika Shaka menjawab, Karel total senang.

"Oke! Gampang itu mah, kecil!!"

🌱🌱🌱

"Tuh, lo tidur disitu."

Karel mengerutkan dahi, ekspresi wajahnya tidak senang saat Shaka melemparkan bantal pada lantai yang sudah diberi alas kasur tipis, tepat di depan tempat tidurnya.

Pria itu protes, "Kok disini? Disana kan masih luas, cukup buat kita berdua," lantas menunjuk pada kasur milik Shaka yang luasnya sangat cukup untuk menampung dua orang itu.

Shaka melirik kasur itu sekilas lalu kembali menatap Karel, "Siapa yang bilang gue mau tidur sama lo?"

"Loh? Kita gak sekasur?!"

Satu gelengan kepala jadi jawaban, sukses membuat Karel mendesah kecewa, lantaran seluruh bayangannya soal menghabiskan malam berdua dengan penuh kehangatan harus hancur   seketika.

Tak memperdulikan reaksi itu, Shaka memilih merebahkan diri di atas kasur, mencari posisi nyaman lalu meraih ponselnya untuk dimainkan.

Karel mendengus, lantas dengan kasar membaringkan tubuh di sebelah Shaka, tanpa peduli reaksi tidak menyenangkan dari si pemilik kasur.

Shaka melirik, "Ngapain kesini?"

"Gue mau tidur disini pokoknya! Maksa!" Karel bersidekap dada, berbaring terlentang menatap lurus pada langit-langit kamar. Tidak mau menatap Shaka atau mendengar apapun yang pemuda itu katakan.

Best (Boy) FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang