"Tak mengapa, bila cinta ini tak kau ingat, setidaknya ada aku yang masih mengenangnya."
*****
"Sssss..."
Asher mendesis ketika merasakan denyutan di kepalanya begitu kesadarannya mulai kembali. Rasa lelah yang menyelimuti tubuhnya adalah hasil dari tiga hari tanpa tidur, hingga akhirnya ia terlelap beberapa jam yang lalu. Matanya perlahan membuka, memandang ke sekeliling ruangan yang tak asing baginya, namun jelas bukan kamarnya sendiri.
Sesaat ia merasakan seseorang bergerak dalam pelukannya, hingga membuat Asher sedikit menunduk dan mendapati Lily yang sedang tertidur.
Asher menghela napas, meringis saat mengingatnya kembali. Ia datang ke rumah gadis itu beberapa jam lalu dan, tanpa disangka, pelukan hangat Lily membuatnya terlelap seketika. Ia melirik arlojinya yang menunjukkan pukul 23.16 WIB—berarti ia sudah tertidur hampir tiga jam.
Dengan hati-hati, Asher melepaskan pelukannya, memastikan gerakannya tak membangunkan Lily. Setelah berhasil, ia merapikan pakaiannya yang sedikit kusut, bersiap meninggalkan ruangan itu untuk memenuhi janji yang harus ia tepati sebelum tengah malam.
Namun, sebelum melangkah pergi, ia menundukkan tubuhnya, mendekat ke wajah gadis yang masih tertidur lelap. Bibirnya menyentuh kening Lily dalam kecupan lembut dan tertahan cukup lama. Jarinya mengusap wajah gadis itu dengan penuh kasih.
"Aku rindu kamu, sayang. Aku rindu sekali." Lirih Asher dalam bisiknya, hampir tak terdengar.
"I loved you, I love you, and I will love you. Gak papa kamu gak ingat semuanya, karena aku yang akan mengingatnya." Ucapnya lagi dan kini bibirnya jatuh pada bibir ranum milik Lily. Hanya sekilas, karena tak ingin mengganggu tidur sang kekasih.
"Mimpi indah, sayang."
Asher pun bergegas keluar dari kamar Lily dengan sebuah tekad bulat seakan telah memutuskan sesuatu yang sebelumnya menjadi keraguan dalam hatinya.
*****
Asher memandang laut sambil mengisap rokok lalu menghembuskan asapnya ke luar.
Suasananya terasa tenang, tak ada bising, hanya ada suara ombak yang menyapu tepi laut. Langit malam yang gelap, dihiasi oleh gemerlap bintang, memberikan kesan indah. Sayangnya, situasi Asher saat ini, tak seindah langit malam itu.
"Lo datang juga."
Suara gadis yang sangat familiar memecah kesunyian. Asher berbalik dengan puntung rokok yang masih setia terselip diantara sela jarinya, wajahnya tenang, seolah tak terganggu oleh keberadaan gadis itu.
"Besar juga nyali lo, datang sendirian ke sini," Ucap Michella yang pakaian serba hitam dan menatap Asher dengan angkuh.
Asher tersenyum miring, menyadari betul bahwa Michella tak mungkin bertindak gegabah tanpa memastikan keadaannya lebih dulu. Gadis itu selalu selangkah lebih maju, licik dan penuh perhitungan.
"Lo gak penasaran, gimana gue bisa kabur?" Michella mendekat, berdiri di samping Asher dengan sikap santai.
"Yang jelas, gue tahu ada pengkhianat," jawab Asher dingin, kembali mengisap rokoknya sebelum membuang puntungnya ke pasir.
Senyum puas muncul di wajah Michella. Fakta bahwa Asher menyadari pengkhianatan di lingkarannya justru memberinya kepuasan tersendiri.
"Ash, gue kasih lo dua pilihan." Ucap gadis itu lagi setelah hening beberapa saat.
Asher menatapnya dengan penuh tanya, ekspresinya datar.
"Lo pilih, Lily hidup tapi hancur atau Lily mati?" Sorot mata Michella menunjukkan keseriusan, sungguh tidak sesuai dengan usia nya yang kini menginjak 15-16 tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMORIA (END)
FantasyIni semua adalah tentang memoria (ingatan) dari kehidupan sebelumnya. Tapi bukan cerita pengulangan waktu, biasa. Tak pernah terpikirkan oleh Lily bahwa dirinya akan diberi kesempatan kedua untuk kembali hidup. Seumur hidupnya, hanya ia habiskan un...