"Geri, wajah kamu kenapa?"
Aku sangat teramat terkejut ketika membuka pintu kosku dan mendapati wajah Geri--kekasihku, babak belur seperti itu. Pipi dan sudut matanya yang lebam, dan juga ujung bibirnya yang sobek.
Aku mendekat ke arahnya. Ku ulurkan tangaku mendekati wajahnya yang tak karuan itu.
"Ger, kamu kenapa?" tanyaku lagi dengan suara yang sedikit gemetar.
Geri tersenyum padaku "Aku gapapa Dera"
Aku yang tadinya khawatir seketika langsung melihatnya dengan marah "Gapapa? Kamu bilang bonyok gini gapapa hah?"
Aku menekan nekan lukanya yang ada di wajahnya dengan sedikit tenaga, Geri terlihat meringis dan mencoba menghindari sentuhanku.
"Ya jangan di teken teken juga sayang"
"Katanya gapapa? Kok malah ngehindar gitu?"
Ketika aku akan mencoba menekannya lagi, Geri segera menangkap tanganku "Iya Dera, sakit" mukanya seketika memelas.
Aku yang lemah dengan muka melasnya ini pun seketika luluh. Aku segera membawanya masuk ke kamar kos ku.
Setelah melihat Geri duduk di pinggir ranjangku, aku segera mengambil alat alat untuk membersihkan lukanya.
Aku coba bersihkan lukanya dengan alkohol dan ketika aku memperhatikan lukanya lagi aku cukup ikut ngilu melihtnya.
"Gimana bisa sih kamu jadi kaya gini?" Geri tidak menjawabku.
"Geri, aku tanya kenapa kamu bisa babak belur kaya gini?" Geri masih tetap tidak menjawabku.
Karena kesal aku pun menekan lukanya dengan cukup kuat "Aw, Dera, sakit" Geri menjauhkan tubuhnya dariku.
"Ya habisnya, dari tadi aku nanya loh kenapa kamu bisa gini, tapi gak dijawab mulu"
Geri menghembuskan nafasnya "Tapi kamu jangan marah ya?"
Aku mengerutkan keningku "Tuhkan gitu mukanya, makannya aku gak mau kasih tau kamu. Kamu pasti marah"
"Ngga. Siapa juga yang marah? Cepetan kasih tau aku alasan kamu bisa kaya gini" aku kembali mendesaknya.
"Tadi aku gak sengaja nyenggol Tama, eh dia malah gebukin aku" Geri mengucapkan dengan memperhatikan mimik wajahku yang sudah pasti langsung menatpanya horor.
Rasanya kemarahanku sudah sampai ubun ubun. Aku sangat marah sekarang. Bisa bisanya si Tama sialan itu membuat wajah Geri menjadi seperti ini hanya karena tidak sengaja menyenggolnya?
Cih, sepertinya dia memang ingin merasakan kemarahanku.
"Dera sayang" Geri memanggilku dengan hati hati.
Tanganku terkepal kuat, aku sangat benci jika ada yang menganggu Geri seperti ini. Geri itu anak yang kalem, tenang dan tidak suka mencari masalah. Tapi kenapa malah orang lain yang mencari masalah dengannya?
Aku mengambil ponselku dan segera menghubungi nomor sahabatku, Caca.
"Ca, lo tau gak lokasi si Tama sekarang?"
"Tama? Tama anak kelas kita? Ngapain lo nanyain dia?"
"Nanti gue ceritain, yang pasti kalo lo tau dia diamana sekarang tolong kasih tau gue. Gue punya banyak urusan sama dia"
Geri yang mendengarkan pembicaraanku seketika memegang tangaku yang masih terkepal, dia menggelengkan kepalanya, seolah memberitahuku untuk menghentikam apapun niat yang sudah ada di dalam kepalaku.
Tapi aku, Dera Putri, seorang gadis yang cukup keras kepala ini tak semudah itu untuk menyutujuinya.
"Kalo gak salah tadi gue liat storynya Reno, kayanya mereka ada di warung kopi deket sekolah deh, emangnya lo mau apa sih gu-"
Tut.
Aku segera mematikan sambungan telepon itu. Tak peduli bahwa di sebrang sana Caca sedang misuh misuh karena aku mematikan telpon seenaknya. Tapi saat ini, prioritasku adalah melancarkan balas dendam pada Tama si bajingan itu.
"Sayang jangan udah, aku gapap kok. Beberapa hari lagi juga sembuh"
Aku segera membubuhkan pandangan tajamku kearah Geri "Kamu gapapa tapi aku yang apa apa. Si Tama itu bener bener harus dikasih pelajaran, ini bukan kali pertama dia gini sama kamu. Aku bener bener udah gak tahan Geri. Lagian kenapa kamu gak bales dia sih? Aku tuh heran deh. Badan kamu lebih gede dari dia tapi kenapa gak kamu lawan balik? Aku tuh sebel"
Geri memelukku "Iya iya, maaf ya aku gak lawan dia balik. Tapi aku gak lawan dia karena emang gak mau buang tenaga aja sayang. Aku lagi males, aku juga gak mau nanti masalahnya makin panjang"
"Tapi gak setiap kamu di gangguin kamu pasrah gitu. Lebih baik urusannya makin panjang dan setelah itu di gangguin kamu lagi daripada kamu terus terusan di ganggu" aku menjauhkan tubuhku padanya karena kesal mendengar jawaban tak masuk akalnya itu.
Tapi Geri kembali menarikku kedalam pelukannya yang hangat, "Iya maafin aku, lain kali aku janji bakal lawan dia. Jadi sekarang kamu gak usah buat samperin dia ya?"
"Ya gak bisa gitu dong. Pokoknya hari ini aku mau bales dia"
Geri lagi lagi hanya bisa menghela nafas. Dia memelukku semakin erat dan mengusap usap pelan rambutku.
"Kamu gak usah bales dia ya sayang. Aku gak mau kamu kenapa kenapa. Percaya sama aku, pasti nanti dia bakal dapet balesannya sendiri" Bisik Geri di telingaku dengan lembut.
Aku yang mendengar suara lembut nan serak yang Geri keluarkan pun perlahan luluh. Amarah yang awalnya berkobar pun mulai meredam. Memang hanya Geri yang bisa melunakan tingkah keras kepalaku ini. Hanya dengan dia pelukan dan bisikan kata manis yang menenangkan aku akan berubah dalam sekejap. Aneh kan? Apa memang aku yang terlalu bucin? Entahlah, yang aku tau hanya Geri yang mampu menandingi segala sifat burukku ini dan aku menyukai fakta itu.
Dan pada akhirnya sisa hari itu aku habiskan dengan Geri di kosanku. Meskipun setiap kali aku melihat wajah tampan Geri yang penuh luka itu aku terus menggerutu. Tapi Geri dengan santainya selalu memberiku senyum manisnya itu, dan membuatku akhirnya kembali meredam emosiku.
Hah, memang susah punya pacar kelewat baik gini.
-
Suara telpon berdering di tengah heningnya malam, membuat si pemilik segera mengangkatnya.
"Semuanya sudah beres, sesuai dengan yang di perintahkan oleh Tuan"
"Good job"
Lalu panggilan tersebut pun segera di tutup. Lalu di gelapnya malam itu, seseorang tengah menyeringai puas dengan apa yang telah dilaporkan barusan.
-
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Another You
Teen FictionAku memiliki kekasih yang baik, ya setidaknya itu dari sudut pandangku. Semuanya berjalan seperti biasa. Sampai, Aku mendengar tentang kekasihku dari sudut pandang orang lain.