Hari-hari setelah percakapan mereka di taman belakang sekolah, Nara mulai merasa ada yang berubah dalam dirinya. Bukan karena ada perubahan besar dalam hidupnya, tapi karena ada satu perasaan yang tak bisa dia lepaskan: rasa penasaran yang terus menggantung tentang Kaela. Gadis yang satu detik bisa terlihat sangat percaya diri, tapi di detik berikutnya bisa sangat rapuh.
Nara mulai mencari cara untuk lebih memahami apa yang sebenarnya terjadi pada Kaela. Setiap kali mereka bertemu di sekolah, Nara bisa merasakan ada sesuatu yang menghalangi Kaela untuk benar-benar membuka diri. Bahkan ketika Kaela tersenyum atau tertawa, Nara tahu itu hanya topeng. Sesuatu yang disembunyikan. Sesuatu yang Kaela nggak siap untuk bagikan.
Tapi, satu hal yang Nara tahu: Kaela butuh seseorang. Dan entah kenapa, Nara merasa bahwa dia adalah orang itu.
Hari itu hujan turun dengan derasnya, dan Nara terlambat menuju kelas. Langkahnya cepat, menghindari genangan air yang hampir memenuhi trotoar. Di pintu gerbang sekolah, Nara mendapati Kaela berdiri di bawah atap, menunggu seseorang. Entah siapa, tapi ada ketegangan di wajahnya yang tampak jelas, bahkan dari kejauhan.
Saat Kaela melihat Nara, ada senyum tipis yang terlukis di bibirnya, tapi kali ini senyum itu terlihat berbeda. Lebih dipaksakan, lebih seperti upaya untuk menutupi sesuatu yang lebih besar.
"Nara," panggil Kaela, suaranya terdengar lebih ringan dari biasanya. "Kamu nggak takut basah?"
Nara mengangkat bahu, sedikit canggung. "Aku lebih takut telat kelas, sih." Dia tersenyum, meskipun sedikit gugup. Kaela tertawa, meski tak sepenuh hati.
"Kalau gitu, ayo masuk. Jangan berdiri di luar terus, nanti kamu sakit," Kaela berkata dengan nada santai, tapi ada sesuatu yang menggantung di balik kata-katanya, sesuatu yang membuat Nara merasa tidak nyaman.
Nara mengangguk dan mengikuti Kaela ke dalam gedung. Mereka berjalan berdampingan, tapi jarak di antara mereka tetap terasa ada. Kaela terlihat fokus pada langkahnya, sementara Nara tidak bisa menahan diri untuk bertanya-tanya apa yang sedang dipikirkan oleh gadis itu.
"Semuanya baik-baik aja, Kaela?" tanya Nara, akhirnya memberanikan diri untuk membuka percakapan.
Kaela berhenti sejenak, seolah terkejut dengan pertanyaan itu. Kemudian, dia melanjutkan langkahnya dengan lebih cepat, hampir seperti sedang menghindar. "Iya, kenapa emangnya? Aku cuma... nggak suka hujan."
Ada penundaan dalam jawabannya yang membuat Nara semakin penasaran. Tidak suka hujan? Itu bukan alasan yang benar-benar meyakinkan. Tapi Nara tahu bahwa Kaela tidak akan mudah membagikan apapun yang lebih dari itu.
Selama beberapa hari berikutnya, interaksi antara Nara dan Kaela semakin sering. Meskipun Kaela masih menjaga jarak, ada momen-momen kecil di mana Nara merasa mereka semakin dekat. Kaela mulai lebih sering duduk bersama Nara di perpustakaan, meskipun tidak terlalu banyak bicara. Mereka hanya duduk bersama, membaca buku masing-masing, dengan ketenangan yang aneh namun menyenangkan. Terkadang, Nara merasa seperti mereka berbicara dalam diam, berbagi ruang tanpa perlu banyak kata.
Namun, ada satu hal yang mulai mengganggu pikiran Nara. Setiap kali Kaela pulang sekolah, dia terlihat semakin cepat menghilang. Seperti ada sesuatu yang mengharuskannya untuk segera pergi tanpa memberi tahu siapa pun. Nara merasa semakin terobsesi dengan Kaela—apa yang terjadi padanya setelah sekolah, kenapa dia selalu menghindari pertemuan setelah jam sekolah berakhir?
Suatu sore, setelah hujan reda, Nara memutuskan untuk mengikuti Kaela. Ini bukan sesuatu yang biasa dia lakukan. Nara benci mengganggu privasi orang, tapi entah kenapa, rasa ingin tahu yang besar membuatnya nekat. Dia tahu ini bisa membuatnya terlihat aneh, tapi Nara merasa ada yang perlu dia temukan.
Dia mengikuti Kaela dari jauh, melewati jalan-jalan yang semakin sepi seiring dengan matahari yang tenggelam. Kaela berbelok ke sebuah gang kecil yang jarang dilalui orang, dan Nara merasa heran. Biasanya, Kaela pasti akan berjalan ke arah pusat kota atau rumah temannya. Tapi kali ini, dia memilih untuk menyusuri jalan yang sepi dan gelap.
Di ujung gang, Kaela berhenti di depan sebuah bangunan tua yang terlupakan. Nara menahan napas, menyembunyikan dirinya di balik tembok agar Kaela tidak melihatnya. Kaela berdiri di sana sejenak, tampak ragu-ragu, sebelum akhirnya masuk ke dalam bangunan itu.
Nara merasa ada sesuatu yang salah. Ini bukan hanya tentang hujan atau perasaan cemas yang Kaela tunjukkan. Ada rahasia yang disembunyikan, dan Nara mulai merasa bahwa rahasia itu lebih besar dari yang dia kira.
Nara ragu sejenak, berdiri di sana, memikirkan apakah dia harus mengikutinya lebih jauh atau kembali. Tapi satu hal yang dia tahu pasti: sesuatu dalam dirinya tidak bisa membiarkan Kaela pergi sendirian. Jika Kaela membutuhkan bantuan, maka dia akan siap memberikannya, bahkan jika itu berarti harus menembus tembok-tembok yang selama ini dibangun Kaela.
Nara memutuskan untuk mendekat. Dengan hati-hati, dia berjalan menuju bangunan tua itu, berusaha agar langkahnya tidak terdengar. Ketika sampai di depan pintu, dia berhenti dan mengintip melalui celah pintu yang sedikit terbuka.
Di dalam, Kaela terlihat berbicara dengan seseorang yang tidak Nara kenal. Suaranya rendah, hampir berbisik, dan Nara bisa melihat Kaela yang tampaknya tidak seperti dirinya sendiri. Tidak ada senyum, tidak ada kepercayaan diri. Hanya keraguan dan kecemasan yang menutupi wajahnya.
Nara ingin sekali masuk, tapi dia tahu dia harus berhati-hati. Apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Kaela? Dan siapa orang itu?
Nara menunggu beberapa saat, berharap bisa mendengar lebih banyak, sebelum akhirnya membuat keputusan. Apakah ini saatnya untuk menghadapinya?
CZYTASZ
Alterego sisi lain Kaela
Teen FictionKaela selalu merasakan ada yang berbeda dalam dirinya. Sejak kecil, ada perasaan aneh-sebuah kekuatan dalam dirinya yang tak bisa dijelaskan, seperti ada dua sisi dalam dirinya yang saling bertentangan. Ketika ia bertemu dengan Nara, seorang remaja...