Hujan semakin deras, menambah kesuraman malam yang sudah penuh dengan kecemasan. Nara berjalan cepat, dengan mata yang menatap tajam ke depan, seakan mengabaikan dunia di sekitarnya. Pikirannya berputar, hanya satu nama yang terus terngiang di kepala—Kaela. Tidak ada waktu untuk ragu, tidak ada waktu untuk takut. Selama ini, Nara sudah merasa ada yang salah, namun pesan yang dia terima beberapa jam lalu menegaskan bahwa ini bukan hanya perasaan. Ini nyata, dan ancaman yang mereka hadapi bukanlah permainan.
Setiap langkah Nara penuh tekad. Dia tahu betul apa yang harus dia lakukan. Kaela sudah terperangkap dalam dunia yang penuh bahaya, dan Nara tidak akan membiarkan sahabatnya itu menghadapinya sendirian. Satu hal yang dia tahu pasti—kaela butuh dia. Kaela mungkin berpikir dia bisa melindungi Nara dengan menjauh, tapi Nara tidak akan menyerah.
Di saat hujan mengguyur, Nara menyadari betapa besar perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Dia yang dulu hanya seorang remaja biasa dengan masalah sekolah dan pertemanan, kini harus menghadapi sesuatu yang lebih gelap, lebih rumit, dan lebih menakutkan dari yang dia bayangkan. Ketika dia menerima pesan itu, dia tahu sudah tidak ada jalan kembali.
Ponselnya bergetar di sakunya, memecah kebisuan malam. Pesan baru dari nomor yang tidak dikenal. Nara menarik ponselnya dengan tangan gemetar, matanya membaca pesan itu, satu demi satu kata yang seakan membakar jantungnya.
"Kau terlalu naif jika berpikir bisa menyelamatkan Kaela. Semua ini sudah terlambat."
Pernyataan itu seperti pisau yang menancap di dadanya. Nara menatap layar ponselnya dengan perasaan campur aduk—marah, bingung, dan takut. Semua yang dia percayai, semuanya yang dia harapkan, kini seolah runtuh begitu saja. Tapi dia tidak bisa mundur. Tidak sekarang.
Dia tahu Kaela sedang berusaha sekuat tenaga untuk menjaga jarak, tapi Nara tidak bisa begitu saja menyerah. Sahabat terbaiknya itu tidak akan mampu keluar dari masalah ini tanpa bantuan. Kaela mungkin berpikir dia bisa menghadapinya sendirian, tapi Nara tidak akan membiarkannya. Tidak peduli betapa beratnya beban yang harus mereka pikul bersama.
Nara mengetik balasan dengan cepat, mengabaikan rasa takut yang merayapi tubuhnya. "Aku akan menemukanmu, Kaela. Tidak ada yang bisa menghentikanku."
Setelah itu, dia menekan tombol kirim, dan tanpa menunggu balasan, dia langsung melangkah maju. Setiap langkahnya penuh dengan tekad dan kecemasan yang semakin meningkat. Semakin dia mendekati kos Kaela, semakin dia merasa ada yang aneh, seakan dunia di sekitarnya ikut terhenti. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang Kaela sembunyikan?
Kaela: Terjebak dalam Ketakutan
Di dalam kamar kosnya yang sempit, Kaela duduk di tepi ranjang, memandangi ponselnya yang mati. Hujan di luar semakin deras, tetapi itu tidak bisa menghalangi ketegangan yang mencekam dirinya. Tubuhnya terasa lelah, namun pikirannya tidak bisa berhenti berputar. Setiap kali dia mencoba untuk tenang, bayang-bayang ancaman itu kembali menguasai pikirannya.
Siapa yang mengirim pesan itu? Siapa yang menginginkan mereka jatuh ke dalam jurang ketakutan ini? Apa yang harus dia lakukan? Apakah benar, seperti yang mereka katakan, semuanya sudah terlambat?
Kaela menatap pintu kamar, mendengar suara hujan yang semakin keras di luar. Dia ingin sekali membuka pintu itu dan lari jauh. Tapi dia tahu, itu tidak akan menyelesaikan masalah. Bahkan, jika dia berlari sejauh mungkin, masalah ini tidak akan pernah pergi.
Kaela ingin sekali memberitahu Nara segalanya, tetapi dia takut. Takut akan konsekuensinya. Takut kalau Nara juga akan terjebak dalam kegelapan yang selama ini Kaela coba sembunyikan. Dia tidak ingin sahabatnya itu terlibat. Tidak setelah semua yang sudah terjadi.
Ponselnya berdering. Nama Nara muncul di layar. Kaela menatapnya lama. Hatinya terasa berat. Nara pasti sudah tahu sesuatu. Kaela bisa merasakan itu dalam setiap detak jantungnya. Nara tidak bodoh. Jika Kaela menjawab, Nara akan bertanya lebih jauh, dan Kaela tidak tahu lagi bagaimana menjawabnya.
Dengan napas berat, Kaela mengangkat telepon itu. Suara Nara terdengar cemas di ujung sana.
"Kaela, siapa yang mengirim pesan itu? Apa yang sebenarnya terjadi?" Suara Nara terdengar begitu murni, begitu penuh kepedulian. Namun, di balik kepedulian itu, Kaela merasakan ada kegelisahan yang semakin menguat.
Kaela menunduk, menggigit bibirnya, berusaha mencari kata-kata yang bisa membuat semuanya terlihat lebih ringan, meskipun dia tahu itu tidak akan pernah berhasil. "Aku... aku tidak bisa jelaskan semuanya sekarang, Nara," katanya dengan suara yang bergetar. "Tapi aku butuh waktu. Jangan datang kemari."
Tapi Kaela tahu, Nara tidak akan mendengarkan. Nara sudah memutuskan untuk menyelamatkannya. Dan dalam hati Kaela, dia tahu—mungkin ini memang sudah saatnya. Mungkin sudah waktunya untuk mengakhiri kebohongan ini, untuk menghadapi kenyataan.
Nara: Terus Maju, Tanpa Ragu
Dengan telepon yang sudah terputus, Nara mengumpulkan seluruh keberaniannya. Kaela benar—semakin dia berusaha menjauhkan Nara, semakin dia menyakitinya. Tetapi Nara tidak bisa begitu saja mundur. Sahabatnya membutuhkan dia, dan Nara tidak akan membiarkan Kaela menghadapi ini sendirian.
Keputusan itu sudah bulat. Dia harus mendekat. Tidak ada alasan lagi untuk menunggu. Meskipun Kaela meminta untuk tidak datang, Nara tahu dia harus berada di sana. Sebentar lagi, dia akan sampai di depan pintu kos Kaela, dan dia tidak akan mundur.
Setiap langkahnya menuju kos Kaela semakin cepat. Dia merasa setiap detak jantungnya berdegup lebih cepat, semakin kuat, semakin pasti. Ini bukan hanya tentang menyelamatkan Kaela. Ini tentang menyelamatkan mereka berdua. Tentang menghadapi kenyataan yang selama ini coba mereka hindari.
Sesampainya di depan pintu kos Kaela, Nara berhenti sejenak. Hatinya berdegup kencang, dan dia bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara. Ini adalah momen yang dia tahu akan mengubah semuanya. Tak ada lagi jalan mundur. Dia akan menghadapi Kaela, apapun yang terjadi.
Tanpa ragu, Nara mengetuk pintu dengan keras. Tak ada jawaban. Keheningan menambah kecemasan yang mengguncang hati Nara. Kaela di dalam sana—mungkin sedang bersembunyi, atau mungkin hanya terdiam, bingung dengan langkah yang harus diambil.
Namun, setelah beberapa detik yang terasa seperti berjam-jam, pintu itu terbuka sedikit. Cahaya dari dalam kamar menerangi wajah Kaela yang tampak lelah, cemas, dan penuh kebingungan. Tatapan mereka bertemu, dan dalam sekejap, Nara merasakan beban berat yang tersirat dalam mata Kaela.
"Kaela," Nara berkata, hampir berbisik, "Kau tidak perlu melakukannya sendirian. Aku di sini. Kita hadapi ini bersama."
Kaela menatapnya lama, seolah mencoba menilai apakah Nara benar-benar siap untuk apa yang akan datang. Apakah dia akan cukup kuat untuk menghadapi semua yang tersembunyi di balik kata-kata yang tidak diucapkan?
CZYTASZ
Alterego sisi lain Kaela
Teen FictionKaela selalu merasakan ada yang berbeda dalam dirinya. Sejak kecil, ada perasaan aneh-sebuah kekuatan dalam dirinya yang tak bisa dijelaskan, seperti ada dua sisi dalam dirinya yang saling bertentangan. Ketika ia bertemu dengan Nara, seorang remaja...