Bab 7: Keputusan yang Tak Terbalikkan

0 0 0
                                    

Pintu kamar tertutup pelan, namun suara detakan hati Nara jauh lebih keras dari itu. Ruangan yang sebelumnya terasa sunyi kini seolah dipenuhi dengan tekanan tak terlihat. Kaela berdiri di dekat jendela, menatap keluar dengan tatapan kosong. Hujan yang terus mengguyur membuat suasana semakin mencekam, menambah rasa gelisah yang sudah menyelimuti Nara sejak tadi.

Nara berdiri tak jauh dari Kaela, menunggu, mencoba merasakan apapun yang Kaela rasakan. Saat Kaela akhirnya berbalik, wajahnya tampak lebih letih dari biasanya, seakan dia sudah lama membawa beban yang tak terkatakan. Ada kesedihan yang mendalam di mata Kaela, namun juga ada sesuatu yang lebih—sesuatu yang gelap, yang kini perlahan-lahan mulai terungkap.

"Aku harus memberitahumu semuanya, Nara," kata Kaela, suaranya serak, penuh dengan keraguan. "Tapi ini akan membuat semuanya lebih sulit. Tidak hanya untukmu, tapi untuk kita berdua."

Nara mengangguk, meskipun hatinya sudah terisi dengan begitu banyak pertanyaan. Kaela membuka mulut, tapi kata-kata tampaknya sulit untuk keluar. Semakin banyak yang ingin Kaela katakan, semakin berat rasa takut yang menghimpit dadanya.

"Semuanya dimulai beberapa bulan lalu..." Kaela mulai, berbicara pelan, seolah menceritakan kisah yang telah lama terkubur dalam ingatannya.

"Aku... aku bertemu dengan seseorang yang tidak seharusnya aku temui. Seseorang yang sedang mencari informasi tentang proyek penelitian yang aku kerjakan di kampus. Aku pikir itu hanya soal biasa—tentang data, tentang penelitian, tidak lebih. Tapi aku salah." Kaela berhenti sejenak, menatap ke luar jendela. "Ternyata, orang itu bukan hanya tertarik pada proyekku. Mereka mencari sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang sangat berbahaya."

Nara mendekat, merasa cemas, namun juga ingin tahu lebih banyak. "Apa yang mereka cari, Kaela?"

Kaela menghela napas panjang. "Aku tidak tahu pasti, tapi..." Dia menggigit bibirnya, kemudian melanjutkan dengan suara lebih pelan, "Aku tahu kalau mereka tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkan apa yang mereka mau."

Mereka. Kata itu menggema di pikiran Nara. Siapa mereka? Apa yang Kaela sembunyikan tentang orang-orang ini?

Kaela merasakan ketakutan semakin menguasai dirinya. "Aku berusaha menjauh, tapi mereka terus mengancamku—mengancam kita," lanjut Kaela dengan suara yang hampir tak terdengar. "Mereka tahu kalau aku mulai mencurigai mereka, dan itu membuatku semakin terperangkap."

Nara merasa dunia di sekitarnya berputar. Mereka? Siapa sebenarnya mereka yang dimaksud Kaela? Namun, sebelum dia bisa bertanya lebih lanjut, Kaela melanjutkan.

"Aku... aku tidak bisa lari, Nara. Aku sudah terlalu dalam terjerat. Mereka tahu siapa aku. Mereka tahu siapa kita." Kaela menunduk, rambutnya menutupi sebagian wajahnya, seolah dia ingin menghindari pandangan Nara. "Aku takut jika kita terlalu lama di sini, mereka akan menemukan kita."

Nara merasa ada yang lebih besar dari yang Kaela ceritakan. Ada sesuatu yang dia sembunyikan, dan itu bukan hanya soal ancaman dari orang tak dikenal. Kaela sedang berbohong. Nara bisa merasakannya. Ada sesuatu yang lebih besar, lebih gelap, yang Kaela belum katakan.

Namun, sebelum Nara bisa memikirkan lebih jauh, suara ketukan keras di pintu mengalihkan perhatiannya. Keduanya terdiam, saling menatap. Ketukan itu datang lagi, lebih keras dari sebelumnya.

"Siapa itu?" Nara berbisik.

"Mereka," jawab Kaela, suaranya gemetar. "Mereka sudah menemukan kita."

Keheningan yang mencekam menggantung di udara. Nara merasa nafasnya tercekat. Ini lebih buruk dari yang dia bayangkan. Mereka tidak hanya terjebak dalam permainan berbahaya ini—mereka benar-benar terancam.

Tanpa berpikir panjang, Nara melangkah maju, berjalan ke arah pintu, namun Kaela dengan cepat menarik lengannya, "Jangan!" serunya dengan suara penuh ketakutan. "Jangan buka pintu, kita harus keluar dari sini."

Namun, Nara tidak bisa begitu saja melarikan diri. "Kita tidak punya pilihan lain," katanya dengan tegas. "Kaela, kita harus hadapi mereka, kita tidak bisa terus lari."

Dengan napas berat, Kaela mengangguk. "Baiklah," katanya, meski suaranya hampir tak terdengar. "Tapi ingat, aku sudah memperingatkanmu. Mereka lebih dari yang kita kira."

Alterego sisi lain KaelaOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz