Kaela berdiri mematung di depan jendela, matanya menatap ke luar malam yang gelap. Lampu jalan di kejauhan tampak temaram, seakan dunia di luar sana menghindar darinya. Di balik kaca jendela, angin dingin berhembus, namun udara dalam ruangan ini terasa semakin berat. Nara berdiri di belakangnya, masih berusaha mencerna apa yang baru saja Kaela ungkapkan. Namun semakin banyak dia tahu, semakin bingung dan frustrasi dia merasa.
"Kenapa kau tidak bilang apa-apa padaku sebelumnya, Kaela?" suara Nara terdengar tegang, hampir serak. "Kenapa aku harus terjebak dalam semua ini?"
Kaela berbalik perlahan, matanya yang biasanya penuh ketegasan kini tampak lebih kosong. Raut wajahnya mencerminkan beban yang telah lama dia simpan. Dia membuka mulut, tetapi kata-katanya terasa tertahan, seolah ada sesuatu yang lebih besar yang menghalangi dia untuk mengungkapkan semuanya.
"Aku... aku tidak ingin melibatkanmu," jawab Kaela, suaranya pelan namun penuh penyesalan. "Kau tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ini lebih besar daripada sekadar kita."
Namun, semakin Kaela berbicara, semakin Nara merasa seperti ada sesuatu yang sangat salah. "Aku sudah terlibat, Kaela. Kau pikir aku akan mundur begitu saja hanya karena ada rahasia besar yang kau simpan?!" Suara Nara naik, sedikit bergetar, namun dia tetap menatap Kaela dengan intens.
Kaela menutup matanya, menghela napas panjang. Dia tahu ini akan menjadi percakapan yang sulit, dan semakin banyak yang dia ungkapkan, semakin berbahaya itu bagi Nara. "Kau tidak mengerti," katanya dengan suara serak. "Mereka akan datang, Nara. Mereka sudah tahu aku masih hidup."
Nara terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata itu. "Siapa yang akan datang? Siapa yang mengejarmu?" tanya Nara, suaranya terdengar lebih lembut, namun penuh kecemasan.
Kaela menatapnya, seakan mencari jawaban dalam mata Nara yang penuh kebingungan. "Aku... aku tidak bisa mengatakan siapa mereka. Itu terlalu berbahaya, Nara."
Namun, sebelum Nara bisa berbicara lagi, suara langkah kaki terdengar dari luar. Semakin dekat. Tentu saja, mereka tidak sendirian di sini.
"Mereka sudah di sini," pria misterius itu akhirnya berbicara dari ambang pintu, matanya menyapu ruangan dengan tajam. Nara menoleh, dan pria itu menatap Kaela dengan ekspresi yang sulit dibaca. Ada sesuatu yang berbeda tentang dia—sebuah keteguhan dalam sikapnya, seolah dia tahu lebih banyak daripada yang diungkapkan.
"Kita harus pergi. Sekarang," pria itu menambahkan, menyadarkan mereka bahwa waktu mereka semakin sempit.
Nara hanya bisa terdiam. "Kaela," panggilnya lembut. "Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa pria ini?"
Kaela menggigit bibir bawahnya. Rasanya ada begitu banyak yang ingin dia ungkapkan, tapi kata-kata itu terasa berat. "Dia... dia bagian dari mereka. Orang-orang yang mengejarku."
"Dan siapa mereka?" tanya Nara, matanya mulai bersinar dengan kemarahan yang tak bisa lagi disembunyikan. "Kenapa kau tidak bilang apa-apa padaku sebelumnya?"
Kaela menghela napas, wajahnya menunjukkan perasaan yang tidak bisa dia tahan lagi. "Mereka bukan hanya orang-orang biasa. Mereka lebih dari itu, Nara. Mereka... mereka ada di luar sana, mengatur segalanya dari bayang-bayang."
Kaela menundukkan kepalanya. "Aku tidak ingin melibatkanmu dalam ini. Aku tidak ingin kau terluka, Nara."
Namun, pria itu tiba-tiba menginterupsi, berbicara dengan suara yang lebih keras, lebih mendesak. "Kaela benar, Nara. Kau tidak akan bisa lari darinya. Ini bukan sekadar masalah yang bisa kau selesaikan dengan cara biasa."
Nara mulai merasakan berat di dadanya, seperti ada beban yang lebih besar dari sebelumnya. Dia menatap pria itu dengan kebingungan yang semakin dalam. "Lari dari siapa? Apa yang sebenarnya kau katakan?"
Pria itu mendekat, namun tetap menjaga jarak. "Kaela bukan gadis biasa. Dia terhubung dengan sesuatu yang jauh lebih besar dari yang kau bayangkan. Apa yang kau hadapi sekarang ini bukanlah sesuatu yang bisa diselesaikan dengan lari atau menyembunyikan diri."
Nara merasa tubuhnya terasa kaku. Ada sesuatu yang sangat besar sedang terjadi di sini, sesuatu yang lebih dari apa yang bisa dia pahami. "Jadi, apa yang harus aku lakukan?" tanyanya dengan suara yang lebih rendah, hampir menyerah.
"Tidak ada pilihan lain. Kita harus pergi," jawab pria itu dengan tegas, namun ada sesuatu dalam matanya yang menunjukkan bahwa dia pun tidak yakin apa yang akan terjadi selanjutnya.
Kaela menatap Nara sekali lagi, matanya penuh dengan rasa bersalah. "Aku... aku ingin kau aman, Nara. Tapi aku tahu ini tidak akan selesai hanya dengan bersembunyi."
Ada keheningan yang panjang antara mereka. Nara tidak tahu apa yang harus dia katakan, namun satu hal yang dia tahu: ini sudah lebih dari sekadar hubungan mereka. Ini tentang hidup dan mati.
"Aku tidak bisa pergi begitu saja," Nara akhirnya berkata, suaranya lebih mantap daripada sebelumnya. "Aku tidak akan meninggalkanmu."
Kaela menatap Nara, merasakan kekuatan yang ada dalam kata-kata itu, meskipun dia tahu risiko yang mereka hadapi. "Kau memang bodoh, Nara. Tapi... aku tidak bisa menyuruhmu pergi."
Tiba-tiba, terdengar suara bukan hanya langkah kaki yang mendekat, tapi juga suara pintu yang diketuk dengan keras, seperti memberi sinyal bahwa waktu mereka hampir habis.
"Kita harus pergi sekarang."
CZYTASZ
Alterego sisi lain Kaela
Teen FictionKaela selalu merasakan ada yang berbeda dalam dirinya. Sejak kecil, ada perasaan aneh-sebuah kekuatan dalam dirinya yang tak bisa dijelaskan, seperti ada dua sisi dalam dirinya yang saling bertentangan. Ketika ia bertemu dengan Nara, seorang remaja...