【 O9 】

226 39 0
                                    

Tangannya bergerak lihai dengan palu yang digenggam dengan buku jemarinya. Terlihat senjata dengan warna cukup gelap berada di atas meja.

Tetapi bukannya memfokuskan mata pada senjata yang letaknya beberapa centi dari pandangannya, pikiran (Name) justru melalang buana entah ke mana.

Swinggggg

Suara cukup besar yang muncul tiba-tiba membuat pikirannya terdistraksi. Pandangannya kemudian beralih untuk melihat situasi sekitar.

"Xilonen?" Sebuah nama lantas terucap begitu melihat sosok yang dikenalnya. Figur yang cukup mencolok buat (Name) langsung mengetahui siapa gerangan.

"Ya ampun, apa yang kau pikirkan? kau hampir saja memukul tanganmu dengan palu panas itu." Perkataan dari gadis dengan nama Xilonen tentu buat ia terkejut. Padahal dia tengah menempa senjata yang dipesan seseorang, bukan hendak menempa tangannya sendiri.

"Jangan melamun ketika bekerja, hasil tempaanmu bisa saja tak sempurna nantinya," tambah Xilonen menceramahi singkat.

Kalau dipikir kembali, hari ini memang fokusnya teralihkan akan sesuatu. Dia mengakui kalau dia memikirkan hal lain ketika tangannya bergerak untuk menempa senjata. Dia tak menyangka lamunannya akan jadi sangat besar sampai membuat dirinya hampir terluka.

"Terima kasih, Xilonen. Aku akui memang aku sedang memikirkan sesuatu saat menempa tadi." Ucapan terima kasih terdengar. Xilonen perbaiki posisi tubuhnya yang condong pada meja untuk menempa, kini dirinya berkacak pinggang dengan tangan kanannya.

"Apa sedang memikirkan Kinich?" Sesuatu yang Xilonen ucapkan terbilang sangat berani. Bukan lagi menebak walau sebenarnya kalimat itu berbentuk sebuah pertanyaan.

Bahunya seketika naik karena refleks terkejut akan apa yang ia dengar. Mulut yang tertutup rapat kini sedikit terlihat celah. (Name) tak berikan respon apa-apa selama beberapa saat, dan karena itu lah, Xilonen tak perlu memastikan lagi apa jawaban dari pertanyaannya.

Gadis dengan surai yang cukup panjang memiringkan sedikit kepalanya. "Ternyata benar."

Setelah berdiam diri tanpa sepatah kata, gadis dengan manik jelaga berdehem untuk mengambil alih suasana. "Tidak ada larangan untuk memikirkan teman sendiri, kan?" Kalimat yang terdengar bagai pembelaan terlontar. Matanya beralih agar tak lakukan kontak mata dengan gadis yang lebih tinggi di hadapan.

"Baik, baik. Tidak ada larangan tentang itu, kok." Xilonen yang telah mengetahui kalau temannya beralasan hanya bisa mengikuti alur yang dibuat.

(Name) yang sedari tadi masih setia memegang palu melepaskannya, menaruh palu tersebut di atas meja dan mulai merapihkan sedikit barang-barang yang ada di atas meja tempaannya.

"Lalu ada apa kamu ke sini? apa butuh suatu bahan untuk sesuatu yang akan kamu buat?" tanyanya dengan tangan yang bergerak merapihkan beberapa barang di atas meja.

Yang ditanya berdehem seraya anggukan kepala. "Sebenarnya aku sedang membutuhkan permata batu bara untuk membuat marga kuno."

"Kamu sangat beruntung, aku punya banyak stok permata batu bata saat ini. Biar kuambil." Lantas (Name) ambil langkah untuk pergi mengambil beberapa batu yang diinginkan Xilonen.

Tak lama dia kembali, permata batu bara yang berjumlah sekitar empat buah diserahkan pada Xilonen. "Ini, silakan," lontar (Name) memberikan batu yang telah dibungkus rapih.

Yang diberi menerima, membuka untuk mengintip sedikit isinya. "Kau yakin memberiku sebanyak ini? aku hanya membutuhkan satu untuk membuat marga kuno," pungkas Xilonen yang agak terkejut setelah menerima pemberian gadis di hadapannya.

"Tak masalah, Xilonen. Lagi pula aku yakin kau lebih membutuhkannya daripada aku."

Mendengar ujaran (Name), Xilonen lantas menerima dengan senang hati.

"Kalau begitu aku ambil ini, terima kasih." (Name) mengulum senyum seraya anggukan kepala setelah mendengar ini. "Aku akan pergi ke tempat Kinich sekarang, apa kau mau titip salam?" goda Xilonen setelah mengundurkan diri beberapa langkah dari tempat (Name).

Gadis yang tadinya akan kembali bekerja tersentak begitu dengar penuturan Xilonen. (Name) menutup mata dengan semu merah yang menjalar di pipi.

"Ya, tolong sampaikan saja salamku pada Kinich.."

𝐑𝐄𝐏𝐀𝐘 ー⌗KinichTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang