[CHAPTER 27]

7.4K 701 28
                                    

Awalnya gue pikir kejadian datangnya Tamara di Kosan Mega hanyalah mimpi belaka, sampai akhirnya gue berjalan ke kamar mandi dan ngelihat Tamara udah duduk di meja makan, bareng dengan Mbak Mega. Pakaian yang dia pakai juga masih sama kayak kemarin malam, tanda bahwa dia belum mandi.

Tentu saja Mbak Mega yang duduk di seberangnya bisa makan nasi goreng buatannya sambil menikmati pemandangan indah dengan merdeka.

"Eh, Aruna. Sini, sekalian sarapan," tegur Mbak Mega ketika ngelihat gue.

"Iya, Mbak, nanti," ucap gue sambil ngambil gelas buat ngelepas dahaga.

"Nasi goreng buatan Mbak Mega enak banget!" puji Tamara.

"Iya, dong!" balas Mbak Mega dengan bangga.

"Sayang banget Kak Aira nggak sempat sarapan tadi. Katanya sibuk karena hari ini ada pemotretan outdoor. Takut keburu siang," ucap Tamara menyayangkan.

"Gapapa kali, Aira mah kemarin waktu nganggur udah makan nasi gorengnya sampai eneg," balas Mbak Mega sambil ketawa.

"Yang lain nggak makan?" tanya gue sambil ngelihat jam. Baru jam tujuh lebih, yang mana biasanya ada beberapa penghuni-penghuni lain yang sarapan.

"Lizza dapat panggilan urgent jam tiga pagi tadi. Shakira kayaknya tadi bangun kesiangan, jadi cuma aku bekalin," jawab Mbak Mega.

"Kak Aira ada pemotretan," tambah Tamara.

Gue cuma ber-oh ria. Kalau Kak Bella sih jarang-jarang sarapan dengan alasan diet. Mood-mood-an sih. Itu artinya, hanya ada gue, Lily, Shannon dan Kak Hani yang akan sarapan.

Gue ada kelas jam 9, semantara Shannon dan Lily ada kelas siang nanti. Kosan memang terasa sepi sejak kami mulai kuliah. Biasanya hanya ada Kak Hani, tapi sepertinya kali ini juga bakal ada Tamara. Gue yakin Mbak Mega nggak akan menyia-nyiakan kesempatan berduaan dengan Tamara. Mumpung ada target segar tak berdaya.

"Kak Aruna, nggak makan?" tanya Tamara ke gue, mungkin karena dia ngerasa gue ngelihatin dia agak lama.

Gue senyum tipis. "Panggil Aruna aja, Tamara. Aku seumuran kamu, kok."

Tamara sempat ngelihatin gue selama beberapa saat, lalu akhirnya ngangguk. "Oke, Aruna."

"Aku mau sikat gigi dulu," ucap gue.

Gue pun jalan ke wastafel, ngambil sikat gigi gue dan mulai nyikat gigi. Sebenarnya gue hampir setiap pagi sarapannya bareng dengan sahabat gue, tapi karena hari ini mereka kuliah siang, gue nggak tega banguninnya.

Setelah kelar sikat gigi, gue pun ngambil piring dan ngisi piring gue dengan nasi goreng buatan Mbak Mega. Lalu bergabung di meja makan bersama Mbak Mega dan Tamara.

Gue sempat galau dikit harus duduk dimana, soalnya kalau duduk di samping Tamara, takutnya dia ngira gue caper atau gimana, karena kami baru kenal semalam, tapi kalau duduk di samping Mbak Mega, gue takut kena modus yang sama kayak yang dialami Kak Bella tempo hari—Mbak Mega nyenggol susunya pake siku.

Usai menimbang-nimbang, akhirnya gue putusin buat duduk di samping Tamara. Semoga aja dia nganggap gue orangnya bersahabat, bukan caper. Tapi begitu gue duduk, gue langsung merasakan tatapan Mbak Mega yang ngarah ke arah dada gue, bikin gue refleks nunduk, cuma buat ngelihat ada dua kancing gue yang ga terpasang dengan benar, bikin gumpalan dada gue kelihatan dikit.

Gue kancingin pelan-pelan, tanpa kelihatan panik juga, takut Tamara malah ngerasa aneh atau curiga. Mbak Mega naik turunin alisnya, seolah sedang bertelepati menawarkan pembayaran alternatif. Gue auto geleng sambil natap dia dengan datar.

Tamara sudah selesai makan, dan mencuci piringnya. Dia ngelihat teko dan kemasan teh.

"Mbak Mega dan Aruna mau aku bikinin teh?" tanya Tamara.

KOSAN MEGA [GXG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang