"cantik banget. Capek-capek ngelak, eh balik lagi ke yang lama." Gika yang sedang menatap pantulan dirinya di cermin-, menoleh sinis pada Mila.
"Bisa gak usah di ungkit mulu gak?!" Memangnya Gika tau apa kalau akhirnya akan begini? Kalau sudah susah payah ia paksa hatinya untuk mengelak dari Aric, tapi ternyata ujung-ujungnya tetap pria itu pemiliknya-, Gika tidak punya kuasa dalam mengendalikan hatinya sendiri.
"Jangan ngambek, pengantin gak boleh ngambek." Mila mengelus pelan bahu Gika. Perempuan itu sudah cantik dengan kebaya modern berwarna soft pink yang ia pakai, rambutnya di sanggul sederhana tapi tetap cantik. Make up di wajahnya tidak berlebihan.
Hari ini, di salah satu hotel yang Salma pilih-, pernikahan Aric dan Gika untuk kedua kalinya setelah semuanya akan di langsungkan.
"Kamu deg-degan gak?" Gika mengangguk. Jujur saja rasanya sekarang berbeda. Dulu, Aric mau menikah dengannya karena terpaksa, tidak ada ekspresi bahagia di wajahnya hari itu dan mungkin ia mengucap janji pernikahan secara terpaksa pula. Tapi hari ini, pria itu sudah mengakui berkali-kali kalau ia mencintainya. Perasaannya terbalas, Gika terharu mengingat kali ini Aric jauh lebih serius, jauh lebih tulus, dari yang dulu pernah mereka jalani.
Gika juga menyadari, acara ini berlangsung lebih khidmat dari yang terakhir kali ia ingat.
Aric mengecup keningnya lama dengan ketulusan yang seolah sampai pada hati Gika, ia berkaca menatap Aric dengan senyumnya. Menatap Aric yang berdiri gagah di depannya dengan senyumnya yang tidak pudar dan tidak terpaksa.
"Kenapa nangis sayang?" Ucap Aric, mereka masih berdiri berhadapan di atas pelaminan, orang-orang memandang kearah mereka dengan mengambil gambar sebanyak-banyaknya.
"Aku seneng" Gika menjawab singkat, berusaha mengendalikan diri agar tidak semakin terharu.
"Makasih Gika. Makasih karena kamu mau memberikan saya satu lagi kesempatan. Kita ulang semuanya dari awal, dan saya janji akan menebus semua waktu-waktu tidak menyenangkan kita dulu." Gika mengangguk, membiarkan Aric mengecup bibir nya sekilas lalu memeluknya.
______
"Terus Mariska gimana kabarnya?" Acara sudah selesai berjam-jam lalu, Gika sudah membersihkan diri dan mengganti kebayanya menjadi baju tidur. Aric juga sama, mereka sedang duduk diatas kasur dengan Aric yang memijat kaki Gika yang pegal karena terlalu lama berdiri.
"Mariska siapa?" Bukannya Aric pura-pura lupa, tapi dia memang tidak ingat siapa orang yang namanya baru di sebut Gika tadi.
"Loh? Dia yang pernah datang marah-marah ke aku. Katanya kamu calon suaminya." Pernyataan yang hari itu sebenarnya tidak Gika percayai, tapi tetap ia terima.
Aric sejenak terdiam, keningnya mengernyit berusaha mengingat-ingat.
"Oh, dia temannya Deka." Deka, yang saat ini masih berada di penjara dan tidak Aric kabulkan permohonan keluarganya yang meminta Deka di bebaskan. Juga tidak memberitahu keberadaan dan apapun soal Gika seperti permintaan mereka.
"Kenapa akhirnya kok gak jadi nikah sama dia?" Gika membahasnya dengan perasaan biasa. Dia hanya benar penasaran saja.
"Saya bahkan enggak ngerasa kita akrab. Itu cuma gara-gara Deka aja yang sering bawa dia ke showroom. Gimana ceritanya saya mau nikah sama dia kalau kenal aja cuma sekilas?" Penjelasan itu membuat Gika mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Jadi kalau kenalnya enggak sekilas, kamu mau nikah sama dia?" Aric menggeleng, tangannya masih memijat kaki Gika.
"Saya cintanya sama Gangika Ameera. Berarti nikahnya cuma sama Gangika Ameera." Gika tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
BORN TO BE OVERLOVE
ChickLitI can smile because we're together, i can cry because it's you. So what can't i do? - smile flower