58. The rise of the goddess of death.

40 6 0
                                    


Dunia tak pernah adil, dan Sally tahu itu lebih dari siapapun. Enam belas tahun hidupnya terasa seperti hukuman tanpa akhir, dan di setiap sudut kesialan yang menyergapnya, ia mulai bertanya-tanya apakah ia adalah kutukan bagi dirinya sendiri. Api Hitam yang diwarisinya—sebuah kekuatan yang seharusnya agung dan menggetarkan—justru terasa seperti ironi. Api itu terlalu agung untuk seseorang sepertinya, seseorang yang hina dan tak berarti.

Tanpa cinta seorang ibu, tanpa bimbingan seorang ayah, hidup Sally adalah perjalanan tanpa arah, penuh dengan kesalahan yang bahkan bukan miliknya sendiri. Namun, dunia tetap menjadikannya pihak yang harus menanggung beban.

Kemarahan merasuk ke seluruh tubuhnya. Kenapa bukan dia yang harus menghadapi semua ini? Kenapa semuanya harus menjadi begitu sulit bagiku? pikir Sally sambil menggigit bibirnya hingga nyaris berdarah.

Kamar itu terasa semakin sesak dengan amarahnya. Nafasnya memburu, bibirnya bergetar, dan matanya yang kosong mulai menyala dengan api kecil yang berpendar dari dalam irisnya. Pigura-pigura di dinding bergetar, beberapa terjatuh dengan suara denting tajam, namun Sally bahkan tidak berkedip. Udara di sekitarnya terasa semakin panas, seolah kemarahan itu mengubah atmosfer ruangan menjadi neraka kecil.

Lalu, sebuah suara berbisik dari dinding-dinding kamarnya.

"Sally..."

Tubuh Sally gemetar mendengar bisikan itu, tetapi ia tidak mundur. Suara itu melanjutkan, semakin dalam menusuk pikirannya, "Lihat apa yang terjadi... Yang bisa menyelamatkan dirimu adalah dirimu sendiri..."

Helai-helai rambut Sally perlahan memutih, berubah menjadi pirang terang seperti api yang hampir padam. Suara itu semakin keras, semakin menusuk, hingga memenuhi setiap sudut ruang di benaknya.

"Hancurkan... Hancurkan segalanya..."

Api hitam mulai menjalar dari jari-jarinya, membakar perlahan udara di sekitarnya. Tubuh Sally terangkat, melayang dengan api hitam yang menyelimutinya, seolah ia adalah dewa penghancur yang baru saja terbangun dari tidur panjangnya.

"Hancurkan orang yang memberikan cinta palsu kepadamu... Buat mereka tunduk..."

Jeritan keluar dari mulut Sally, bukan hanya jeritan biasa, tetapi sebuah ledakan emosi yang melepaskan segalanya. Kaca jendela dan cermin di kamarnya pecah serentak, pecahannya melayang seperti hujan tajam, beberapa menggores pipinya hingga darah segar menetes.

Dan kemudian, semuanya sunyi.

Sally berdiri di tengah reruntuhan kecil kamarnya. Api hitam itu lenyap, tidak meninggalkan jejak, kecuali kepingan kaca yang berserakan di lantai dan darah di pipinya. Ia tidak merasakan apapun lagi.

Kepalanya kosong. Tak ada kemarahan, tak ada kesedihan, bahkan tak ada rasa sakit dari luka kecil di pipinya. Segala emosi yang sempat menguasainya hilang begitu saja, meninggalkan kehampaan yang bahkan lebih menyiksa daripada kemarahan.

Sally menatap bayangan dirinya di salah satu pecahan kaca. Bayangan seorang gadis yang berantakan, dengan rambut pirang yang tampak begitu asing, dan mata hitam yang tak menunjukkan emosi apapun.

Akhirnya, ia tahu. Hatinya kini membeku, dan dalam kebekuan itu, ia menemukan sesuatu yang selama ini ia cari: sebuah keputusan.

"Kenapa aku harus menjadi baik?" gumam Sally pelan, suaranya nyaris tak terdengar. "Aku tak seharusnya berbuat baik saat dunia selalu berbuat jahat. Jika harus, aku ingin menjadi penghancur."

Sally nyaris sudah bukan dirinya lagi, kesadarannya perlahan terkikis habis. Sesuatu dalam dirinya bangkit. Mungkin ramalan ibunya akan menjadi kenyataan, Sally akan menjadi penghancur dunia ini.

THE LAST BLACK- DRACO MALFOY x OCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang