36. Keenan yang Cengeng

351 146 16
                                    

Jalanan sore itu ramai oleh lalu lalang kendaraan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jalanan sore itu ramai oleh lalu lalang kendaraan. Wajar karena ini adalah hari Sabtu. Dengan kecepatan yang tak terlalu cepat, Keenan mengendarai mobilnya menuju tempat yang diberikan oleh di bungsu. Kekhawatirannya masih belum usai meski Jevian sudah menjawab telponnya.

"Adek tadi ke sana nya sama siapa aja, nak?"

Keenan memulai obrolan mereka. Lewat video call, Keenan meminta anaknya itu untuk tidak mematikan telponnya. Agar Keenan dapat melihat sekeliling Jevian.

Sedangkan anaknya itu tengah asik menikmati makanannya. Tak perduli jika sang ayah tengah bertanya padanya.

Keenan melirik sebentar ke arah teleponnya, masih menunggu bungsunya itu menjawab pertanyaannya. Namun hingga lebih dari sepuluh menit Keenan menunggu, anaknya itu tak kunjung menjawab. Terlalu menikmati makanannya sepertinya. Laki-laki itu tertawa melihatnya, namun anehnya hal itu malah menarik atensi Jevian.

"Ayah kenapa ketawa?" tanyanya bingung. Pipinya yang menggembung karena menyimpan makanan itu membuat Keenan gemas melihatnya.

"Nggak papa, nak. Udah makannya diselesaikan, mau jalan-jalan dulu nggak, nak? Ayah udah di parkiran ini."

Ucapan Keenan ditolak oleh si bungsu. Dengan alis menungkik dalam, bungsu Keenan itu menggeleng menolak. "No no Adek udah capek Ayah."

"Yaudah Ayah jemput ini ya?"

"No no! Adek nggak mau. Adek aja yang ke Ayah. Ayah sabar!!" Jevian buru-buru menyelesaikan makanannya. Keenan dapat melihat berapa keteterannya Jevian di sana. Keenan sampai meringis saat mendengar anaknya itu menabrak meja hingga menimbulkan decitan.

"Hehe maaf maaf." ucapnya cengengesan pada orang-orang yang berada di sana.

"Hati-hati, nak."

"Iya Ayah, bentar ini Adek lari woosh ngeng."

Keenan masih berdiri di parkiran menunggu Jevian. Sambil menoleh ke kanan dan ke kiri mencari Jevian.

"AYAH!"

"Allahuakbar! Adek, kalau Ayah jantungan gimana coba, nak?"

"Hehehehe..."

Bukannya merasa bersalah, Jevian malah cengengesan tak jelas. Keenan tersenyum lalu memeluk Jevian.

"Pulang?" tanyanya pada Jevian. Jevian mengangguk kuat sebagai jawaban. Sejujurnya dia sudah sangat lelah. Dirinya sangat merindukan kasurnya.

"Yaudah yuk."

Keenan menuntun si bungsu yang tampak ogah-ogahan jalan. Tubuhnya menempel pada Keenan sehingga membuat Keenan kesusahan saat berjalan.

"Jalan yang benar dong, nak. Jatuh nanti kita." ucap Keenan memperingati.

"Gendong, Yah." pintanya. Kedua tangannya bahkan sudah terangkat di depan Keenan. Minta digendong.

"Mana bisa, nak. Adek udah lebih gede dari Ayah lho." tolak Keenan lembut.

meilleurs amis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang