Bab 26

348 76 12
                                    

Di ruang tamu rumah Ella, suasana terasa tegang dan penuh kebingungan. Jennie duduk di sofa dengan ekspresi cemas, matanya terarah pada Rora yang baru saja masuk bersama Sehun. Tidak ada ucapan selamat datang atau senyuman hangat. Hanya kebingungan yang terukir di wajahnya. "Kenapa Rora bisa pulang bersama Sehun? Bukankah anak-anak masih marah padaku dan menghindariku? batin Jennie

Di sebelah Jennie, Ella duduk dengan wajah penuh tanya, merasa tak enak dengan situasi ini "Tadi kak Pharita menelpon dan bilang bahwa Rora dan Canny menghilang... tapi kenapa sekarang Rora ada di sini, pulang bersama papa? Ella pun terdiam, berpikir keras.

Sehun yang terlihat sangat tenang, berjalan membawa Rora ke sofa dan duduk di tengah-tengah mereka. "Ayo duduk, sayang. Pasti sekarang kamu sangat merindukan suasana rumah, kan? Dan juga merindukan bundamu dan adikmu Ella," kata Sehun dengan nada santai.

Rora, yang sebelumnya terlihat gugup, duduk dengan canggung di samping Sehun. Jennie mengamati wajah Rora dengan penuh perhatian, menyadari ketakutan yang jelas di matanya. Ada yang tak beres.

"Rora sayang, ada apa? Kenapa tiba-tiba kamu pulang ke rumah? Apa ada masalah? tanya Jennie, suara lembut namun ada nada khawatir.

Sebelum Rora sempat membuka mulut, Sehun yang menjawab, "Kenapa, sayang? Apa tidak boleh putri kita pulang ke rumah ini lagi? Dia sangat merindukan suasana di rumah, dan tentu saja merindukan kita semua di sini. Benar, kan sayang?" Sehun mencengkeram bahu Rora, membuatnya menatap Sehun dengan tatapan yang tidak bisa dibaca.

Rora, seketika terdiam, lalu mengangguk dengan canggung. "Iya, Bun. Rora juga kangen kalian semua," jawabnya, dengan senyuman yang terlihat di paksakan.

Jennie yang merasa sedikit lega, meskipun kebingungan, akhirnya mengangguk dan memanggil Rora untuk mendekat. "Kemari, sayang. Bunda sangat merindukanmu."

Dengan hati yang masih terasa canggung, Rora akhirnya mendekat dan memeluk Jennie. Tapi di sebelahnya, Ella duduk diam, matanya menatap Rora dengan perhatian tajam. Sepertinya dia bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres, melihat ketakutan yang tersembunyi di balik senyuman canggung Rora.

.
.
.
.
.
.

Saat Rora masih memeluk Jennie dengan canggung, suara langkah kaki terdengar mendekat. Lima kakaknya muncul di ambang pintu, memandang adegan itu dengan rasa heran. Sehun, yang menyadari kehadiran mereka, langsung menoleh dan tersenyum hangat.

"Nah, sayang, semuanya sudah berkumpul di sini. Sepertinya sudah lama sekali kita tidak makan bersama. Bagaimana, Rora? Mau kan, kita makan malam bersama?" tanya Sehun lembut, matanya penuh harap.

Rora melirik ke arah lima kakaknya, sejenak sebelum kembali memandang Sehun. Dengan ragu, ia mengangguk pelan. Sehun tersenyum lebar, terlihat jelas betapa senangnya ia atas persetujuan Rora.

"Bagus," kata Sehun dengan nada puas. "Jennie, sayang, bisakah kau memberi tahu para maid untuk menyiapkan makan malam sekarang? Kita akan makan malam bersama."

Jennie mengangguk antusias. "Tentu saja," jawabnya. Ia tampak bahagia karena keenam putrinya akan berkumpul di satu meja.

"Ella, temani mama mu ke dapur, ya," lanjut Sehun sambil melirik ke arah Ella.

Ella hanya mengangguk patuh, meskipun ekspresinya sedikit bingung. Ia tahu ada sesuatu yang berbeda dari cara Sehun berbicara hari ini. Bersama Jennie, ia berjalan menuju dapur untuk menyampaikan perintah Sehun kepada para maid.

Setelah Jennie dan Ella pergi, Sehun kembali menatap kelima putrinya yang kini berdiri di hadapannya. "Duduklah, sayang. Kalian pasti lelah setelah seharian mencari Canny." ujarnya dengan nada yang terdengar tegas, namun tetap penuh kasih.

Dalam Bayang IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang