halooo! selamat datang di cerita CARAMELA versi terbaru!
⚠️ WARNING ⚠️
PLAGIAT DILARANG MAMPIRhappy reading!
•••Caramela kembali ke kelas dengan langkah pelan, tangannya masih bertumpu di perutnya yang tadi terasa bergejolak hebat. Ia menghela napas, berusaha menenangkan diri sebelum duduk di bangkunya.
Lalu matanya sekilas melirik ke arah Laura yang tampak serius menonton sesuatu di ponselnya, ekspresinya berubah-ubah mengikuti alur drama yang perempuan itu tonton.
Caramela menghela napas. Ia mengabaikan Laura dan membuka laci mejanya untuk mengambil ponselnya.
Namun, alih-alih langsung menemukannya, tangannya malah menyentuh sesuatu yang lain - selembar kertas lusuh yang terlipat rapi.
Alisnya bertaut. Dengan hati-hati, ia mengambil dan membuka lipatan kertas itu. Matanya langsung membaca isi tulisan yang tertera di sana.
"Lo bisa sembunyiin dari semua orang, tapi gue tau apa yang lo sembunyiin, dan mungkin... orang lain juga bakal tau. Karena bangkai tetaplah bangkai. Sekuat apa pun lo sembunyiin, baunya bakal tetep tercium juga."
Jantung Caramela seketika berdegup kencang. Tangannya gemetar, genggamannya menguat di atas kertas itu.
Siapa yang menulis ini? Apa maksudnya?
Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Napasnya tercekat, otaknya berpacu mencari jawaban. Namun, semakin ia mencoba berpikir, semakin ketakutan menelannya bulat-bulat.
Bel pulang sekolah berbunyi nyaring, membuyarkan lamunan Caramela. Ia tersentak, napasnya masih terasa berat setelah membaca tulisan di kertas itu.
Dengan cepat, ia meremasnya dan menyelipkannya ke dalam saku roknya, seolah dengan menyembunyikan kertas itu, ancaman di dalamnya juga akan menghilang.
Di sebelahnya, Laura sudah mulai berkemas, memasukkan buku dan ponselnya ke dalam tas. "Mel, ayo pulang," ajaknya ringan.
Caramela menatapnya sekilas, pikirannya masih berkecamuk. Dadanya sesak oleh kecurigaan, ketakutan, dan kebingungan yang bercampur jadi satu. Tapi ia memaksakan senyum kecil dan mengangguk.
"Ya, ayo."
Caramela menatap kosong ke depan, pikirannya masih berkecamuk meski kelas mulai riuh oleh suara murid-murid yang bersiap pulang.
Kalau yang dimaksud adalah tentang kehamilannya, hanya Laura yang tahu tentang kehamilannya. Tidak ada orang lain.
Mungkinkah Laura yang menulis ancaman itu?
Tangannya mengepal di dalam saku roknya, merasakan kertas lusuh yang tadi ia sembunyikan. Laura adalah sahabatnya sejak kecil, seseorang yang selalu ada untuknya dalam setiap keadaan. Mustahil Laura melakukan ini... bukan?
Tapi kalau bukan Laura, lalu siapa?
"Guys, ayo pulang!" ajak Vinia.
"Ayo! Capek banget gue," sahut Sherly.
Ketika mereka - Caramela, Laura, Laras, Sherly, dan Vinia melangkah keluar kelas dengan langkah ragu, mereka melihat seseorang berdiri di depan pintu kelas.
Angkasa.
Laki-laki itu menyandarkan tubuhnya ke dinding, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana, ekspresinya tenang seperti biasa.
Namun, saat matanya menangkap sosok Caramela, senyum lebar langsung terukir di wajahnya.
"Pulang bareng, yuk?" ucapnya santai, seolah ini hal yang biasa mereka lakukan.
Caramela sempat menoleh ke arah Laura, berharap sahabatnya akan segera berkemas agar mereka bisa pulang bersama seperti biasanya. Tapi sebelum ia sempat mengatakan sesuatu, Laura lebih dulu membuka suara.
"Mel, gue mendadak ada urusan. Kayaknya hari ini kita gak bisa pulang bareng."
"Oh, gitu ya?"
"Jadi?" tanya Angkasa, sedikit berharap.
Caramela ragu sejenak, lalu mengangguk. "Oke."
Angkasa nyaris bersorak, tapi ia menahannya dengan senyum sumringah yang sulit disembunyikan.
Dan tanpa mereka sadari, sepasang mata menatap tajam ke arah Caramela. Kedua tangan orang itu mengepal erat, jemarinya bergetar menahan emosi yang jelas terlihat di wajahnya.
•••
don't forget to vote n comment ‼️

KAMU SEDANG MEMBACA
Caramela (SELESAI)
RandomCaramela Start : 1/1/25 Finish : 18/2/25 ••• Deskripsi : Caramela selalu percaya bahwa hidupnya akan semanis namanya. Namun, dalam satu malam, segalanya hancur. Ia dipaksa menanggung luka yang tak terlihat, meninggalkan bekas yang tak akan pernah h...