[4] Biru Laut Dan Hijau Zamrud

74 16 1
                                    

PRANGG!
TRANGG!

Suara besi beradu dengan besi terdengar memenuhi aula. Susul menyusul, tidak ada hentinya.

Ubi dengan tubuh penuh keringat tengah fokus menahan serangan Panglima Yuuza. Gerakannya lincah, kuda kudanya kokoh, juga serangannya yang cukup kuat. Mereka tengah berlatih menggunakan pedang asli, bukan lagi pedang kayu. Panglima Yuuza begitu tau Ubi memiliki bakat, berinisiatif untuk mengganti pedangnya. Dan lihatlah sekarang. Sudah hampir 15 menit mereka saling beradu pedang. Tidak berhenti.

"Baiklah, sudah cukup Pangeran Ubi." Panglima Yuuza berhenti setelah sekian lama berlatih. Membuat Ubi langsung menjatuhkan tubuhnya diatas lantai pualam. Berusaha mengatur deru nafasnya.

"Ini, melelahkan!" Ubi mengusap keringat yang memenuhi pelipisnya. Tersenyum tipis. "Tapi juga menyenangkan."

Panglima Yuuza tertawa kecil. "Kemampuanmu sungguh mengejutkan Pangeran Ubi. Jarang sekali anak berumur 9 tahun sudah mahir bermain pedang. Apakah sebelumnya Pangeran Ubi pernah berpedang?"

Pertanyaan itu sempurna membuat Ubi terdiam. Perlahan ia menggeleng. "Tidak, aku tidak pernah. Justru ini pertama kalinya.''

Ada sedikit keraguan dalam diri Panglima Yuuza. Ditilik dari wajahnya, Ubi terlihat menyembunyikan sesuatu. Tapi ia tidak teralu memikirkannya. Mungkin ada sesuatu yang membuatnya tidak mau bercerita.

"Kak Ubi!!"

Noya berlari sambil merentangkan kedua tangan. Setelah dari tadi hanya memperhatikan diujung ruangan, akhirnya ia bisa mendekat. "Tadi kak Ubi hebat sekali! Kakak terlihat keren dengan pedang itu!"

"Eh, eh! Jangan dekat dekat Noya! Aku penuh keringat!" Ubi mencegah gerakan Noya yang hendak memeluknya. Ia reflek berdiri. Membuat Noya mengerucutkan bibir.

Ubi merasa bersalah. Ia menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. Bingung.

Tiba tiba saja Noya tertawa. Ia mendadak kembali berlari menghampiri Ubi. Ubi berlari menghindar, membuat mereka berdua kejar-kejaran di dalam aula megah itu. Pangima Yuuza hanya menatap mereka sembari tertawa kecil. Selalu menyenangkan melihat Pangeran Noya bahagia seperti itu.

Pintu aula terbuka. Sang Raja muncul dibaliknya, membuat gerakan Noya dan Ubi terhenti. Mereka secara bersamaan menatap Sang Raja yang melangkah mendekat.

"Nah, bagaimana nak Ubi? Apakah kau menyukai latihan berpedang ini?" Tanya Sang Raja setelah tiba dihadapan Ubi. Ujung bibirnya terangkat, memunculkan senyuman hangat.

"Saya sangat menyukainya. Meskipun sedikit melelahkan, tapi itu menyenangkan"

Demi mendengar jawaban Ubi, Sang Raja tertawa kecil. "Baguslah jika kau menyukainya. Tapi jika kau merasa lelah, Jangan sungkan untuk meminta waktu rehat. Jangan terlalu memaksakan diri."

Ubi mengangguk. Disebelahnya Noya mengangkat tangan, lantas bertanya, "Kapan Noya bisa berlatih pedang?"

"Tunggu sampai kau dewasa, nak. Setidaknya seperti kak Ubi"

Noya mengeluarkan suara puh pelan. Baginya itu terlalu lama.

Sang Raja beralih menuju Panglima Yuuza. Menanyakan satu dua hal. Meskipun Ubi tidak dapat mendengar dengen jelas, tapi ia tau kalau Sang Raja bertanya tentang dirinya. Entahlah, mugkin tentang hasil latihan tadi.

Noya menyadari Ubi tengah sibuk memperhatikan ayahnya. Ia menggunakan kesempatan itu, memeluk tubuh Ubi yang lebih tinggi darinya. Tertawa lebar.

"Ish, Noya!" Ubi memegang bahu Noya, sedikit berontak. "Jangan memelukku, bukankah sudah kukatakan? Nanti pakaianmu kotor!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Penghianatan Seorang Kakak [Brutal Legend AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang