04. trouble again

9 2 0
                                    

jangan lupa voment yaa, love youu guys
-Marlo

Happy reading.

Setelah beberapa hari dimana Marlo memberi kejutan kepada Heksa atas kerja keras dan pencapaiannya. Kini Heksa sedang termenung dikelas. Ia sedang memikirkan sesuatu yang terus berada di hatinya.

Apakah Ia harus mulai menerima Sang Papa?

Tetapi.. bayangan dimana ibunya membawa koper dan pergi begitu saja membuat hatinya hancur, lagipula dimana ibunya sekarang? Bahkan Mama sudah tidak pernah menemui Heksa lagi semenjak kejadian itu.

Ntahlah Heksa bingung.

Tiba-tiba, dering telepon membuat Heksa melirik ke handphone nya yang berbunyi.

'Papa'

Dengan menghela napas malas, Heksa mencoba menjawab teleponnya. "Kenapa?" Singkat dan tajam. Itulah yang ada dipikiran Javier saat Heksa hanya menjawab sapaanya dengan satu kata saja.

"Gimana sekolahnya nak.. Lancar?"

"Hm.. lancar, oh iya. Makasih."

"Makasih? Untuk apa nak.."

"Kue salju."

Di seberang sana rupanya Javier tersenyum lebar, ternyata Heksa masih sama dengan Heksa kecilnya dulu, yang sangat menyukai kue salju.

"Sama-sama, Esa suka? Kalo suka nanti Papa stok kue salju di rumah yaa."

"Iya, suka."

"Belajar yang rajin ya nak, maaf.. maafkan Papa atas segalanya. Papa sangat berdosa sama kamu, maafkan Papa.."

Heksa menjauhkan benda pipihnya itu dari telinga, permintaan maaf itu begitu sendu. Tetapi, kini emosinya hampir bergejolak lagi, ditambah ingatan saat ibunya pergi mulai datang.

"Udah berapa kali Esa bilang, nggak usah minta maaf. Maaf Papa itu nggak akan bisa bikin Mama balik lagi, Pa. Bahkan sekarang Heksa nggak tau Mama dimana, dan dengan mudahnya Papa minta maaf setelah semua itu? Kenapa harus Mama yang minggat, kenapa nggak Papa aja!" Heksa mengeluarkan semua emosinya dan melemparkan handphone nya sampai padam.

Di seberang sana, Javier membulatkan mata, benar-benar tak menyangka sebuah kalimat membuatnya merasakan sakit hati yang sangat dalam.. Apakah selama ini Heksa lebih menginginkan dia yang pergi dari hidupnya dan bukannya Ibunya? Ibu Heksa itu minggat dan pergi ke kota lain tanpa kabar, hingga detik ini.

Apakah Heksa lebih menginginkan jika Javier yang melakukan itu? Tanpa sadar, Javier menangis. Dia menangis deras tetapi tidak terisak, air matanya lah yang keluar terus menerus.

Kenapa harus Mama yang minggat, kenapa nggak Papa aja!

Kalimat itu terus menghantui dirinya..

Maaf, Esa.. maafkan Papa. Batin Javier sembari terus meneteskan air matanya.

Sedangkan di sekolah, teman-teman Heksa terkejut dengan Heksa yang tiba-tiba membuang ponsel nya kasar. "Sa? Are you okay?" Tanya Jino pelan, disituasi begini Jino tau pasti Heksa tengah ada masalah lagi dengan Papanya.

"Iya Sa, lo nggak apa-apa?" Nino menimbrung, lalu Renja yang sedari tadi memang memperhatikan pun mengambil handphone milik Heksa yang Ia jatuhkan dan memasukannya ke dalam tas Heksa.

"Kalo ada apa-apa lo bisa cerita sama kita-kita Sa, kita ini temen lo." Ucap Renja, Heksa menoleh pada semua temannya. Air mata perlahan mengalir, Heksa kali ini tidak kuat menahannya.

"Lo semua tau kan seberapa kerasnya bokap gue baik-baikin gue?" Ke tiga temannya itu mengangguk kuat, mereka sangat tau akan hal itu, bahkan hampir satu kelas pun tahu perihal Heksa dan Papanya. "Gue.." Heksa menghela napas sejenak sebelum akhirnya melanjutkan, "Entah kenapa, gue belum bisa menerima dia.. bayang-bayang Mama pergi dengan tas gedenya, dan dia yang di jemput suami barunya terus pergi nggak pernah pulang lagi buat gue selalu urung buat maafin Papa."

"Bahkan.. gue udah berucap kasar sama Papa barusan. Gue ngerasa bersalah. Itu pasti nyakitin hatinya.." Heksa berucap lirih, baru kali ini seorang Heksa si ketua geng Bangor sangat lemas tidak berdaya dan berucap sangat lembut.

Nino bangkit dari duduknya, dan kemudian merangkul Heksa, "Kalo lo ngerasa bersalah, lo minta maaf sama bokap lo. Sa, nggak ada salahnya kan lo maafin bokap lo. Karena kan umur nggak ada yang tau Sa, lo masih mending masih punya seorang bokap yang selalu ada untuk lo dan bang Marlo. Coba lo liat orang lain? Tuh si Dina, dia udah nggak punya bokap sama nyokap Sa."

Haksa tertegun dengan ucapan Nino, benar. Itu semua benar. Tetapi sekali lagi, Heksa tekankan bahwa hatinya masih tidak terima dengan perginya Mama karena kelalaian Javier.

Akhirnya baik Renja, Nino dan Jino memeluk sahabat mereka. Heksa itu anak yang ceria, cukup menyakitkan melihat dia galau seperti ini dihadapan mereka.

TBC!
----

Note : kalian ada di tim Papa atau Heksa?

Sorry, I can't | Haechan, Mark And Jaehyun Nct.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang