VOMENTT DONG!!!
-HeksaHappy reading.
Javier berjalan lunglai, wajahnya sembab. Bukannya lebay, Javier hanya masih terluka dengan ucapan Heksa, anak itu baru saja mengeluarkan isi hatinya yang membuat Javier ingin menangis kencang sambil memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada anak itu.
Javier ingin sekali menceritakan hal sebenarnya pada Heksa, hal dimana bahwa ibunya Heksa pergi bukan karena lelah karena kurang perhatiannya, tetapi karena ibunya murni berselingkuh hingga mengandung anak lelaki cadangannya itu. Itulah yang membuat mereka bertengkar hebat saat itu, tetapi Kala ーibu Heksa dan Marlo bertingkah playing victim seolah olah Ia sangat lelah dengan kesibukan Javier.
Marlo mengetahui ini, karena saat itu Ia menguping ucapan keduanya, sedangkan Heksa hanya menguping saat ibunya berdrama saja, itulah sebabnya Ia menjadi salah paham dan benci kepada Javier bahkan hingga saat ini.
Sampailah Javier di kamar anak sulungnya, Marlo yang sedang memainkan piano miliknya langsung menoleh saat mendengar knop pintu dibuka, Marlo terkejut melihat Javier datang dengan mata sembab serta terlihat seperti tidak ada semangat untuk hidup disana.
"Papa? Papa kenaー"
Grep
Belum sempat selesai Ia berbicara, Javier langsung memeluk Marlo, Ia merasa Ia sangat membutuhkan pelukan untuk saat ini, dan pelukan Marlo mungkin akan membantu.
"Abang.. menurut Abang, lebih pantes Papa atau Mama yang pergi?"
Tiba-tiba???
Marlo terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba itu, konyol sekali! Jelas, dia lebih memilih Mama yang pergi karena tahu akan kebenarannya.
"Papa ada masalah lagi ya sama Esa?" Javier terkekeh pelan, "Papa tuh udah keterlaluan bang. Seharusnya emang Papa yang pergi, bukan Mama. Adikmu benar, bang.."
Marlo semakin teriris dengan ucapan Javier, "Nggak, Papa.."
"Jujur, kalo boleh milih.. sebenarnya Marlo nggak mau siapapun di antara kalian pergi.."
Seperdetik kemudian, Marlo merasakan pundaknya berat, Javier pingsan! Hal itu membuat Marlo tergopoh-gopoh untuk membawa tubuh Javier ke kasur.
"Papa.. seberat itu ya menjadi Papa? Marlo jadi nggak pengen jadi Papa, hehe." Marlo memberikan selimut bergambar Thor dan langsung diselimutkan pada Javier.
"Marlo tinggal dulu ya Pa, cepat bangun, Papa."
----
Heksa beranjak malas dan membuka pintu kamar dengan malas, nampak Marlo dengan tatapan serius nya. Marlo langsung memegang pergelangan tangan Heksa dan membawanya ke kasur.
"Kenapa sih, lo? Kesambet?"
"Diem."
"Kenapa sih, bang!?"
"Lo yang kenapa.. Sa? Lo ada masalah lagi sama Papa?" Tanya Marlo, Heksa menghela napas panjang, "Sebenernya gue mau ceritain ini sama lo, tapi lo kayaknya udah tau duluan haha, Papa pasti ke kamar lo dan meluk lo lagi."
Marlo memejamkan mata, Ia tahu, Heksa pasti selalu merasa iri akan hal itu, karena Heksa tidak pernah dekat dengan Javier.
"Sa.. Soal Mama lagi?"
Heksa mengangguk acuh tak acuh, "Emang gue mau bahas apaan lagi sama dia? Percintaan gue? Perkembangan gue? Dia mana peduli, dulu aja selalu nomor duain gue, kan? Haha."
Tawa itu terdengar miris, Marlo menatap Heksa dengan teduh, "Sa.. jujur, lo udah bicara apa sama Papa?"
"Itu.."
"Gue kelepasan waktu dikelas tadi, pikiran gue lagi berkecamuk karena tiba-tiba bayangan Mama pergi datang lagi, saat itu Papa telpon dan tanyain sekolah gue, Papa bahkan minta maaf sama gue.. tapi gue malah.."
"Gue malah bilang hal yang nggak seharusnya gue bilang. Gue kelepasan, bang." Heksa menunduk, mau bagaimanapun Heksa tidak menyangkal bahwa sekarang Ia tengah merasa bersalah Pada Javier.
Marlo menghela napas, "Lo ngerasa bersalah, kan? Inget nggak dulu, Oma opa bilang apa? Sebagai cowo, kalo kita merasa bersalah, kita harus minta maaf, kan?" Heksa mengangguk samar akan ucapan Marlo.
Heksa lalu menatap Marlo, "Tapi bang.. sorry, i can't." Lirihnya, kemudian melepaskan pegangan tangan Marlo dan melenggang pergi dari kamarnya sendiri.
Marlo menatap sendu, jika begini Ia harus bagaimana? Dia harus mengerti sudut pandang siapa? Sudut pandang dirinya, Papa, atau Heksa? Mereka sama-sama terhalang oleh gengsi dan ego.
Marlo menjadi bingung sendiri disini, Ia hanya ingin kehangatan keluarganya kembali.
....
Setelah kejadian telepon yang membuat Heksa maupun Javier merasakan tekanan di dada mereka, mereka jarang berinteraksi lagi. Heksa sebenarnya cukup sakit hati, secepat itukah Papanya menyerah dalam mengambil hatinya? Heksa kira Papa akan selalu berusaha untuk mendapatkan maafnya, tetapi kini Papa tetaplah Papa.
Sedangkan disisi lain, Javier merasa canggung untuk hanya sekedar bicara dengan Heksa, entahlah.. Javier sadar diri, bahwa dirinya tidak lah diinginkan kehadirannya oleh Heksa.
Bahkan saat Marlo dan Heksa berangkat sekolah pun, Javier tidak berbicara.. kepada Marlo pun dia tidak berbicara, rasanya rasa bersalah di hatinya semakin besar, membuatnya menjadi pendiam.
Marlo yang merasakan dingin di rumahnya hanya bisa merenung dan terus merenung, kapan keluarganya akan kembali? Dimana Heksa yang dulu selalu riang meskipun Heksa selalu mengeluh Papa tidak sayang padanya.. kemana Papa yang selalu menanyakan kabar mereka?
Apakah sekarang di rumah ini hanya ada Marlo dan Bibi San? Hahaha, rasanya Marlo ingin tertawa sekencang-kencangnya.
TBC!
-----Note : sebenernya mah yang paling berat itu Abang Marlo ges, bayangin Weh dia itu harus netral di antara ego dan gengsi Javier maupun Heksa🙁
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry, I can't | Haechan, Mark And Jaehyun Nct.
FanfictionIni cerita Heksa. Si anak bungsu yang sayangnya jarang atau bahkan tidak pernah merasakan kasih sayang Papa karena beliau terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Suatu ketika, sebuah kejadian terjadi di hidup Heksa, kejadian berat yang membuatnya sangat...