jangan lupa voment, soalnya sebentar lagi kita menuju ending nih manis :(
-marloHappy reading.
Minggu berganti Minggu, berganti bulan. Tak terasa Heksa, Javier dan Marlo sudah memulai lembaran baru mereka selama 3 bulan. Sungguh senang, sifat mereka kembali lagi.
Heksa yang ceria Kembali, Ia sekarang sudah bukan Heksa si biang onar dan si tukang mabuk-mabukan, sekarang dia menjadi Heksa si bocil gede.
Selanjutnya ada Marlo yang.. masih sama saja sih.
Dan ada Papa Javier yang sekarang sudah lebih bisa mengontrol waktu, Ia akan selalu menyiapkan waktu libur untuk family time bersama anak-anaknya meskipun hanya sehari atau dua hari.
Nah, sekarang ini Heksa sedang bersiap untuk liburan akhir tahun. Javier mengajak Heksa dan Marlo berlibur dipantai Cipatuja liburan akhir tahun ini.
Pasti akan sangat menyenangkan berlibur disana.
Heksa membawa banyak sekali barang, seperti topi pantai, celana dan baju, charger handphone, bantal kecil untuk bersantai, kursi lipat, dan sebagainya.
Berbeda dengan Marlo yang hanya membawa topi, benda kotak serta alat pengisinya, diri dan niat saja. Sejujurnya, Marlo inginnya sih liburan akhir tahun ini mereka di rumah menikmati bakar-bakar jagung sebagainya.
Karena Marlo memiliki perasaan yang tidak enak untuk liburan pantai kali ini.
....
Mobil Javier melaju cepat agar sampai lebih awal ke pantai Cipatuja, semilir angin menerpa wajah Heksa yang menyembul di jendela mobil. Marlo tertidur pulas dibelakang dengan earphone yang menempel di telinga.
Heksa tersenyum tipis melihat langit biru yang seakan ikut senang melihat dirinya akan berlibur akhir tahun dengan Papa Javi dan bang Marlo.
"Papa liat, langit juga ikut seneng kita liburan!" Pekik Heksa, gemas sekali. Javier mengangguki Ucapan sang anak, "Iyaa dek, kamu bener."
Oh iya, Heksa sekarang lebih sering dipanggil dek sih, karena dia yang meminta. Jiwa bungsunya benar-benar muncul setelah berdamai dengan Papa.
Bahkan anggota geng Bangor pun terkadang selalu bergidik geli melihat ketua Badung mereka bertingkah layaknya anak berusia 7 tahun pada Javier.
Tetapi, mereka memaklumi itu, karena Heksa mungkin sedang mengobati masa kecilnya.
Heksa bersenandung pelan sembari terus melihat air laut yang sudah mulai terlihat oleh mata, "Wah, udah ada laut!!"
Entahlah suasana senang ini begitu menyelimutinya sampai Ia tidak sadar, bahwa Javier sedang berusaha mati-matian menghentikan stir mobil mereka yang tiba-tiba saja oleng karena ban mobil mereka meletus.
"Pa? Kok belok-belok gini?" Heran Heksa yang mulai menyadari, Ia melihat ke arah supir dan terkejut dengan Papa yang ternyata sedang berusaha mengendalikan mobil mereka.
Heksa yang panik, mencoba membangunkan Marlo, Marlo pun terbangun dan ikut panik saat melihat ke depan.
Namun naas, mobil oleng itu tidak bisa dihentikan hingga akhirnya menabrak tebing, jika saja rem belakang nya tidak berfungsi, mungkin mobil itu akan jatuh ke jurang.
Keadaan ketiganya pingsan, yang paling parah adalah Javier, keningnya terus mengeluarkan darah, dadanya terhantam stir, dan pinggangnya terhantam bagian pintu mobil yang terbuka setengah.
Sedangkan Marlo dan Heksa pingsan karena keduanya sama-sama menghantam kursi penumpang sehingga kening mereka berdarah.
Tetapi, Tuhan masih menolong mereka. Mereka ditolong oleh sepasang suami istri yang sedang melakukan perjalanan pulang dari pantai Cipatuja.
Lantas ketiganya dibawa ke rumah sakit terdekat, dan perasaan Marlo saat di rumah tadi benar...
----
"Aduh.. kepala gue." Lenguhnya, Ia membuka matanya dan mendapati Kakaknya yang sedang menatapnya khawatir, "Bang.. shh.."
Marlo menatap sendu Heksa, "Ada yang sakit nggak, Sa? Biar Abang panggilin dokter, yaa.." Ucap Marlo lembut.
Heksa menggeleng lemah, kepalanya hanya berdenyut saja. Mungkin efek karena tadi menghantam kursi penumpang, tidak lebih parah dari Papa.. eh? PAPA!?
"ABANG.. PAPA!? PAPA GIMANA!?" Tanya Heksa panik, terlihat umik muka Marlo berubah, yang tadinya sendu terlihat seperti ingin.. menangis?
"Abang.., Papa.. "
"Sa.. " Marlo menitikkan air matanya tidak kuasa, "Papa.."
"Papa koma, Sa.."
----
Heksa menatap ruang ICU itu dari luar, disana ada Papa yang terbaring lemah dengan berbagai alat sebagai penopang hidupnya. Mengapa harus Papa!? Mengapa tidak dirinya saja!?
Papa Esa takut..
Esa takut Papa pergi..
"Esa kangen, Esa kangen Papa. Bisa nggak, Papa bangun dan peluk Esa sekarang? Esa baru sebentar deket sama Papa, maafin Esa, Papa." Heksa menangis keras, dia merasa bersalah untuk semua kesalahannya pada Javier.
Meskipun mereka sudah mulai lembaran baru, Heksa tetap merasa bersalah pada Javier.
Marlo yang berada di kursi tunggu pun ikut menitikkan air mata. Tadi, sewaktu Ia bangun, suster dan dokter langsung memberitahunya bahwa Adik dan Papanya masih belum sadarkan diri.
Marlo pikir, Papa tidak dalam keadaan Parah. Tetapi.. dokter mengakatan bahwa Javier mengalami banyak sekali cidera dan keluhan lain.. Javier mengalami cedera tulang rusuk nya sehingga sedikit susah untuk bernafas nantinya, dia mengalami cedera kepala tetapi ringan, dan.. Javier mengalami kerusakan pada dua ginjalnya karena benturan yang sangat keras pada pinggang nya.
Belum lagi kalimat terakhir yang dokter ucapkan membuat hati Marlo teriris, bahwa Javier harus segera mendapatkan donor ginjal, atau jika tidak dia tidak akan bertahan lama.
Itu membuat Marlo menjadi pusing, tidak. Marlo tidak mengatakan keadaan Papa yang sebenarnya pada Heksa, itu akan sangat menyakitkan baginya..
Marlo hanya mengatakan pada Heksa bahwa Papa Javi koma karena cedera yang dia alami, itu saja.. meskipun tidak percaya, tetapi Heksa enggan bertanya lebih jauh, Ia meyakini bahwa Papa pasti dalam keadaan yang parah.
Dia tidak akan sanggup mendengarnya.
"Kasian Esa, padahal dia baru ngerasain deket sama Papa sebentar, beda sama gue yang udah deket sama Papa jauh lebih lama. Papa, please bertahan dan jangan tinggalin Abang dengan Esa disini, bangun dan peluk kami, Papa." Lirih Marlo sembari terus berdoa untuk Javier.
TBC!
----NOTE : gimana? nangis nggak?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry, I can't | Haechan, Mark And Jaehyun Nct.
FanficIni cerita Heksa. Si anak bungsu yang sayangnya jarang atau bahkan tidak pernah merasakan kasih sayang Papa karena beliau terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Suatu ketika, sebuah kejadian terjadi di hidup Heksa, kejadian berat yang membuatnya sangat...