17 :: Emptiness

2 2 0
                                    

Aku capek benerin Em Dash yang berubah terus. Harusnya (—) malah (-) jadi tolong bantu komen ya kalau nemu, bisa langsung aku benerin:v

JANGAN LUPA TEKAN BINTANG!!!

...

Infus yang menempel di tangan Seungmin tergantung diam, meneteskan cairan pengganti tenaga yang telah terkuras. Demam tinggi membuatnya terkulai lemah, sementara pikirannya terasa seperti dipenuhi duri tajam. Beban itu terus bertambah, menekan tanpa henti, membuat tubuhnya seolah menyerah pada keadaan.

Seungmin yang dikenal tangguh dan tak mudah goyah, ternyata memiliki celah rapuh. Ketangguhannya yang selama ini menjadi tameng, kini runtuh di hadapan gangguan yang ia abaikan terlalu lama.

Dokter mengatakan demamnya kali ini bukan sekadar penyakit biasa—melainkan hasil dari stres yang terus-menerus menggerogoti. Tekanan dari berbagai sisi, terutama dari Nako, yang tanpa sadar membawa pengaruh besar pada dirinya.

Malam itu, suasana di ruangan rumah sakit terasa sunyi. Lampu temaram menjadi satu-satunya sumber cahaya, menciptakan bayangan lembut di dinding. Di tengah kesunyian itu, sebuah suara langkah samar terdengar, lalu sosok Nako muncul di sisi tempat tidurnya. Wajahnya yang biasanya ceria kini muram, dengan sorot mata penuh penyesalan yang mencerminkan kepedihan mendalam.

"Seungmin, aku minta maaf," bisiknya dengan suara bergetar. "Aku nggak tahu kalau akhirnya seperti ini. Aku terlalu senang... sampai lupa kalau kamu bisa terluka."

Suara itu membangunkan Seungmin, perlahan. Ia membuka mata dengan susah payah, ekspresinya lelah dan kebingungan. Pandangan matanya buram, tetapi ia mampu mengenali wajah Nako yang berdiri di hadapannya. Kepalanya berdenyut hebat, tubuhnya berat seolah tertahan oleh beban yang tak terlihat. Dalam kondisi setengah sadar, ia mencoba mengumpulkan kekuatan untuk berbicara, meski suara yang keluar terdengar parau.

"Lo lagi?" gumamnya lemah, tetapi perlahan amarah merayap ke dalam suaranya. "Apa lo pikir gue bisa terus hidup dalam ketakutan kayak gini? Hidup gue itu... bukan mainan yang bisa lo ganggu sesuka hati."

Wajah Nako berubah semakin sendu, seolah tiap kata Seungmin menamparnya. "Aku... aku nggak bermaksud membuatmu sengsara, Seungmin," ujarnya lirih.

"Lo harus tahu batasan," balas Seungmin dengan nada dingin. "Gue nggak bisa terus hidup kayak gini."

Nako menunduk, tangannya gemetar di samping tubuhnya. "Aku mengerti," gumamnya hampir tak terdengar. "Aku janji nggak akan ganggu kamu lagi. Tapi... bisakah kita tetap berteman?" Suaranya penuh harapan yang rapuh, seolah menggantung pada benang tipis.

Seungmin mengalihkan pandangannya, menolak tatapan Nako. "Kenapa gue harus berteman sama hantu pembawa sial?"

Kata-kata itu menghantam Nako seperti pisau tajam. Matanya membelalak, tetapi ia tidak membalas. Hanya air mata yang mulai menggenang, meluncur perlahan di pipinya. Bibirnya bergetar, ingin berbicara, tetapi tak ada kata yang sanggup keluar.

Di tengah ketegangan itu, pintu ruangan terbuka perlahan. Mira masuk, membawa obat di tangannya. Wajahnya penuh kekhawatiran, seperti seorang ibu yang tak sanggup melihat anaknya menderita.

"Minum obatnya dulu, lalu istirahat, ya," ujarnya lembut, memecah suasana dingin di ruangan.

Saat perhatian Seungmin teralihkan, Nako menghilang begitu saja. Namun, bayangannya tetap tertinggal dalam pikiran Seungmin. Tatapan sendu penuh linangan air mata itu meninggalkan bekas yang dalam, jauh di lubuk hatinya.

Setelah meminum obat, Seungmin memegangi kepalanya yang masih berdenyut. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya, mengalir pelan seperti pertanda tubuhnya yang tak kunjung membaik. Dalam keheningan, ia membaringkan diri kembali, memaksa dirinya untuk tidur meski pikiran terus bergejolak.

Muñeca ⋮ Kim SeungminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang