08. I Want To Come With Mother

12 3 4
                                    

BRUK!

Tubuh lemas Chenle menghantam dinding di belakang sekolah. Iya, setelah bel istirahat bunyi. Jeno dan geng nya langsung ngebawa Chenle kesana.

"Lo... Lo jangan berani-berani nya ngadu ke siapapun kalo enggak mau lebih parah dari ini" kata Jaemin sambil nunjuk nunjuk Chenle.

"Lo gak tuli, iya kan?!" Geram Jeno dan langsung menarik rambut Chenle.

"Akhh... I-iya, kak"

Dari belakang, Renjun sedikit meringis saat menyaksikan itu.

"Kok gue jadi pengen ngehajar elo ya?" Jaemin menunjuk smirk nya.

BUGH!

"AKH!"

"Upsie, tangan gue gatel soalnya"

BUGH!

"Akhsss!!"

"Lo ninju nya kurang kenceng, Jaem" cibir Jeno.

Jaemin dan Jeno pun mulai melayangkan satu persatu pukulan ke tubuh Chenle hingga meninggalkan bekas.

Teriakkan kesakitan mengalun indah di runggu keempat nya.

Haechan bersandar pada dinding, sesekali terkekeh melihat adegan pukul pukulan di depan sana. Di samping nya ada Renjun.

"Lo gak ngerasa kalo kita udah berlebihan ama tu anak" celetuk Renjun.

"Hahaha! Ya enggak lah" balas Haechan santai.

"Lo gak mau mukul dia?" Heran Renjun. Biasanya kan Haechan yang selalu maju paling depan.

"Enggak, tadi pagi udah. And gue dapet uang sakunya. Heran deh, tu anak selalu banyak bawa uang ke sekolah"

"Namanya juga orkay"

Setelahnya. Haechan dan Renjun lebih memilih untuk menyaksikan tontonan gratis di depan sana.

Renjun merasa iba melihat bagaimana Chenle meringis dan merintih untuk segera berhenti.

Entah dorongan angin darimana. Renjun menarik bahu Jaemin dan Jeno sehingga dua oknum itu mundur ke belakang.

"Udah udah, gue laper. Yok lah ke kantin" kata Renjun.

Jaemin dan Jeno sedikit mendengus kesal. Lagi asik asiknya eh malah di ganggu. Tapi mereka juga laper.

"Renjun bener, kuy ke kantin. Gue udah ngambil uang sakunya" Haechan berjalan sambil memasukkan kedua tangan di saku celananya.

Melihat empat orang yang hendak pergi, Chenle pun dengan susah payah berdiri. Jeno yang berjalan paling belakang. Dan kaki Jeno lah yang dapat Chenle gapai.

"Woilah, apa apaan Lo!" Desis Jeno sambil melirik ke bawah. Disana ada Chenle yang sedang memegang kakinya dengan posisi bersimpuh. Ketiga orang lainnya pun menoleh.

"Kak... Chenle laper, tolong kasii Chenle uang buat beli jajan" lirih Chenle disertai air mata.

Melihat itu bukannya malah iba. Jeno dengan kasar pun menendang dada Chenle hingga tangan yang semula melingkar di kakinya terlepas.

"Cih, dikira gue peduli?"

Tendangan Jeno cukup kencang, terbukti kini kepalanya menghantam dinding dan hidungnya dengan keras menghantam batu yang menempel di dinding sana.

Renjun yang tak tahan melihat itu langsung mengajak ketiga teman nya untuk pergi dari sana.

Sepeninggal mereka. Air mata Chenle semakin lama semakin deras.

Dia menangis namun tak ada suara yang terdengar.

Tes!

Satu tetes darah lolos dari hidung nya. Tangan Chenle terangkat untuk menyentuh nya.

Dia mimisan. Tapi mau bagaimana lagi? Chenle pun membiarkan darah itu mengalir dengan derasnya.

"Bunda... Chenle mau sama bunda..." Lirihnya dengan suara serak.

"Boleh ya Chenle nyusul bunda?"

Matanya terpejam seiring air mata dan darah yang kian semakin deras. Kepalanya sakit dan berdenyut.

Hingga pada akhirnya. Kesadaran nya pun hilang.



.






























































Di kantin.

"Ck elah, jan mikirin dia mulu. Nih makan" Haechan menyodorkan satu wadah berisi makanan pada Renjun.

Yup, sedari tadi Renjun melamun.

Jaemin, Haechan dan Jeno yang tak biasa melihat nya pun dibuat bingung.

"Gue ngerasa, kita udah berlebihan deh" Renjun berujar dengan suara pelan.

"Gue cuman kasian, kita ngambil uang sakunya dan ngehajar dia sampe kondisi nya parah kayak tadi. Itu pasti rasanya sakit"

"Dia juga laper, gue gak tega"

Jaemin menyentuh pundak Renjun. "Sejak kapan Lo punya rasa kasihan?"

"T*i Lo ya, gue ini juga manusia" balas Renjun. Dia pikir Jaemin satu pemikiran dengan nya. Namun salah.

"Daripada Lo terus terusan melamun, kuy lah kasi tu anak makan" Jeno beranjak dari sana untuk membeli beberapa makanan. Beruntung masih ada sisa uang.

Kalian pikir mereka berbaik hati gitu hanya karena kasian liat Chenle?

Enggak.

Mereka itu cuman gak suka liat temen mereka (Renjun) ngelamun.

Yah itu aja.

Cek lek!

Pintu kelas terbuka. Beberapa murid ada yang menoleh. Jeno dan yang lain mencoba untuk menemukan Chenle di antara para murid yang ada di kelas. Namun tidak ada Chenle disana.

"Mana tu anak?"

"Apa jangan jangan masi di belakang sekolah?"

"Gatau, dah lah ayo kita cek disana"

Mereka pun berjalan untuk menuju belakang sekolah. Selama perjalanan tak ada masalah. Mereka bergurau seakan akan tak punya dosa.

Padahal mah udah bikin anak orang menderita.

"Chen---LOH!? CHENLE!?" Pekik Haechan yang berjalan paling depan. Pemuda berkulit tan itupun langsung berlari.

Membuat tiga orang di belakang nya bingung dan ikut berlari.

Jaemin, Renjun dan Jeno mematung di tempat. Yang takut darah tentu saja buang muka dan mual seketika.

(Pembaca Who's He taulah ya siapa orang yang takut darah di antara mereka 🤗)

Chenle sudah tergeletak lemas dengan darah yang mengalir dari hidung nya. Darah yang sangat banyak hingga seperti genangan air kecil. Tapi walau kecil, itu darah yee temen temen. Bayangkan saja.

"Woilah cepet cari bantuan!!"

"Eh ngapain, biarin aja dia disitu!!"

"Lo gila, ntar kita juga yang kena, bodoh!!"

"Udah sana cepet lapor guru!"

"Aduuh, moga aja kita gak kena batunya"

















Ngikss

Outhor jdi kasian liat Chenle

Si sultan di perlakukan seperti itu huhu

'✓Pleace, Stop [Chenle]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang