37. Traitor

56 5 0
                                    

Alistair menggenggam lengan Lavinia, membawanya menuju ruangan bawah tanah. Wajahnya keras dan penuh amarah. Namun, Lavinia tak menunjukkan rasa takut. Di tangannya, ia memeluk perutnya dengan perlindungan penuh.

"Berhenti membuat masalah, Lavinia," geram Alistair dengan nada dingin.

"Aku tidak peduli, Alistair. Jika kau ingin aku berhenti, tunjukkan bahwa kau punya hati. Lepaskan mereka," Lavinia menatap pria itu tajam.

Sesampainya di depan pintu besi yang besar, Alistair memberi perintah kepada bawahannya, "Buka pintunya."

Pintu terbuka, memperlihatkan ruangan dingin dengan dinding batu kasar. Di dalamnya, terdapat dua sel terpisah. Lavinia terdiam sejenak saat melihat tubuh Christopher yang terbaring di lantai sel.

"Christopher!" serunya, wajahnya pucat. Ia berlari mendekat ke sel tersebut, mengguncang jeruji besi dengan penuh kepanikan.

"Dia baik-baik saja," kata Alistair dengan nada datar. "Dia hanya dihukum karena tindakan bodohnya."

"Buka pintunya!" Lavinia menoleh dengan sorot mata penuh tuntutan.

Alistair memberi isyarat, dan salah satu anak buahnya membuka pintu sel. Lavinia masuk tergesa-gesa, lalu berlutut di samping Christopher. Tangannya mengguncang tubuh pria itu dengan cemas.

"Christopher, bangun! Aku di sini... bangunlah!"

Namun, tubuh Christopher tetap diam, tak ada respon. Lavinia menahan napasnya, lalu mengarahkan pandangannya ke arah sel lain. Di sana, Miriam duduk dengan tubuh gemetar, menatap Lavinia dengan mata penuh air mata.

"Miriam..." panggil Lavinia lemah. "Apa yang terjadi padanya?"

Miriam berdiri perlahan, mendekati jeruji. Suaranya parau saat ia berbicara, "Nyonya Lavinia... semalam... salah satu dari mereka membawa makanan untuk Christopher."

"Makanan?" Lavinia mengernyit. "Lalu kenapa dia seperti ini?"

"S-setelah memakan makanan itu, dia tiba-tiba jatuh... begitu saja." Miriam mulai terisak. "Saya berteriak minta tolong... tapi tidak ada yang datang."

Lavinia tertegun, tubuhnya kaku. "Tidak... tidak mungkin."

Ia menoleh tajam ke arah Alistair yang berdiri di pintu. Matanya dipenuhi kebencian dan amarah. "Kau!" serunya sambil berdiri. "Kau membunuhnya, Alistair! Kau bilang akan melepaskan mereka, tapi kau malah membunuh Christopher!"

Alistair mendekat dengan langkah tenang, meskipun sorot matanya berbahaya. "Aku tidak pernah memerintahkan mereka untuk membunuhnya," ujarnya dingin. "Jangan menuduhku tanpa bukti."

Lavinia yang dipenuhi emosi langsung mendorong Alistair dengan kasar. "Kau pembohong! Kau pembunuh!" teriaknya.

Namun, Alistair tetap berdiri tegak, wajahnya kini memancarkan ketidakpercayaan. "Aku tidak pernah meminta siapa pun untuk melakukan ini. Kalau dia mati, itu bukan perintahku."

Lavinia tak memedulikan ucapannya. Ia kembali ke Christopher, meraih tangannya yang dingin. "Christopher... kau harus bangun... jangan tinggalkan aku..." isaknya.

Air mata membanjiri wajah Lavinia. Tangisannya pecah, memenuhi ruangan bawah tanah itu dengan suara yang memilukan. Miriam ikut menangis di dalam sel, merasakan kesedihan Lavinia yang dalam.

Alistair mengamati semuanya dengan ekspresi yang sulit dibaca. Dalam hati, ia tahu ada sesuatu yang salah. Pengkhianatan jelas ada di lingkaran terdekatnya. Ia mengepalkan tangan, menahan amarahnya.

Alistair berdiri diam sejenak, wajahnya yang biasanya tenang kini memancarkan amarah yang tertahan. Ia berbalik ke arah bawahannya yang berdiri tak jauh dari pintu, tatapan matanya tajam seperti belati.

The Duchess's Deception (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang