Bab 27

307 75 27
                                    

Jennie jatuh bersimpuh setelah Sehun pergi dari ruang makan, air matanya mengalir deras, menciptakan genangan kecil di lantai yang dingin. Ruka, diikuti keempat saudaranya, segera mendekati dan memeluk ibunya erat-erat.

"Maafkan bunda, sayang... Maafkan bunda..." isaknya, suaranya parau tertelan tangis yang semakin menggema di ruangan itu. Tubuhnya berguncang, dan tangannya menggenggam erat lengan Ruka, seolah takut kehilangan satu-satunya sandaran.

Air mata juga mengalir dari mata Pharita, Ahyeon, Rami dan Rora. Mereka membiarkan Jennie bersandar sepenuhnya pada mereka, membiarkan tangisannya merobek keheningan yang hanya diiringi napas mereka yang berat

Namun, di sudut ruangan, Ella berdiri membeku. Untuk pertama kalinya, Sehun, kehilangan kendali seperti itu, membentak Jennie dengan keras. Hatinya campur aduk, perasaan bersalah dan bingung menguasai dirinya.

Setelah beberapa saat, Ella memberanikan diri untuk mendekat. Langkahnya ragu, tapi akhirnya ia berlutut di samping Jennie. "Mama... maafkan aku. Ini semua salahku... Papa sampai berbuat nekat seperti ini karena aku..."

Jennie mendongkak dengan air mata yang tak kunjung berhenti mengalir. "Tidak, sayang... Ini bukan salahmu." Ia meraih tangan Ella, menggenggamnya erat. "Ini semua salah mama. Semua ini bermula dari kebodohan dan keegoisan mama di masa lalu. Mama penyebab semuanya. Adik kalian, Canny... yang menanggung semua akibat dari kesalahan mama..."

Tangis Jennie kembali pecah, kali ini terdengar lebih pilu. Ella yang biasanya ceria dan percaya diri kini hanya bisa terdiam, matanya ikut memerah. Dia ingin mengatakan sesuatu, tapi rasanya semua kata lumpuh di tenggorokannya.

Ruka, yang tetap memeluk ibunya erat, akhirnya berbicara. "Bunda, apa pun yang terjadi, kami ada di sini. Kita harus menemukan Canny dan memperbaiki semuanya. Kita akan melakukannya bersama, Bunda."

Pharita mengangguk, menambahkan dengan lembut, "Canny pasti sangat terluka. Tapi aku yakin, jauh di lubuk hatinya, dia masih merindukan kita semua."

Asa hanya diam, tapi ekspresinya menunjukkan sesuatu yang berbeda kali ini.

Ahyeon menggenggam tangan Ella, mencoba memberinya keberanian. "Ella, kita harus menghadapi ini bersama. Canny adalah keluarga kita, apa pun yang terjadi."

Tangisan Jennie perlahan mereda, meski tubuhnya masih gemetar. Dengan suara yang lebih tenang, ia berkata, "Bunda janji, bunda akan memperbaiki semuanya, meskipun harus bertaruh nyawa bunda sendiri. Bunda akan memohon maaf pada Canny, bahkan jika ia membenci bunda seumur hidupnya..."

Di ruangan itu, keenam perempuan itu berpelukan, mencoba mencari kekuatan satu sama lain. Di tengah kehancuran ini, mereka tahu ada satu hal yang masih bisa menyatukan mereka, cinta untuk adik mereka yang selama ini terabaikan, Canny.

Ella menggigit bibirnya, mencoba menahan air mata yang ingin jatuh lagi. Namun, kali ini ia berdiri tegak di tengah kepedihan yang melanda mereka. Ia menarik napas panjang dan berkata, "Mama... aku akan coba berbicara dengan Papa. Aku akan membujuknya."

Ucapan itu membuat semua mata di ruangan itu tertuju pada Ella. Ruka, Pharita, Asa, Ahyeon, Rami dan Rora menatapnya dengan penuh harapan.

"Ella..." suara Ruka terdengar serak, penuh rasa terima kasih yang tak terucapkan.

"Ella, kau yakin bisa?" tanya Ahyeon, matanya berkaca-kaca.

Ella mengangguk tegas. "Aku akan mencobanya. Papa mungkin marah, tapi aku tahu, di lubuk hatinya, dia masih bisa mendengarkan. Jika aku tidak mencoba, kita akan kehilangan Canny selamanya. Aku tidak mau itu terjadi."

Ruka maju mendekat, memegang kedua tangan Ella. "Ella... kau harapan terakhir kami. Tolong, bujuk Papa agar mau melepaskan Canny. Kami... kami tidak punya pilihan lain selain bergantung padamu."

Dalam Bayang IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang