"Jatuh cinta pada pandangan pertama itu normal, Aira. Jangan seperti ini!"
Aku tidak mampu mengatakan apapun tapi Mami tahu keseluruhan perasaanku, seluruh duniaku serasa terbolak-balik, berantakan, dan sama sekali tidak karuan karena aku bingung mendapati begitu tertariknya aku dengan seseorang namun seseorang itu justru tidak menyukaiku sama sekali. Aku suka dengan perhatiannya hingga berbuat hal yang disebutnya pemaksa untuk mendapatkannya.
"Mami, tidak mungkin......"
Ya, mungkin aku tertarik, tapi tidak dengan menyukainya. Rasa suka antara pria dan wanita itu bukan hanya menyangkut sesuatu yang menyenangkan namun melibatkan hati dan perasaan yang rumit dan dalam, sungguh aku bukan penganut cinta pada pandangan pertama, aku adalah seorang yang percaya cinta itu datang karena kita saling mengenal. Rasanya mustahil baru melihat dan langsung menyatakan jika kita jatuh cinta, bagaimana bisa jatuh cinta dengan orang asing yang tidak dikenal? Itu tidak masuk dalam akal dalam logikaku.
Semakin aku memikirkannya, semakin aku tidak menemukan jawaban yang tepat.
"Apanya yang tidak mungkin, Aira?! Papimu jatuh cinta pada Mami saat pertama kali kami diperkenalkan mantan pacar Mami, Papimu sama sekali tidak mengenal Mami, namun beliau memiliki perasaan itu dan memendamnya selama 5 tahun penuh. Menurutmu apa yang tidak mungkin? Cinta memang seaneh itu, Aira?! Jika ada yang menjelaskan tindakan konyolmu tadi pagi yang bikin Papimu jantungan, itu adalah kamu yang jatuh cinta kepada Kalla, dan rasa frustasi karena sikap profesional Kalla yang membuatmu mengambil tingkah bodoh itu hanya karena kamu tidak terima diabaikan."
Kalimat itu Mami ucapkan secara bertubi-tubi, membuka mataku lebar-lebar tentang kenapa aku segalau ini hanya karena diabaikan oleh Bang Kalla.
Aku tidak mampu mendeskripsikan perasaanku sendiri, dan Mami mewakiliku untuk meluapkannya, memberi nama atas perasaan galau yang tidak aku mengerti. Kalian tahu, rasanya seperti ada batu ganjalan besar yang dikeluarkan dari dalam kerongkonganku, aku yang sebelumnya hampir menggila karena rasa frustasi asing ini perlahan mulai tenang, nafasku yang sebelumnya memburu perlahan mulai teratur.
Satu hal yang aku ketahui sekarang adalah aku bukan anak manja yang suka memaksa seseorang untuk memenuhi keinginanku. Sikap konyol yang aku lakukan semalam dan tadi pagi itu karena aku jatuh hati pada sosok Kalla Raharja.Siapa yang menyangka jika duda tampan dalam pakaian rapi dan sederhananya di pertemuan pertama kami sukses memikatku, menarik perhatian pandanganku, dan selanjutnya sikapnya yang peka dan cekatan menawan hatiku dengan sangat cepatnya. Sulit dijelaskan dengan akal sehat, tidak mampu diungkapkan dengan kata-kata, nyatanya yang aku inginkan hanyalah pria ini tertarik kepadaku sama sepertiku yang tertarik kepadanya.
"Apa itu buruk, Mi?" Pertanyaan bodoh itu keluar dari bibirku saat akhirnya aku merasa lebih tenang. Mami yang setia menungguku mengelola emosi seketika tertawa saat mendengar pertanyaanku.
"Tidak, Aira. Nggak ada yang salah dengan seorang yang jatuh cinta, Mami justru senang mendengarnya. Mungkin bagimu aneh, tapi Mami sudah menunggu-nunggu saat dimana kamu akan bercerita tentang seorang laki-laki yang akhirnya membuat jantungmu berdegup kencang, seorang yang membuatmu ingin tampil cantik di hadapannya. Selama ini tanki cintamu penuh dengan cinta Mami dan Papi sampai meluap, kamu merasa cukup dengan cinta kami berdua sampai kamu tidak seperti kebanyakan remaja puber yang merasakan cinta monyet, itu bagus Aira, tapi sekarang usiamu semakin dewasa, tidak selamanya kamu akan hidup bersama dengan kami......"
Selama ini saat berbincang dengan Mami aku akan membicarakan hal tentang keseharian kami, tentang kegiatan Yayasan yang kami kelola, tentang kuliahku, tentang pekerjaanku, namun aku tidak pernah membicarakan tentang laki-laki ataupun tentang seorang yang menurutku menarik perhatian. Seperti yang Mami katakan, tanki cintaku penuh oleh cinta orangtuaku hingga aku merasa aku tidak membutuhkan sosok lain yang sekiranya aku inginkan untuk membuatku bahagia, ditambah aku memiliki trust issue tersendiri soal orang-orang yang memandangku hanya karena aku anak seorang Wibawa membuatku semakin tidak tertarik kepada mereka, putra para rekan Papi termasuk Kaviandra yang sejak kecil selalu dikatakan akan menjadi jodohku kelak, hal yang menurutku mustahil mengingat alih-alih dekat denganku, pria yang bertugas di Bogor tersebut justru terlibat cinta dalam diam dengan Evelyn.
"Perlahan kamu harus mengenal seorang yang akan kamu jadikan teman hidupmu. Tidak selamanya kamu akan hidup bersama Mami dengan Papi, kamu akan hidup berkeluarga, bahagia dengan keluargamu sendiri, Mami Papi akan menua dan entah kapan waktunya tapi pasti kami akan meninggalkanmu, jadi tidak apa Aira jika kamu mulai menyukai seseorang. Mami senang mendengarnya, kamu tahu, selama ini Mami mulai khawatir melihat kamu nyaman sendirian, sejujurnya Mami selama ini mengkhawatirkan orientasi s3ks-mu karena kamu tidak pernah bercerita tertarik dengan laki-laki padahal ada banyak laki-laki dengan nilai plus di sekelilingmu. Mami khawatir saking nggak sukanya kamu sama mereka yang mengejarmu kamu jadi nggak suka sama laki-laki."
Aku yang sebelumnya kalut dan galau brutal mendadak melongo mendengar apa yang Mami katakan, siapa yang menyangka jika Mami mengkhawatirkanku sejauh itu? Ya Tuhan, bisa-bisanya Mami ini? Aku tidak tertarik kepada laki-laki bukan berarti aku memiliki kelainan, hanya membayangkan apa yang Mami katakan saja sudah membuatku bergidik.
"Mami, nggak gitu konsepnya, iiiihhh bisa-bisanya Mami mikir kayak gitu!"
"Habisnya jaman sekarang serba edan, dulu jaman Mami mentoknya di perselingkuhan, lah ini cowok ganteng sukanya sama yang ganteng, yang cantik juga suka yang cantik, gimana Mami nggak khawatir coba, apalagi ngelihat lingkungan kamu kerja....."
Lagi-lagi aku bergidik saat mendengar apa yang Mami katakan, ternyata jadi orangtua itu nggak mudah ya, nggak cuma ngegedein anak, ngasih pendidikan doang, tapi juga harus memastikan anaknya berada di jalan yang benar dizaman yang kata Mami serba edan ini.
"Nggak ya, Mi. Aira nggak begitu....," tukasku lagi menegaskan, Mami mengangguk, lebih dari apapun Mami tampak sangat lega, tersenyum kecil Mami menyenggolku, wajah beliau yang tampak awet muda dan membuatku iri tersebut tampak seperti remaja tengil saat menaikturunkan alisnya menggodaku.
"Jadi, seleramu yang modelan mature bercambang kayak aktor Turki, Aira?"
Dibandingkan Ibu dan anak, aku seringkali merasa jika Mami adalah sahabatku, alih-alih memberikan nasihat menohok seperti Papi, Mami justru menggodaku, sesuatu yang seringkali jarang dilakukan orang tua saat anaknya dekat dengan seseorang. Dipikir-pikir emakku ini memang agak unik. Semuanya serba berkebalikan, namun saat mendengar alasan beliau aku tidak pernah tidak terharu.
"Pantas anak-anak teman Mami nggak ada yang kamu lirik. Seleramu ternyata oke juga....."
Aku tersenyum kecil, saat Mami berbicara ingatanku langsung terbayang pada pria dingin yang dengan lantang mengutarakan betapa tidak sukanya dia denganku yang disebutnya manja dan pemaksa.
"Bohong jika Aira bilang nggak tertarik pada fisik, Mami. Awalnya Aira tertarik pada fisiknya, ganteng, bersih, dewasa, tenang, tapi yang bikin Aira ngerasa Bang Kalla next level itu waktu Bang Kalla tanpa canggung bantuin Aira yang on period itu yang bikin Aira ngerasa, this one! Yang kayak gini yang Ai mau Mami." Dengan bersemangat aku menceritakan semuanya kepada Mami yang menyimak kisahku dengan antusias, semua hal yang sebelumnya sangat sulit aku utarakan perlahan aku urai karena mendapati Mami tidak marah kepadaku seperti Papi, tidak ada yang terlewat dan aku tutupi, aku bagi semuanya kepada Mami karena aku butuh Mami untuk memberikan pandangan beliau, namun di akhir kisahku aku tidak bisa menahan satu pertanyaan yang sebenarnya aku khawatirkan jawabannya jika tidak sesuai, "tapi Mami, Bang Kalla duda....."
Suaraku sangat lirih saat mengatakan status Bang Kalla, sama seperti Janda yang seringkali dianggap sebelah mata oleh sebagian orang, begitu pun dengan duda yang dianggap orang gagal dalam hubungan, seperti yang dikatakan Nyonya Handoko semalam, namun kalian tahu apa yang Mami ucapkan?
"Selama bukan suami orang, penjahat, peselingkuh ataupun pelaku KDRT, Mami tidak keberatan siapapun yang kamu sukai Aira......"
Aku menggigit bibirku kuat menahan diri untuk tidak nyengir karena sikap positif Mami.
"Sayangnya Bang Kalla yang nggak suka sama aku, Mi?!"
"Ya ampun Aira, kalau Kalla nggak suka ya bikin dia suka?! Sejak kapan seorang Wibawa kalah bahkan sebelum berjuang?! Kejar dia sama seperti Papi yang mengejar Mami."
"............"
"Batu karang saja bisa ambrol sama air laut, ya kali Kalla nggak luluh sama anak Mami yang modelan ibu peri gini! Biarkan jika Kalla tidak menyukaimu, tunjukkan saja sisi terbaikmu dan Mami yakin perlahan dia akan berbalik menyukaimu. Mami yakin..."

KAMU SEDANG MEMBACA
KAIRA
RomanceSaat Tuan Putri kesayangan Sang Panglima yang pecicilan dan manja bertemu dengan Ajudan yang dingin. Aira Sekar, perempuan manja mahasiswa Hubungan Internasional tersebut nyatanya harus menjilat ludahnya sendiri, satu waktu dia pernah berkata jika d...