27/27

234 25 16
                                    


Besoknya, Rena dan Kevin benar-benar pergi. Mereka juga sudah pamit dengan Jeffrey. Namun mereka hanya diantar oleh supir. Karena Jeffrey kerja sedangkan Joanna harus mulai mengajari ART yang baru saja tiba hari ini.

"ACnya sudah menyala, kan? Kemarin mati soalnya."

"Sudah, Bu. Ini karena tidak dicolokkan saja."

Joanna tampak lega. Karena orang yang dipekerjakan adalah seorang transpuan. Dia memang merias wajah bak perempuan, namun memiliki bentuk tubuh kekar. Sehingga banyak pekerjaan yang bisa dijangkau dengan mudah.

"Aku harap kamu betah, ya? Kalau butuh apa-apa jangan sungkan. Langsung bilang saja padaku."

"Baik, Bu. Saya sudah biasa mengurus rumah. Bersih-bersih bisa, masak, menebang pohon dan masih banyak lagi. Pokoknya all in!" Joanna terkekeh kecil. Karena Nolan memang tampak bisa diandalkan sekali. Meski fisiknya kerap menjadi olokan publik.

"Kalau begitu aku ke kamar sekarang. Kamu bisa istiharat sampai malam. Nanti siang aku mau pesan makanan. Malamnya aku akan makan di luar. Kamu bisa masak atau pesan saja. Pakai uang di atas kulkas."

"Baik, Bu. Terima kasih banyak. Sepertinya saya akan betah punya bos seperti anda."

Joanna tersenyum kecil. Lalu meninggalkan Nolan yang memang tampak lelah saat ini. Karena baru saja menempuh perjalanan darat selama empat jam lebih.

———

Satu bulan berlalu. Nolan benar-benar bisa beradaptasi dengan mudah. Bahkan dia sudah sangat dekat dengan Joanna yang memang selalu merasa kesepian saat ditinggal kerja.

"Berarti kalian belum begituan?" tanya Nolan sembari memperagakan kegiatan bercinta. Dengan menggesek kedua telapak tangan di depan wajah.

"Belum, lah. Aku masih mikir-mikir. Tidak mau terlalu terbawa perasaan juga. Apalagi ujung pernikahan ini belum jelas. Bisa saja aku ditinggal. Kalau sampai hamil, apa tidak semakin runyam?"

Nolan mengangguk singkat. Saat ini dia sedang mencatok lurus rambut panjang Joanna di ruang tengah. Sembari menonton series 911 Lone Star.

"Kan bisa pakai kondom."

"Iya sih, tapi—" ucapan Joanna terjeda saat mendengar langkah kaki terdengar. Jeffrey pulang lebih awal dari biasa. Karna biasanya dia akan pulang sore sekitar jam lima. Sedangkan sekarang masih jam tiga.

"Jeffrey? Ada yang ketinggalan?"

Jeffrey berhenti bejalan. Dia menatap Joanna dan Nolan sebentar sebelum mulai menjawab. "Pekerjaanku sudah selesai. Om dan Tante Lena mau kita makan malam ke rumahnya. Dia mau bagi oleh-oleh setelan liburan ke Eropa."

"Wah! Oke! Aku siap-siap sekarang! Nolan, selesaikan dengan cepat, ya?"

"Siap, Bu!"

Jeffrey yang melihat itu tampak kesal. Karena sejak awal dia memang tidak suka akan kehadiran Nolan. Bahkan dia pernah meminta ibunya untuk bertukar ART di rumah. Namun Joanna menolak karena dia sudah nyaman dengan Nolan.

Jeffrey yang sejak awal merasa tidak nyaman jelas semakin merasa kesal. Meski dia akui jika perkejaan Nolan lebih berat. Karena selain mengurus rumah, dia juga kerap mengantar Joanna jika berpergian saat supir tidak bisa. Sehingga dia bisa merasa tenang jika meninggalkan si istri sendirian. Mengingat tiga minggu lalu Vera sempat kembali datang dan berniat melukai Joanna, setelah Jeffrey berhasil mendapatkan uang 120 juta Joanna yang sempat wanita itu rebut paksa.

Berbicara soal Nolan, masakannya sangat enak. Bahkan lebih enak dari masakan Serena. Karena sebelum menjadi ART, dia pernah bekerja di kapal pesiar. Sebagai Cook helper di sana. Tidak heran jika dia bisa menggugah selera makan Jeffrey yang sebelumnya memang jarang makan banyak.

Bahkan, berat badan Jeffrey naik 5 kg sekarang. Pipinya mulai bengkak dan membuat lesung pipinya samar terlihat. Namun tentu masih tampan. Atau bakan semakin tampan, karena dulu, dia memang sering dikatai kekurusan oleh orang-orang terdekat.

Ceklek...

Joanna masuk kamar setelah rambutnya sudah lurus sempurna. Dia hanya perlu mandi kilat dan berdandan. Sehingga tidak masalah jika Jeffrey mandi terlebih dahulu sekarang.

"Aku tidak suka kamu dekat-dekat dengan dia seperti itu!" seru Jeffrey yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dia hanya membasuh muka, tangan dan kaki. Karena dia merasa tidak enak badan saat ini. Sehingga tidak mandi.

"Takut aku ada apa-apa dengan dia? Jeffrey, sudah kubilang Nolan ini transpuan. Hormon estrogennya lebih banyak. Dia tidak mungkin tertarik denganku juga. Apalagi setelah dia melakukan operasi—"

"Memangnya kamu tahu benar? Pernah melihat alat kelaminnya? Bisa saja dia bohong, kan? Supaya bisa diterima kerja di bidang pekerjaan yang mayoritas diisi perempuan."

"Kok kamu jadi jahat, sih? Nolan selama ini baik, loh. Dia melakukan tugasnya dengan baik. Lihat saja tubuhmu makin berisi. Porsi makanmu tambah sejak dia datang ke sini."

Jeffrey memang mengakui hal ini. Namun dia enggan mengapresiasi. Karena dia jelas gengsi.

"Kenapa tidak mandi? Kamu sakit?" Joanna berjalan mendekat. Membuat Jeffrey mengangguk kecil saat istrinya menyentuh dahi. Dia juga mulai membungkuk saat ini. Agar Joanna dapat meraih tanpa berjinjit.

"Kamu demam. Nanti bawa supir saja. Aku bawakan Paracetamol dan bye-bye fever untuk di jalan."

Jeffrey mengangguk kecil. Lalu mengekori Joanna yang tengah mencari baju ganti. Karena selama satu bulan ini, dia yang bertugas mengurus keperluan Jeffrey. Mengingat si pria tidak ingin Nolan memasuki kamar ini.

"Apa aku telepon Tante Lena, ya? Bilang kalau kamu sakit saja. Supaya kita datang ke sana besok siang."

Jeffrey menggeleng pelan. Saat ini dia tengah meletakkan dagu di atas kepala Joanna. Dengan kedua tangan yang mulai melingkari perut si wanita. Karena saat sedang merasa tidak enak badan, dia akan bersikap manja dan agak hilang akal.

Joanna yang sudah paham akan hal seperti ini setelah tinggal bersama Jordan tentu saja tidak mempermasalahkan. Toh, selama ini Jeffrey tidak pernah macam-macam. Dia tidak pernah mencoba untuk melecehkan meski sebenarnya bisa saja dilakukan.

Apalagi mereka sudah suami istri juga. Jika dia mau, Jeffrey bisa kapan saja menyetubuhi Joanna jika nafsunya sudah memuncak. Namun selama ini dia tidak pernah melakukan. Paling parah hanya memeluk saja. Tanpa pergerakan yang lainnya.

Joanna tentu sangat menghargai ini semua. Meski dia tahu jika pria itu kerap tegang jika memeluknya. Bahkan dia juga pernah memergoki si pria menonton blue film di dalam kamar mandi mereka. Namun hal itu tentu tidak menjadi masalah. Karena memang itu semua adalah respons alami manusia yang tidak bisa ditahan.

"Kita ke sana sebentar saja. Aku sudah janji soalnya."

"Oke deh."

Joanna membantu Jeffrey berganti pakaian. Meski tanpa melepas boxer tentu saja. Karena dia belum segila itu sekarang. Mereka masih memiliki batasan, namun entah sampai kapan akan bertahan.

Tbc...

GET TO KNOW BETTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang