bab 1 : Hari yang cerah untuk sekolah

2 1 0
                                    


Langit pagi di SMA Tarika Galastri terlihat mendung. Seolah memberi tanda bahwa hari itu akan penuh kejutan.

Di sudut aula, sekelompok siswa yang terdiri dari lima cowok dan empat cewek tengah berkumpul. Mereka adalah sembilan sahabat yang sudah terkenal di sekolah karena keakraban dan prestasi mereka.

“Dani, kamu bawa gitar?” tanya Irene sambil memeriksa daftar perlengkapan yang harus disiapkan.

Dani mengangguk tanpa mengangkat wajah dari layar ponselnya. “Iya, ada di ruang musik. Tapi kenapa harus aku yang ambil?”

“Karena kamu yang terakhir pakai,” jawab Citra sambil menatapnya tajam.

“Kenapa sih selalu ribut?” sela Awan, mencoba mencairkan suasana.

“Bukan ribut, ini diskusi,” balas Citra dengan nada defensif.

Awan hanya menghela napas, sementara Bumi tertawa kecil di belakang. “Kalau kalian terus begini, kapan kita siap buat presentasi?”

Di tengah persiapan mereka, tiba-tiba terdengar pengumuman dari pengeras suara.

“Seluruh siswa kelas 11 diminta berkumpul di lapangan untuk pengumuman penting.”

“Pengumuman apa lagi?” gumam Idris dengan nada penasaran.

“Entahlah,” jawab Yumna. “Tapi kalau ini bikin latihan kita tertunda, aku nggak akan maafin mereka.”

Mereka semua akhirnya bergerak menuju lapangan. Suasana menjadi riuh ketika kepala sekolah, Pak Rahmat, naik ke atas podium.

“Anak-anak, saya punya pengumuman penting,” katanya. “Tahun ini, SMA Tarika Galastri akan menjadi tuan rumah untuk Kompetisi Seni Antar Sekolah Se-Kota.”

Sorak-sorai langsung memenuhi udara. Tapi di antara kegembiraan itu, sembilan sahabat tersebut saling bertukar pandang dengan khawatir.

“Berarti tanggung jawab kita makin besar,” bisik Naya.

“Dan tekanan juga,” tambah Arkan dengan nada serius.

Namun, sebelum mereka sempat membahas lebih jauh, sebuah kejadian tak terduga terjadi. Salah satu siswa dari kelas lain tiba-tiba pingsan di tengah lapangan. Kerumunan langsung panik. Guru-guru berlari mendekat, dan siswa-siswa lainnya hanya bisa berbisik tanpa berani mendekat.

“Kenapa dia?” tanya Lily dengan nada khawatir.

“Kayaknya dia terlalu stres,” jawab Bumi pelan.

Dani, yang biasanya tak peduli, tiba-tiba maju dan membantu mengangkat siswa itu ke ruang kesehatan.

Setelah semuanya kembali tenang, sembilan sahabat itu berkumpul di taman belakang.

“Kejadian tadi bikin aku sadar,” ujar Dani sambil memandang langit. “Tekanan buat kompetisi ini nggak cuma dirasakan kita. Semua orang pasti merasakannya.”

Citra mengangguk. “Tapi itu bukan alasan buat menyerah, kan?”

“Betul,” tambah Awan dengan senyum kecil. “Kita di sini bukan cuma buat menang, tapi juga buat nikmatin prosesnya.”

Mereka semua tersenyum, meski tahu perjalanan ini akan penuh rintangan. Namun satu hal yang pasti: selama mereka bersama, mereka bisa melewati semuanya.

Setelah pengumuman besar itu, sembilan sahabat mulai mempersiapkan diri untuk kompetisi seni yang akan diadakan sebulan lagi. Aula sekolah menjadi tempat mereka berkumpul sepulang sekolah, mencoba mencocokkan ide-ide mereka yang kadang saling bertentangan.

“Menurutku, kita harus buat pertunjukan drama musikal,” ujar Citra penuh semangat. “Kita bisa gabungkan tarian, musik, dan akting. Ini bakal jadi sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya!”

“Drama musikal itu rumit,” sanggah Idris. “Kita cuma punya waktu sebulan. Kalau kita nggak siap, kita bakal mempermalukan diri sendiri.”

“Ya ampun, Idris, kamu ini pesimis terus!” protes Lily.

“Dia bukan pesimis, dia realistis,” sela Dani. “Aku setuju sama Idris. Kita perlu konsep yang lebih sederhana tapi tetap memukau.”

Citra mendengus kesal. “Kalau terus mikir sederhana, kapan kita bisa beda dari yang lain?”

Melihat suasana memanas, Naya mencoba mengambil alih. “Oke, bagaimana kalau kita buat kompromi? Kita pilih tema sederhana, tapi eksekusinya dibuat spektakuler.”

“Setuju!” sahut Awan sambil tersenyum lebar. “Misalnya, kita bisa pilih tema ‘Perjalanan Waktu’. Sederhana, tapi bisa dikembangkan jadi sesuatu yang menarik.”

Arkan mengangguk setuju. “Kita bisa gabungkan tarian modern untuk masa depan, musik klasik untuk masa lalu, dan cerita yang menghubungkan semuanya.”

Perdebatan akhirnya mereda, dan mereka mulai membagi tugas. Dani dan Awan akan menangani musik, Bumi dan Irine bertanggung jawab atas tarian, sementara Citra, Lily, dan Naya akan mengurus naskah serta kostum. Idris dan Arkan menjadi koordinator utama, memastikan semua berjalan sesuai rencana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 7 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

element!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang