Berdiri di depan Akademi Wanita Gillies, Kyle Ettman tampak sealami dinding atau lampu jalan di depan sekolah. Dia kembali, pikir para siswi sambil meliriknya dengan rasa ingin tahu.
Kyle menyeringai ketika dia melihat seseorang di gerbang utama sekolah. Dia melihat seorang wanita muda dari kejauhan, sedang mengayuh sepeda ke arahnya. Dari langkahnya yang kuat dan anggun, dia langsung mengenalinya.
Yah, bukan hanya dari langkahnya. Tapi juga dari wajahnya yang ekspresif, dan gerakannya yang halus. Semua itu membuatnya yakin bahwa dia adalah Layla. Tidak ada gadis lain seperti Layla. Dia sudah tahu sejak hari musim panas ketika dia pertama kali mendekati gadis kecil yang duduk di bawah pohon willow.
"Layla!"
Mendengar seseorang memanggil namanya, Layla berhenti berjalan. Dia menyipitkan matanya, lalu mulai berjalan lagi, sedikit lebih cepat dari sebelumnya. Kyle menyukai momen seperti ini. Saat-saat ketika dia mulai berjalan lebih cepat setelah melihatnya, mendekatinya dengan wajah tersenyum.
"Mengapa kamu ke sini?" tanyanya. "Bukankah lebih mudah untuk menemuiku di pondok?"
"Kebetulan saja aku sudah pulang sekolah," jawabnya. Tentu saja, itu adalah kebohongan. Dia meninggalkan teman-temannya dari klub tenis supaya bisa pulang sekolah bersama Layla. Meski seniornya di klub akan menunggu keesokan harinya, dengan memegang raket mereka seperti senjata, dia tidak mengkhawatirkan itu sekarang. Masalah besok bisa diselesaikan besok. Jadi sekarang mari kita abaikan.
Mereka berdua berjalan berdampingan di jalan yang ramai. Saat melewati distrik perbelanjaan, mereka berdua membeli es krim lalu mereka nikmati sambil berjalan. Mereka juga mampir ke toko buku, yang penuh dengan aroma manis buku-buku tua berdebu. Layla banyak tertawa. Selain Bill, Kyle adalah satu-satunya orang di dunia yang tahu seberapa banyak dia tertawa. Mengetahui kenyataan itu, membuatnya senang.
Angin menjadi jauh lebih sejuk setelah mereka berbelok ke jalan menuju Arvis. Saat pembicaraan mereka beralih ke ujian, wajah Layla menjadi serius. Keseriusan ini diwarnai dengan keputusasaan saat mereka mulai berbicara tentang geometri.
Kyle menyadari perubahan khawatiran dalam dirinya. Bukan sekarang. Dia menahan diri dari kalimat yang ingin dia sampaikan. Dia tidak ingin membuat keadaan menjadi canggung untuk mereka berdua dengan menyatakan cintanya terlalu cepat. Dia bertanya-tanya apakah mereka perlu mulai dari berpacaran lebih dahulu. Atau mengapa tidak langsung menikah saja? Layla Ettman. Aku suka mendengarnya.
"Mengapa kamu tersenyum?" tanya Layla. Dia menggerutu tentang nilai geometrinya yang tidak bagus, ketika dia tiba-tiba menyadari bahwa Kyle menyeringai jahil tentang sesuatu.
"Uh... Oh, ya! Jadi kudengar Duke Herhardt akan kembali?" Kyle menjawab, mencoba mengubah topik pembicaraan dengan cepat. "Sudah lama sekali. Kapan beliau akan tiba?"
"Aku tidak tahu."
"Semua orang membicarakannya. Duke Herhardt ini, Duke Herhardt itu. Tapi kamu sama sekali tidak tertarik."
Layla mencengkeram setang sepedanya lebih erat. Dia tidak pernah banyak berhubungan dengan Duke, selain sesekali bertemu dengannya di hutan atau berpapasan ketika Claudine mengundangnya ke mansion. Melihatnya hanya membuatnya tidak nyaman, jadi dia mencoba menghindarinya sebisa mungkin. Ketika dia bertemu dengannya, dia akan menundukkan kepalanya serendah mungkin, sehingga dia tidak perlu menatapnya.
Dia merasakannya sejak sore itu saat dia masih kecil, ketika dia tersandung dan menjatuhkan koin emas di dekat kakinya, dan dia menginjaknya untuk menghentikannya berputar. Claudine-lah yang mengundangnya ke mansion dan kemudian meninggalkannya, lalu memberinya koin untuk bayarannya. Namun, Duke-lah yang membuatnya merasa betapa tidak berharganya dia di tengah dunia yang aneh dan mewah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cry, or Better Yet Beg
Historische RomaneNOVEL HASIL TRANSLATE PRIBADI SINOPSIS : Yatim piatu di usia muda, Layla Llewellyn merasa seperti gadis paling beruntung di dunia setelah ia tinggal bersama pamannya Bill, seorang tukang kebun yang tinggal di kawasan Arvis yang indah di Kekaisaran B...